Sabtu, 02 Mei 2020

Pintu Pejuang Kehidupan

           Dua tahun silam lamanya tepat dihari yang berbeda Rabu 03 Mei 2018 para calon pendidik dilahirkan dari proses pendidikan yang mereka jalankan, dari kepahitan dan kemanisan sungguh dirasakan saat proses perjalanan, bahkan saat keterpojokkan sudah melambaikan tangan maka mereka hanya sekejap mengheningkan badan tuk seraya berdoa kepada Tuhan dengan harapan langkahnya bisa berjalan dengan sesuai kalender pendidikan bukan keinginan walau sebenarnya dalam nurani banyak keinginan yang patut diwujudkan. Ada diantara mereka yang dulunya berteman lalu bermusuhan dan akhirnya berteman kembali sebab tuntutan langkah yang dijalankan harus bersamaan tanpa menghilangkan rasa persaudaraan almamater dan kemanusiaan, ada yang mempersiapkan semuanya dengan berbulan-bulan, ada yang satu bulan, ada yang hanya mingguan dan bahkan ada pula yang hanya menyiapkan dengan waktu singkat sehari semalam dengan harapan tetap sama hasil yang diakhirkan.Memang sangatlah indah kala kita kembali mengenang perjuangan itu, walu kadang tertawa sendiri seraya menyesali di renggang waktu. Bahkan di moment itu sering ada yang menjadikannya seakan akan ada dua insan yang menyatu diatas tenda akademik yang terasa semu, semu dalam proses siring dengan prdebatan dan perbantaian akal pendapat yang bisa kala ada kata yang menyerbu tanpa mengacu, indah memang kalau dibayangkan jika iitu kebenaran namun lucu ketika mengenang semua itu hanya halu yang mennitik beratkan pihak satu tanpa ada pihak lain yang setuju. hingga pada akhirnya mereka yang lugu berangkat bergelut dalam waktu yang terrenggut oleh doktrin yang seakan guru itu manusia-manusia labil dari Nusantara penjuru kian berkembang dan menemukan jati yang satu dalam kurun waktu yang masing-masing punya tentu dan tepat jam tujuh mereka berkumpul dalam gedung satu mengikrarkan dirinya sebagai pendidik Bangsa yang tak boleh menyia-nyiakan tanggungjawab kedepan dan mulut tepat usai lebih dari jam tujuh merekapun berikrar sebagai calon pendidik Bangsa yang satu menjunjung tinggi nilai kebhinekaan tanpa memandang latar belakang kehidupan seraya berikrar penuh sumpah :
  1. Bertakwa kepada Allah swt, berbudi luhur, dan berakhlak mulia.
  2. Berbakti kepada rakyat Indonesia, setia dan taat kepada Agama, Nusa, dan Bangsa, mengutamakan kepentingan Negara dan Tanah Air di atas kepentingan daerah, aliran, dan golongan, serta menjunjung tinggi perikemanusiaan.
  3. Mendukung dan membela Negara Kesatuan Republik Indonesia, turut bertanggung jawab terhadap teuwujudnya masyarakat yang adil dan makmur, materiil dan spiritual.
  4. Selalu belajar dan mengembangkan ilmu pengetahuan untuk kemajuan agama, kebudayaan bangsa, dan peradaban umat manusia.
  5. Memelihara hubungan kekeluargaan dan menjunjung tinggi nama baik Almamater.
Sejak saat itulah beban moral dan perilaku mulai menempel pada pundak mereka untuk tak lagi membawa homogenitas pemberian tujuan kehidupan berbangsa dan bernegara.

           Pintu perjuangan tahap berikutnya mereka telah dibuka, mereka yang berjumlah genap bagai kesebelasan tim sepak bola, yang mana dulu mereka hanya berjuang untuk dirinya dan keluarga namin saat itu Negara dan Bangsa khususnya pendidikan mulai menjadi tanggungannya tanpa harus mengeluh dan kasar berkata kata lewat budaya juga kultur sosial yang terus wajib dijaga keabadiannya sepanjang masa. Namun yang tak banyak diketahui oleh masyarat diluar sana apakah mereka langsung bekerja dibidangnya atau diam menikmati pahitnya bisu badan yang terhempas kopi setiap jiwa dirundung perenungan, ? ya tentu saja memang susah tuk dijelaskannya tak banyak dari mereka yang hanya terdiam di kampung halamannya usai perayaan itu yang seolah olah mereka sudah menjadi titik terbaik kelas kehidupannya, mungkin ada juga yang langsung mengamalkan ilmunya sebab kala mereka berproses sudah membuka sendiri pintu perjuangan mereka masing-masing, namun bagi mereka yang hanya menikmati proses berjalannya ya bisa saja usai hari itu hanya menikmati kesibukan yang dirumah saja dengan keluarganya, lalu apakah mereka patut disalahkan ? tentu saja tidak sebab mereka pasti tahu mengapa bisa seperti itu bukan dikarenakan keinginannya namun sebab lapak dan output product yang kan diolah nya itui seakan tak seimbang ukurannya atau mungkin juga kesadaran jiwa masih dalam titik kejumudannya yang tak pernah mau tuk merubah budi pekertinya.

               Pintu-pintu perjuangan mereka tengah dimulai dan mereka pun tengah merelakan proses yang harus dijalankannya, sebagai penonton kita hanya bisa berdoa dan memohonkan pada Tuhan semoga mereka kan tetap istiqomah menjalani tanggungjawabnya dan ikhlas menempuh jalan hidupnya, hingga kemanfaatan dan keberkahan ilmu yang didatkan selama pendidikannya pun bisa menjadi tonggak perisai dalam perjuangan proses kehidupan yang dijalankannya, dan tentunya dengan menjadi pribadi yang berbudi, perilaku yang penuh hati, paras yang tak menggurui, teladan yang abadi,tutur kata yang tak terdholimi,juga ajaran yang kan membimbing generasi Bangsa yang senantiasa berpetilaku toleransi dan menjujnjung tinggi  harkat dan martabat Bumi Pertiwi.


Rabu 03 Mei 2018 hingga Minggu 03 Mei 2020










Tidak ada komentar:

Posting Komentar