Jumat, 24 Maret 2017

tuna grahita



BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemahaman masyarakat umum mengenai anak berkebutuhan khusus masih sangat minim. Mereka menganggap bahwa anak berkebutuhan khusus merupakan anak yang tidak memiliki kemampuan apapun. Salah satu dari mereka adalah anak tunagarahita. Anak tunagrahita adalah kondisi anak yang kecerdasannya jauh dibawah rata – rata yang ditandai oleh keterbatasan intelegensi dan ketidakcakapan dalam interaksi sosial. Anak tunagrahita atau sering dikenal juga dengan istilah terbelakang mental karena keterbatasan kecerdasannya sukar untuk mengkuti program pendidikan disekolah biasa secara klasikal.
Namun anak tunagrahita juga memiliki hak yang sama dengan anak normal lainnya, salah satu hak itu adalah untuk mendapatkan pendidikan. Karena memiliki hambatan intelektual, namun mereka juga masih memiliki potensi yang dapat dikembangkan sesuai dengan kapasitas yang dimiliki oleh mereka dan sesuai dengan kebutuhan mereka. Hal tersebut diatur dalam UUD’45 pasal 31 ayat 1, yang menyatakan bahwa “Tiap-tiap warga Negara berhak untuk mendapatkan pendidikan”. Hal tersebut lebih diperjelas lagi didalam UU No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 5 ayat 2, dan pasal 33 ayat 1, menyatakan bahwa setiap warga Negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus. Oleh karena itu sangat diperlukan pendidikan khusus bagi anak tunagrahita. Sehingga dalam makalah ini, kelompok kami akan membahas mengenai pengertian tunagrahita, karakteristik tunagrahita, tipe tunagrahita, pendampingan yang dilakukan untuk tunagrahita.



B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Tunagrahita?
2. Apa karakteristik anak penyandang Tunagrahita?
3. Apa saja layanan pendidikan bagi anak Tunagrahita?
4. Bagaimana upaya guru dalam menangani anak Tunagrahita?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian Tunagrahita.
2. Untuk mengetahui karakteristik anak penyandang Tunagrahita.
3. Untuk mengetahui layanan pendidikan bagi anak Tunagrahita.
4. Untuk memahami upaya guru dalam menangani anak Tunagrahita.


















BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Tunagrahita
Tunagrahita merupakan salah satu bentuk gangguan pada anak dan remaja yang dapat ditemui di berbagai tempat. Tunagrahita yaitu suatu keadaan di mana anak mengalami keterbelakangan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan dan ditunjukkan oleh kurang cakupnya mereka dalam memikirkan hal-hal yang bersifat akademik, abstrak, cenderung sulit dan berbelit-belit hampir pada segala aspek kehidupan serta mereka juga kurang memiliki kemampuan menyesuaikan diri. Oleh sebab itu, Anak tunagrahita (retardasi mental) sangat membutuhkan layanan pendidikan/bimbingan secara khusus saat meniti tugas perkembangan di dalam hidupnya.
Orang-orang yang mengalami terbelakang mental telah dicap dengan berbagai sebutan selama berabad-abad dan decade. Kata-kata yang dipakai untuk menggambarkannya mulai dari yang merendahkan seperti dungu/bebal (dumb), dan bodoh (stupid). Bahkan sampai kata-kata yang aslinya dipakai untuk istilah klasifikasi medis seperti idiot (yang dipakai untuk menggambarkan kondisi terbelakang berat–selve retardation), dan imbecile (untuk kategori dibawah terbelakang berat—less self retardation). David, Smith, Sekolah Inklusif: Konsep dan Penerapan Pembelajaran, (Bandung: NUANSA, 2012), hal. 116.
Siswa-siswa yang terbelakang mental memiliki potensi dalam belajar dan mengembangkan seluruh hidup sesuai dengan bidang mereka. Pada umumnya peneliti berpendapat ‘hambatan terbelakang mental’ (development mental disability) yang diciptakan oleh kelambatan mental, terutama bagi orang yang kelainannya lebih tampak, perkembangannya sangat berbeda dengan domain kognitif, sosial, bahkan fisik, dalam hidupnya. Mereka mungkin mempunyai kesulitan disekolah, baik dalam belajar maupun dalam hidup di masyarakat yang membutuhkan jenis-jenis penanganan yang sangat khusus.
Jadi sebagian anak dan orang dewasa yang mengalami terbelakang mental mungkin hanya membutuhkan layanan pengajaran yang sama seperti yang diperlukan siswa lainnya dalam perkembangan pembelajarannya. Terutama yang mereka butuhkan sebagai tambahan diantaranya pengertian guru dan teman-temannya agar berhasil dikelas-kelas regular. Siswa terbelakang mental lainnya.

B.     Karakteristik Tunagrahita
Berikut ini adalah beberapa karakteristik mengenai anak penyandang tunagrahita, yaitu: Mumpuniarti, Penanganan Anak Tunagrahita (Kajian dari segi pendidikan Sosial Psikologi dan Tindak Lanjut Usia Dewasa), (Yogyakarta: UNY Press, 2000), hal. 64.

1.      Karakteristik tunagrahita ringan
a.       Karakteristik kognitif
Mempunyai IQ berkisar 50-70.
Kapasitas belajarnya sangat terbatas terutama untuk hal-hal yang abstrak, maka lebih banyak belajar dengan cara membeo (rote learning) bukan dengan pengertian.
Kemampuan berpikir rendah, lambat perhatian dan ingatannya rendah.
Masih mampu untuk menulis, membaca, menghitung.
Mengalami kesulitan dalam konsentrasi, sukar untuk diajak fokus.
Umur kecerdasannya apabila sudah dewasa sama dengan anak normal yang berusia 12 tahun.
b.      Karakteristik fisik
Anak tunagrahita ringan nampak seperti anak normal, hanya sedikit mengalami kelambatan dalam kemampuan sensomotorik.
c.       Karakteristik sosial/perilaku
Anak tunagrahita ringan mampu bergaul, menyesuaikan di lingkungan yang tidak terbatas pada keluarga saja, namun ada yang mampu mandiri dalam masyarakat, mampu melakukan pekerjaan yang sederhana dan melakukannya secara penuh sebagai orang dewasa.
d.      Karakteristik emosi
1) Anak tunagrahita ringan sukar berpikir abstrak dan logis, kurang memiliki kemampuan analisis, asosiasi lemah, fantasi lemah, kurang mampu mengendalikan perasaan, mudah dipengaruhi, kepribadian kurang harmonis karena tidak mampu menilai baik buruk.
Tidak mampu mendeteksi kesalahan pada dirinya, sehingga acuh tak acuh.
e.       Karakteristik motorik
Anak tunagrahita ringan mengalami kelambatan dalam kemampuan sensorimotorik.
Dalam berbicaranya banyak yang lancar, tetapi perbendaharan kata masih minim.
2.   Karakteristik tunagrahita sedang
a.       Karakteristik kognitif
Mempunyai IQ berkisar 30-50.
Anak tunagrahita sedang sangat sulit bahkan tidak dapat belajar secara akademik seperti belajar menulis, membaca dan berhitung tetapi dapat dilatih dalam hal yang sederhana sekedar diperkenalkan membaca dan menulis namanya sendiri dan mengenal angka.
Rendahnya perhatian anak dalam belajar akan menghambat daya ingat. Mereka mengalami kesukaran dalam memusatkan perhatian, cepat beralih.
Kurang tangguh dalam menghadapi tugas, pelupa dan sukar mengungkapkan ingatan dan mudah bosan.
Mudah beralih perhatiannya ke hal yang dianggapnya lebih menarik dan keterbatasannya dalam kemampuan intelektualnya sehingga kemampuan dalam bidang akademik sangat bersifat sederhana.
Pada umur dewasa anak tunagrahita baru mencapai kecerdasan setaraf anak normal umur 7 tahun atau 8 tahun.
b.      Karakteristik fisik
Penampilannya menunjukkan sebagai anak yang terbelakang, lebih menampakkan kecacatannya.
c.       Karakteristik Sosial/Perilaku
Banyak diantara anak tunagrahita sedang yang sikap sosialnya kurang baik, rasa etisnya kurang dan nampak tidak mempunyai rasa terima kasih, rasa belas kasihan dan rasa keadilan.
Masih mampu untuk mengurus, memimpin, memelihara dirinya sendiri dan bersosialisasi dengan lingkungannya, walaupun butuh proses yang lama. Contohnya mandi, makan, minum, berpakaian.
Sangat tergantung pada orang lain.
Bersikap kekanak-kanakan, sering melamun atau hiperaktif
Mampu melindungi diri dari bahaya dan dapat bekerja ringan tetapi tetap dalam pengawasan karena tanpa pengawasan akan bekerja secara asal.
d.      Karakteristik emosi
Dorongan emosi anak tunagrahita berbeda-beda sesuai dengan tingkat ketunagrahitaannya.
Kehidupan emosinya sangat lemah, mereka jarang sekali menghayati perasaan tanggung jawab dan hak sosialnya.
Memiliki imajinasi yang tinggi.
e.       Karakteristik motorik
Kurang mampu untuk mengkoordinasikan gerak tubuhnya.
Tangan-tangannya kaku.
3.      Karakteristik tunagrahita berat
Anak tunagrahita berat ini memiliki IQ di bawah 30. Anak ini sepanjang hidupnya memerlukan pertolongan/bantuan orang lain, sehingga berpakaian, ke WC, dan sebagainya harus dibantu. Mereka tidak tahu bahaya atau tidak bahaya. Kata-kata dan ucapannya sangat sederhana. Kecerdasannya sampai setinggi anak normal yang berusia tiga tahun.

C. Pendidikan Bagi Anak Tunagrahita
Anak tunagrahita sangat memerlukan pendidikan serta layanan khusus yang berbeda dengan anak-anak pada umumnya. Ada beberapa pendidikan dan layanan khusus yang disediakan untuk anak tunagrahita, yaitu: Delphie, P, Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus (dalam Setting Pendidikan Inklusi). (Bandung: PT. Refika Aditama, 2006), hal. 35.

Kelas Transisi
Kelas ini diperuntukkan bagi anak yang memerlukan layanan khusus termasuk anak tunagrahita. Kelas transisi sedapat mungkin berada disekolah reguler, sehingga pada saat tertentu anak dapat bersosialisasi dengan anak lain. Kelas transisi merupakan kelas persiapan dan pengenalan pengajaran dengan acuan kurikulum SD dengan modifikasi sesuai kebutuhan anak.
Sekolah Khusus (Sekolah Luar Biasa bagian C dan C1/SLB-C,C1)
Layanan pendidikan untuk anak tunagrahita model ini diberikan pada Sekolah Luar Biasa. Satu kelas maksimal 10 anak dengan pembimbing guru khusus dan teman sekelas yang dianggap sama keampuannya (tunagrahita). Kegiatan belajar mengajar sepanjang hari penuh di kelas khusus. Untuk anak tunagrahita ringan dapat bersekolah di SLB-C, sedangkan anak tunagrahita sedang dapat bersekolah di SLB-C1.
Pendidikan Terpadu
Layanan pendidikan terpadu ini diselenggarakan di sekolah reguler. Anak tunagrahita belajar bersama-sama dengan anak reguler di kelas yang sama dengan bimbingan guru reguler. Untuk matapelajaran tertentu, jika anak mempunyai kesulitan, anak tunagrahita akan mendapat bimbingan dari Guru Pembimbing Khusus (GPK) dari SLB terdekat, pada ruang khusus atau ruang sumber. Biasanya anak yang belajar di sekolah terpadu adalah anak yang tergolong tunagrahita ringan, yang termasuk kedalam suatu kategori borderline yang biasanya mempunyai kesulitan-kesulitan dalam belajar (Learning Difficulties) atau disebut dengan lamban belajar (Slow Learner).
Program Sekolah di Rumah
Progam ini diperuntukkan bagi anak tunagrahita yang tidak mampu mengkuti pendidikan di sekolah khusus karena keterbatasannya, misalnya: sakit. Proram dilaksanakan di rumah dengan cara mendatangkan guru PLB (GPK) atau terapis. Hal ini dilaksanakan atas kerjasama antara orangtua, sekolah, dan masyarakat.



Pendidikan Inklusif
Sejalan dengan adanya perkembangan layanan pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus, terdapat kecenderungan baru yaitu model Pendidikan Inklusif. Model ini menekankan pada keterpaduan penuh, menghilangkan labelisasi anak dengan dasar prinsip “Education for All”. Layanan pendidikan inklusif diselenggarakan pada sekolah sekolah reguler. Anak tunagrahita belajar bersama-sama dengan anak reguler, pada kelas dan guru/pembimbing yang sama. Pada kelas inklusi, siswa dibimbing oleh 2 (dua) orang guru, satu guru reguler dan satu lagu guru khusus. Guna guru khusus untuk memberikan bantuan kepada siswa tunagrahita jika anak tersenut mempunyai kesulitan di dalam kelas. Semua anak diberlakukan dan mempunyai hak serta kewajiban yang sama. Tapi saat ini pelayanan pendidikan inklusif masih dalam tahap rintisan.
Panti (Griya) Rehabilitasi
Panti ini diperuntukkan bagi anak tunagrahita pada tingkat berat, yang mempunyai kemampuan pada tingkat sangat rendah, dan pada umumnya memiliki kelainan ganda seperti penglihatan, pendengaran, atau motorik. Program di panti lebih terfokus pada perawatan. Pengembangan dalam panti ini terbatas dalam hal :
a. Pengenalan diri
b. Sensorimotor dan persepsi
c. Motorik kasar dan ambulasi (pindah dari satu temapt ke tempat lain)
d. Kemampuan berbahasa dan dan komunikasi
e. Bina diri dan kemampuan sosial




D. Upaya Guru dalam Menangani Anak Tunagrahita
1. Manajemen dan Disiplin Kelas
Guru dan siswa menggunakan waktu secara efisien.
Siswa-siswa tidak menunggu untuk meminta bantuan.
Siswa-siswa hanya menggunakan sedikit waktu dalam melakukan perpindahan dari satu aktivitas ke aktifitas lainnya. Sehingga:
1). Tidak banyak yang diperlukan dalam menegakan disiplin.
2). Guru jarang melakukan hukuman.
3). Penanganan-penanganan khusus lainnya tidak diperlukan dalam mengatur sikap.
2. Umpan Balik Selama Pengajaran
Guru memberikan umpan balik positif bagi siswa untuk mendapatkan sikap dan prestasi yang layak. Sehingga guru menghindari umpan balik yang negative kepada siswa. David, Smith, Sekolah Inklusif: Konsep dan Penerapan Pembelajaran, (Bandung: NUANSA, 2012), hal. 125.
Guru membantu siswa menemukan jawaban yang benar bila jawabannya salah. Sehingga guru menghindari kritik kepada siswa dan tugas mereka.
3. Pengembangan Pengajaran yang Tepat
Guru memberikan tugas-tugas pada tingkat kesulitan yang layak bagi setiap siswa. Sehingga siswa dapat diberikan nilai tinggi terhadap jawaban yang benar dari tugas dan pertanyaan guru.
Siswa dapat melakukan setiap tugas dengan sedikit kesalahan. Sehingga guru dan murid berinteraksi sangat positif yang berhubungan dengan tugas pengajaran.
4. Suasana Pengajaran yang Kondusif
Guru melakukan penanganan yang mendukung ketimbang menuduh. Sehingga siswa percaya pada guru dan mau meminta bantuan.
Guru merespon dengan perhatian dan pemahaman kepada siswa yang mempunyai tingkat kemampuan lebih rendah. Sehingga rasa percaya diri siswa terhadap kemampuan dalam belajar meningkat.
Guru lebih mendukung bila siswa mempunyai suatu masalah pembelajaran. Tingkat dan kualitas proses pembelajaran siswa menjadi kokoh.
Berikut ini adalah strategi-strategi tambahan yang perlu diperhatikan: Jeanne, Ellis, Ormrod, Psikologi Pendidikan Membantu Siswa Tumbuh dan Berkembang, (Bandung: Erlangga, 2008), hal. 250.

1). Berikan instruksi secara perlahan lahan untuk memastikan mereka dapat mengikuti materi disampaikan.
2). Jelaskan tugas-tugas secara konkrit, spesifik, dan lengkap.
3). Gunakan scaffolding yang memadai untuk mendorong perhatian dan proses-proses kognitif efektif yang lain.
4). Masukkan keterampilan kejuruan dan keterampilan hidup yang umum kedalam kurikulum.
Anak tunagrahita di Indonesia telah diberi berbagai layanan pendidikan yang disediakan agar anak tunagrahita bisa mendapatkan pendidikan seperti halnya anak pada umumnya. Ada berbagai macam layanan pendidikan bagi anak tunagrahita saat ini, contohnya SLB C, sekolah inklusif dan masih banyak lagi. Di Indonesia pendidikan inklusif atau menuju inklusif pun terus digencarkan, setidaknya mulai 2001. Pendidikan inklusi telah menjadi program Direktorat Pendidikan Luar Biasa yang bertugas untuk mengatur pelaksanaan pendidikan luar biasa tidak hanya di SLB, di sekolah reguler pun diterapkan. Salah satu tujuannya untuk membekali para guru di semua sekolah reguler dengan pengetahuan dan keterampilan layanan bagi anak berkebutuhan khusus. Beberapa sekolah baik itu SD, SMP, dan SMA reguler telah ditunjuk untuk menjadi sekolah penyelenggara pendidikan inklusif. Walaupun dalam pelaksanaannya masih terdapat hambatan.
 













BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hakikat dari anak tunagrahita adalah anak yang mengalami hambatan dan keterbelakangan mental, jauh di bawah rata-rata yang ditandai oleh keterbatasan intelejensi dan ketidak cakapan dalam interaksi social sehingga untuk meniti tugas perkembangannya memerlukan bantuan atau layanan secara spesifik, termasuk dalam program pendidikannya. Karakteristik anak tunagrahita terbagi menjadi tiga macam, yaitu: tunagrahita rendah, tunagrahita sedang, dan tunagrahita berat.
Ada berbagai macam layanan yang dapat diberikan bagi anak tunagrahita, diantaranya yaitu:
1. Kelas Transisi
2. Sekolah Khusus (Sekolah Luar Biasa bagian C dan C1/SLB-C,C1)
3. Pendidikan Terpadu
4. Program sekolah di rumah
5. Pendidikan Inklusif
6. Panti (Griya) Rehabilitasi
Di indonesia pendidikan khusus yang ditujukan bagi anak tunagrahita sudah banyak tersedia di berbagai tempat. Terutama sekolah-sekolah inklusif yang mulai digencarkan mulai tahun 2001 dan saat ini telah dilakukan di seluruh indonesia.
B. Saran
Masyarakat sebaiknya diberi penyuluhan mengenai sekolah inklusif dan program layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus, sehingga orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus dapat memberikan anaknya terapi. Jadi anak-anak yang memerlukan pendidikan khusus seperti anak tunagrahita dapat mendapatkan pendidikan yang layak seperti anak pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA

Delphie, P, Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus (dalam Setting Pendidikan Inklusi). Bandung: PT. Refika Aditama, 2006.
Mumpuniarti, Penanganan Anak Tunagrahita (Kajian dari segi pendidikan Sosial Psikologi dan Tindak Lanjut Usia Dewasa). Yogyakarta: UNY Press, 2000.
Ormrod, Ellis, Jeanne, Psikologi Pendidikan Membantu Siswa Tumbuh dan Berkembang, Bandung: Erlangga, 2008.
Smith, David, Sekolah Inklusif: Konsep dan Penerapan Pembelajaran, Bandung: NUANSA, 2012.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar