Tambang Manhan/Mangan (Mg)
Kliripan
Dusun yang terletak diantara diantara
luas yang sebagian wilayahnya adalah lahan kosong yang ditumbuhi
dengan pohon-pohon kayu, mulai dari jati, kelapa dan lain-lain.
Hampir sebagian besar warga disana adalah petani dan buruh dalam
mengerjakan lahan yang belum ada tanamannya. Dalam dusun tersebut ada
terowongan yang sangat panjang hingga 160 meter yang bernama holiday,
dan sebelah selatannya ada yang bernama suroto. Kedalaman. Di patuk
tawing ada ikan besar yang dipercaya sebagai penjaga dari patuk
tersebut dan beberapa wargapun sesekali ditemui oleh ikan tersebut.
Lebar goa manhan tersebut 5 meter dengan ketinggian 1,5-2 meter,
sedangkan ketebalan dari tambang tersebut adalah 60 cm.. Sejak zaman
penjajahan sebenrnya sudah diketahui oleh beberapa penjajah namun
dari pihak tersebut belum menggunakan dan mengolah lahan pertambangan
tersebut hingga pada tahun 1950-an salah satu mandor yang berasal
dari jakarta pun membuka pertambangan tersebut. Pada tahun 1964
setelah sekian lama tertutup akhirnya dibuka kembali oleh pihak ITB
(Institut Teknologi Bandung) sebagai pengelola tambang tersebut
selama beberapa waktu hingga 1965 pihak ITB pun memutuskan hubungan
kerjanya dan pertambangan trsebut ditutup kembali. Menurut narasumber
Mbah satimi dan Mbah Misoh hasil dari pertambangan tersebut biasaya
dikirimkan ke Jakarta, Surabaya, Bandung, dan kota besar lain di
Indonesia, namun kota yang paling sering dan paling banyak di kirim
pertambangan adalah Surabaya sebab salah satu Pimpinan pegawai atau
penambang yang paling terlama berasal dari Surabaya. Hasil tambang
tersebut biasanya digunakan untk membuat isi bolpoin dan batu baterai
yang dikelola oleh pabrik di luarkota. Sedangkan pegawainya berasal
dari warga masyarakat kliripan dan sekitarnya dengan jumluah hingga
+- 300 orang, dengan sistem penambangan setiap hari selama 24 ja
bergilir mulai dari pagi sampai jam 2 siaang, lanjut sift jam 2
sampai jam 9 malam dan terakhir dari jam 9 malam hingga fajar
menjulang. Dengan bayaran setiap bulan Rp. 17,’00-. Diantara
nama-nama terowongan tambang tersebut adalah holiday, sunarto, rifin,
TB, dll sesuai dengan pembuka lahan tambang tersebut. Hingga tahun
2017 diyakini pemilik dari goa tersebut adalah pak giri. Namun
menurut Mbah Misoh pemilik tersebut ingin menjadikannya kembali
sebagai tempat wisata dan bukan sebagai lahan pertambangan
Mangan/Manhan lagi, dan rencana akan dibuka kembali setelah Bandara
Pesawat Kulonprogo sudah dibangun dan diselesaikan.
Selain segi isi pertambangan dan
folosofian Manhan tersebut, dari sisi religiusitas dan kerohanian goa
tersebut banyak makhluk halus dan pertapa handal yang bercengkrama di
goa tersebut, seperti Pak Ruwah dan Pak Mantan. Pak Ruwah merupakan
salah satu warga yang mencoba untuk bertapa demi mendapatkan pusaka
keris di sebelah selatan goa manhan tersebut dan gagal dalam
pertapaan dengan menghasilkan besi sebesar jempol manusia, usai
pertapaan tersebut ternyata pak ruwah menjadi seorang pandai besi
terkenal dengan hasil karyanya yakni peralatan seperti keris, pedang,
belati, parang, dan bendo
(parang jawa). Lain hal dengan Mbah mantan yang menurut cerita beliau
tidaklah gagal dalam bertapa untuk mendapatkan pusaka keris sumur
pertambangan tersebut, beliau berhasil mendapatkan pusaka yang
bernama keris
ulo welang.
Berdasarkan narasumber dijelaskan jika syarat untuk mendapatkan
pusaka terebut saat itu ada dengan menyembah/sujud pada keris
tersebut sebanyak tiga kali. Kemudian keris tersebut dapat bermanfaat
untuk menyembuhkan penyakit warga sekitar kliripan tersebut dan
dilanjutkan oleh keturunan Mbah Mantan hingga saat ini. Walau
sebagian pusaka sudah terambil dan kini disimpan di keraton
Ngayogyokarto namun diyakini sekarang pusaka yang sama masih ada dan
bahkan lebih kuat dari keris ulo weleng sebab ia merupakan pasangan
antara keris yang berada di goa tersbut berjenis laki-laki sedang
pasangan perempuannya berada di laut selatan. Tempat penambangan
manhan tersebut sejak zaman belanda ternyata sudah ada dan sebagian
sudah dikelolanya, dengan bentuk lokasinya seperti sumur air pada
umumnya tegak lurus, namun sejak tahun 70an bentuk lokasi semakin
berubah dengan bentuk sumur yang agak sedikit miring dan menyender
dengan tujuan lebih mudah untuk dijangkau oleh para penambang
masyarakat yang turut serta dalam rangka penambangan manhan tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar