Minggu, 30 Juli 2017

Manhan

Tambang Manhan/Mangan (Mg) Kliripan
Dusun yang terletak diantara diantara luas yang sebagian wilayahnya adalah lahan kosong yang ditumbuhi dengan pohon-pohon kayu, mulai dari jati, kelapa dan lain-lain. Hampir sebagian besar warga disana adalah petani dan buruh dalam mengerjakan lahan yang belum ada tanamannya. Dalam dusun tersebut ada terowongan yang sangat panjang hingga 160 meter yang bernama holiday, dan sebelah selatannya ada yang bernama suroto. Kedalaman. Di patuk tawing ada ikan besar yang dipercaya sebagai penjaga dari patuk tersebut dan beberapa wargapun sesekali ditemui oleh ikan tersebut. Lebar goa manhan tersebut 5 meter dengan ketinggian 1,5-2 meter, sedangkan ketebalan dari tambang tersebut adalah 60 cm.. Sejak zaman penjajahan sebenrnya sudah diketahui oleh beberapa penjajah namun dari pihak tersebut belum menggunakan dan mengolah lahan pertambangan tersebut hingga pada tahun 1950-an salah satu mandor yang berasal dari jakarta pun membuka pertambangan tersebut. Pada tahun 1964 setelah sekian lama tertutup akhirnya dibuka kembali oleh pihak ITB (Institut Teknologi Bandung) sebagai pengelola tambang tersebut selama beberapa waktu hingga 1965 pihak ITB pun memutuskan hubungan kerjanya dan pertambangan trsebut ditutup kembali. Menurut narasumber Mbah satimi dan Mbah Misoh hasil dari pertambangan tersebut biasaya dikirimkan ke Jakarta, Surabaya, Bandung, dan kota besar lain di Indonesia, namun kota yang paling sering dan paling banyak di kirim pertambangan adalah Surabaya sebab salah satu Pimpinan pegawai atau penambang yang paling terlama berasal dari Surabaya. Hasil tambang tersebut biasanya digunakan untk membuat isi bolpoin dan batu baterai yang dikelola oleh pabrik di luarkota. Sedangkan pegawainya berasal dari warga masyarakat kliripan dan sekitarnya dengan jumluah hingga +- 300 orang, dengan sistem penambangan setiap hari selama 24 ja bergilir mulai dari pagi sampai jam 2 siaang, lanjut sift jam 2 sampai jam 9 malam dan terakhir dari jam 9 malam hingga fajar menjulang. Dengan bayaran setiap bulan Rp. 17,’00-. Diantara nama-nama terowongan tambang tersebut adalah holiday, sunarto, rifin, TB, dll sesuai dengan pembuka lahan tambang tersebut. Hingga tahun 2017 diyakini pemilik dari goa tersebut adalah pak giri. Namun menurut Mbah Misoh pemilik tersebut ingin menjadikannya kembali sebagai tempat wisata dan bukan sebagai lahan pertambangan Mangan/Manhan lagi, dan rencana akan dibuka kembali setelah Bandara Pesawat Kulonprogo sudah dibangun dan diselesaikan.
Selain segi isi pertambangan dan folosofian Manhan tersebut, dari sisi religiusitas dan kerohanian goa tersebut banyak makhluk halus dan pertapa handal yang bercengkrama di goa tersebut, seperti Pak Ruwah dan Pak Mantan. Pak Ruwah merupakan salah satu warga yang mencoba untuk bertapa demi mendapatkan pusaka keris di sebelah selatan goa manhan tersebut dan gagal dalam pertapaan dengan menghasilkan besi sebesar jempol manusia, usai pertapaan tersebut ternyata pak ruwah menjadi seorang pandai besi terkenal dengan hasil karyanya yakni peralatan seperti keris, pedang, belati, parang, dan bendo (parang jawa). Lain hal dengan Mbah mantan yang menurut cerita beliau tidaklah gagal dalam bertapa untuk mendapatkan pusaka keris sumur pertambangan tersebut, beliau berhasil mendapatkan pusaka yang bernama keris ulo welang. Berdasarkan narasumber dijelaskan jika syarat untuk mendapatkan pusaka terebut saat itu ada dengan menyembah/sujud pada keris tersebut sebanyak tiga kali. Kemudian keris tersebut dapat bermanfaat untuk menyembuhkan penyakit warga sekitar kliripan tersebut dan dilanjutkan oleh keturunan Mbah Mantan hingga saat ini. Walau sebagian pusaka sudah terambil dan kini disimpan di keraton Ngayogyokarto namun diyakini sekarang pusaka yang sama masih ada dan bahkan lebih kuat dari keris ulo weleng sebab ia merupakan pasangan antara keris yang berada di goa tersbut berjenis laki-laki sedang pasangan perempuannya berada di laut selatan. Tempat penambangan manhan tersebut sejak zaman belanda ternyata sudah ada dan sebagian sudah dikelolanya, dengan bentuk lokasinya seperti sumur air pada umumnya tegak lurus, namun sejak tahun 70an bentuk lokasi semakin berubah dengan bentuk sumur yang agak sedikit miring dan menyender dengan tujuan lebih mudah untuk dijangkau oleh para penambang masyarakat yang turut serta dalam rangka penambangan manhan tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar