- Tinjauan atau Pendahuluan (Fakta dan Problem Pendidikan Saat ini)
Pendidikan Akhlak merupakan
pendidikan mengenai dasar-dasar moral dan keutamaan perangai, tabiat,
yang harus dimiiki dan dijadikan kebiasaan anak-anak sejak mumayyiz
hingga mukallaf, pemuda yang mengarungi kehidupan. (Al ghazali, 1980:
174), sedangkan uswah tersendiri adal salah satu metode pendidikan
akhlak dengan teladan ataupun contoh. Uswah
dalam KBBI diartikan suatu teladan/contoh secara faktual bukan narasi
dan dilaksanakan secara continue kemudian ditirukan oleh setiap obyek
yang ditentukan yakni siswa-siswi yang berada di sekitarnya1.
Informasi tentang akhlak yang diperoleh oleh siswa melalui uswah yang
diperankan oleh para subyek pendidikan kemudian harapannya nilai yang
diterima oleh para siswa dapat diterapkan/diaplikasikan dalam setiap
kehidupan pribadi mereka baik dengan diri sendiri, teman, lingkungan,
keluarga maupun orang tua.
Faktanya di SDN Timbulharjo Bantul
Yogyakarta, interaksi siswa dengan kepala sekolah menunjukan setiap
pagi siswa berjabat tangan dengan kepala sekolah yang berdiri di
depan ruang guru. Ketika berjabat tangan dengan kepala sekolah, siswa
juga mengucapkan salam dan mencium tangan, selain itu ketika siswa
masuk ruang kepala sekolah siswa mengetuk pintu dan mengucapkan
salam, ketika sudah dipersilahkan masuk mereka masuk menemui kepala
sekolah mengatakan maksud tujuannya. Ketika berbicara dengan kepala
sekolah juga menggunakan bahasa indonesia yang baik dan benar dan
terkadang diselingi dengan bahasa jawa halus. Siswa berpamitan ketika
sudah selesai dan hendak meninggalkan kepala sekolah. Interaksi
antara siswa dengan guru dan karyawan ditunjukan dengan bersalaman
saat bertemu dengan mereka dan mengucapkan salam sambil mencium
tangan guru. Ketika sedang kegiatan belajar mengajar kemudian hendak
mendingkalkan kelas maka siswa berpamitan kepada guru yang sedang
mengajar. Pada akhirnya pelaksanaan pendidikan akhlak berbasis uswah
di SDN Timbulharjo sangat mendukung pelaksanaan tersebut dengan
memberikan teladan berankat lebih awal, pakaian rapih, bertutur kata
yang baik, dan menjadi teladan2.
Ada juga dalam sebuah video liputan 6 petang jakarta pada 11 oktober
20016 telah terjadi kenakalan remaja terkait seorang remaja yang
cemburu terhadap sahabatnya neka menyiksa dan mencoba membunuh namun
sahabatnya bisa menyelamatkan diri. Menurut kepala polisi trindade
(renata Vieirera) mereka semua adalah teman satu kelas dan
sahabatan, dan ada yang sudah berteman selama 10 tahun. Namun karena
cemburu melihat korban dianggap merebut kekasih, sehingga ia akhirnya
dianiaya oleh pelaku3
Selain itu ada jug beberapa sekolah
yang belum melaksanakan pendidikan akhlak sehingga mengakibatakan
adanya siswa yang menjangkit atau melakukan perbuatan abmoral dalam
berkehidupan bersama guru dan pegawai ataupun dengan masyarakat.
Apalagi sampai terjadinya perlawanan antara siswa dengan guru bahkan
terjadi perkelahian yang sangat memilukan. Sekitar tujuh tahun yang
lalu ada salah satu kelompok pelajar yang ditegur oleh seorang guru
BK disekolah sehingga mereka mereka diusik oleh guru tersebut,
akhirnya beberapa pelajar itu sepulang sekolah menghadang guru BK
tersebut dan memukuli guru BK akhirnya kakinya terluka dan tiak bisa
berjalan dengan normal dan kakinya pincang selama beberapa waktu
hingga kakinya sembuh baru penyelesaian dengan para siswa tersebut.
Selain itu empat tahun yang lalu ada salah satu SLTA di Jawa Tengah
ada kejadian yang hampir sama terjadi perkelahian antara guru dan
siswanya disekolah. Kasus ini terjadi berawal dari seorang siswa yang
terlambat kemudian oleh guru Bk yang sedang bertugas ia ditanya
beberapa hal yang mengakibatkan siswa tersebut tersinggung hingga
akhirnya siswa tersebut menjawab dengan perkataan yang tidak sopan
sehingga guru tersebut memukul siswa dan terjadi cekcok antara murid
dan guru tersebut hingga besok harinya siswa itu melaporkan kejadian
dan perbuatan gurunya tersebut ke kepolisian sehingga guru BK dibawa
ke kantor ppolisi untuk dilakukan penyelidikan sebab diduga telah
melakukan penganiayaan terhadap siswanya4.
Problem loral yang menjangkit tatana
kehidupan berbangsa dan negara merupakan bukti nyata gagalnya
pendidikan kita.sementara itu konsep pendidikan karakter di indonesia
yang sedang mengedepankan sebagai solusi pemecahan moral, selama ini
lebih banyak menjadi sebuah tema menghasilkan sebuah teori menurut
sebuah pihak tanpa disertai kesatuan landasan kefalsafahan yang
menjadi dasar pemikiran melihat relita tersebut Gitaliska tri arini
dalam skripsinya mencoba untuk meralisasikan kembali pemikiran
pendidikan karakter Ki Hajar Dewantara sebagai dasar konsep
pendidikan indonesia sesuai dengan budaya sendiri. Untuk memberi
bekal kuat dalam membangun karakter bangsa. Dalam penelitiannya ia
melakukan studi pustaka, analisis dan wawancara dengan pihak sekolah
dan melihat lapangan SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Taman Siswa. Ketika
dilapangan melihat realita yang tidak menggunakan konsep pendidikan
Ki Hajar para siswa masih ada yang kurang dalam penanaman akhlak dan
juga menghasilkan output pendidikan yang kurang dan bahkan tidak
berakhlak. Disisi lain ia melihat dan menemukan nilai-nilai
pendidikan karakterbangsa dalam setiap konsep pendidikan Ki Hajar
Dewantara yang masih relevan untuk terus dibinaserta strategi
penerapannya di sekolah. Dengan demikian hal tersebut bisa dijadikan
sebagai rujukan dalam rangka revitalisasi mencapai pendidikan
karakter bangsa5.
Oleh karenanya problem sekarang yang tengah dihadapi oleh bangsa ini
adalah terkait dengan akhlak yang masih sangat minim oleh para
pelajar dalam berperangai yang baik dan juga menghormati sesama
manusia dan warga negara. selain itu guru juga harus menanamkan nilai
akhlak dan memberikan teladan terhadap siswanya dalam kehidupan di
sekolah mereka tinggal.
Bahkan sampai di perguruan tinggupun
seorang dosen masih perlu menanamkan nilai akhlak dan teladan
terhadap mahasiswa, telebih Fakultasnya pendidikan perlu juga adanya
pembiasaan bagaimana dosen bergaul dan berkomunikasi ferbal dan
formal dengan mahasiswa, sehingga mahasiswanya memahami bahwasanya
kelak ketia mereka sudah menjadi bagian dari lembaga subyek
pendidikan juga harus berlaku sebagaimana apa yang telah dibiasakan
guru ataupun dosen sebagai produk manusia berpendidikan, sehigga,
semua dapat dilihat dilingkungan UIN Sunan Kalijaga seorang yang
diampu oleh seorang dosen juga secara tidak langsung dalam bergaul
sedikit demi sedikit dengan bagaimana masing-masing dosen yang sering
bertemu dan berkomuni kasi formal dan nonformal bersamanya. Sehingga
kebiasan dan pembiasan oleh setiap lembaga dan subyek yang berada
didalamnya perlu melakukan hal yang demikian dalam rangka
penanggulangan dekadensi moral bangsa yang terus merambak ke wilayah
yang lebih sensitif dan terpencil dan tak terjangkau oleh sistem yang
berwenang6.
- Solusi Pendidikan/Praktik Pendidikan Masa Lalu
Salah satu tokoh pendidikan islam
yang sangat relevan dan koheren hingga berkat jasanya terlahirlah
organisasi masyarakat yang penuh tolerasni dan juga kesederhanaan
hidup. K.H Hasyim Asy’ary sosok yang sangt dikenal penjuru dunia
dan keilmuan yang sangat luar biasa, beliau dapat dijadikan sebagai
contoh bagi pelaksanaan pendidikan berakhlak dan teladan bagi setiap
murid-muridnya.
Sejak masa kanak-kanak K.H Hasyim
asy’ary sudah menunjukan sosok tanda-tanda kehebatan pemikirannya
dan selalu belajar serta belajar dalam setiap kesempatan hidupnya.
Latar belakang keluarga yang berbasis keagamaan belia turut melatar
belakangi beliau dalam berkepribadian dan juga berperilaku setiap
harinya, bahkan setiap kali hendak pergi dalam jarak yang dekat
selalu berpamitan kepada kedua orangtuanya sebagai perwujudan
kehormatan dan berbaakti terhadap orangtua. Sejak kecil hingga remaja
beliau sangat tinggi motivasinya untuk belajar dan nurut terhadap
orang tuanya, sampai suatu ketika berpamitan lepada ibunya untuk
menimba ilmu didaerah yang cukup jauh kemudian sang ibu menangis, dan
Kyai Hasyim kembali mengurungkan niatnya untuk belajar ke daerah
lain. Dan beliau baru pergi ketika ibu sudah mengijinkan dan
meridlhoi kepergiannya. Selama belajar ia selalu ta’dzhim terhadap
kyainya terebih saat ia belajar di pesantren kademangan milik K.H
Kholil Bangkalan disana Kyai hasyim ketika diperintah oleh sang kyai
selalu nurut dan menaati peraturan yang ada di pesntren tersebut
mulai dari yang opaling kecil hingga besar7.
Setelah pulang dari pondok pesantren
dan menikah dengan istrinya diberi pilihan untuk meneruskan ayahnya
di pesantren, namun kyai hasyim lebih memilih untuk pindah bersama
istrinya membangun rumah yang sangat sederhana di tanah keluarganya,
dan memulai membuka pengajian untuk masyarakat sekitar rumah kyi
hasyim tinggal. Awal pembukaan pengajiannya hanya dihadiri oleh
beberapa santri saja dibawah sepuluh anak sekitar. Disisi lain juga
banyak orang tua yang tidak mengijinkan anaknya untuk belajar
kepadanya. Dalam pengajaran pengajiannya Kyai Hasyim senantiasa
menanamkan nilai akhlak terpuji mulai menjalankan apa perintah Allah
SWT hingga patuh terhadap orang tuanya meskipun ia tau apa yang
dilakukan itu baik. Usai menjelaskan hak tersebut dihari berikutnya
santri yang datang semakin sedikit dan setelah ditelusuri kebanyakan
mereka tidak boleh berangkat mengaji ke Kyai Hasyim karena dilarang
oleh orang tuanya. Saat mendengar berita tersebut kyai hasyim
bukannya sedih akan tetapi merasa senang sebab santriuinya telah
menanamkan dan memanfaatkan apa yang diajarkan oleh beliau.8
Beriring dengan berjalannya waktu
pesantren kyai hasyim semakin berkembang dengan pesat berkat kesadarn
msyarakat sekitar dan santrinya juga semakin banyak. Sampai suatu
ketika pengajian subuh ada salah satu santri yang tidak ikut jamaah
dan pengajian tersebut dan kyai hasyim menyuruh salah satu santrinyan
untuk memanggil anak yang tidak jamaah, sesampai dihadapan bbeliau
santrinya kaget sebab bukan marahan yang didapatnya namun justru
salaman dan jabat tangan cukup lama sambil menasehati santrinya untuk
rajin jama’ah dan ngaji setiap harinya9.
Dalam pergerkan pendidikan nasional
ada salah seorang yang sangat terkenal dengan ciri khas pendidikannya
yaitu pola asuh dan kepemilikan dengan para muridnya ia adalah Ki
Hajar Dewantara, ia terkenal dengan seorang tokoh pendidikan yang
berneda dengan tokoh yang lain sebab ia emiliki kekhasan konsep
pendidikan yang disebut dengan sistem among dan berbasis budaya kita
sediri. Selama kehidupannya Kio hajar dewantara dalam mendidik dn
mengajar selalu mementikan pola asah asih asuh hingga pada akhirnya
beliau dapat mendirikan perguruan taman siswa di Yogyakarta. Dalam
pembelajaran di kelas Ki hajar dewantara tidak pernah berkata kata
yang buruk didepan muridnya dan selalu memberikan contoh dan juga
keteladanan baik dari pemahaman dan juga perilaku kehidupan10.
Dalam pembelajaran ditaman siswa ia selalu menerapkan sistem trilogi
sehingga dapat menciptakan output berkarakter, berikut triloginya;
- Ing Ngarsa Sung Tuladha ( Di Depan memberikan Keteladanan). Sebagai orang tu, guru atau sebagai pemimpin apapun, yng namanya anak, murid, bawahan pasti akan memperhatikan tingkah laku orang tua, guru, ataupun pimpinannya.
- Ing Madya Mangun Karsa (Di Pertengahan Memberikan Semangat). Dalam pergaulan sehari-hari ketika kita melihat anak-anak ataupun murid melakukan hal yang benar merekawajib diberikan semangat/dorongan dalam rangka kepedulian terhadap mereka yang telah melakukan hal benar. Mereka perlu diberi semangat dalam menjalani keewajibannya.
- Tut Wuri Handayani (Di Belakang Memberi Dukungan). Anak-anak/murid yang mulaipercaya diri untuk didorong untukberada di depan. Orang tua/gurupun penting dan perlu memberikan dukungan dari belakang. Sudah saatnya yang sepuh memberikan kesempatan kepada yang muda untuk bisa berkiprah didepan meneruskan perjuangan para sepuh, dengan demikian pendidikan bisa dikatakan sudah mencapai keberhasilan sebab dapat membina generasi penerusnya11.
Dari beberpa yang difikirka oleh
Kihajar Dewantara adalah beliau selalu menekanankan pelaksanan
pendidikan dengan tiga sistem tersebut dan juga rasa kepemilikan
terhadap siswa-ssiswanya sebagai orang tua dan bukan orang lain
sehingga ia akan terus menerus mendidik dan mengajarkan tanpa henti
kepada para siswa-siswanya12
- Solusi yang ditawarkan
Terkait solusi yang ditawarka oleh
penulis adalah dengan merubah mindsat pendidik untuk memiliki rasa
kepemilikin terhadap obyekl pendidikan dan juga memeberikan teladan
yang baik kepada para muridnya, dan mengembalikan sisten pendidikan
lama yang dulu sempat menjadi cita-cita pendidikan bangsa indonesia
yang kini sudah mulai hilang ditelan masa, sebab berdasarkan realita
sekarang sistem tersebut masih sangat relevan untuk bisa diterapkan
dna juga dikembangkan lebih jauh lagi sesuai dengan adat dan budaya
masyarakat dan bsngsa indonesia
- Daftar Pustaka
Arifudin,
Fatah,
Konsep Pendidikan yang Memerdekakan Siswa Menurut Ki Hajar Dewantara,
Skripsi,
FITK UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2013
Hanani,
Silfia, Sosiologi
Pendidikan Keindonesiaan,
Yogyakarta: ArRuzzMedia, 2013
Rahardjo,
Suparto,
Ki Hajar Dewantara Biografi Singkat 1889-1959,
Yogyakarta: Garasi, 2009.
Samho,
Bartolomeus, Visi
Pendidikan Ki Hajar Dewantara,
Yogyakarta: Kanisius, 2013
Tri
arini, Gitaliska..
“Revitalisasi
Pemikiran Ki Hajar Dewamtara Untuk Pendidikan Karaktar Bangsa”.
Skripsi
Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga: 2012
Misrawi,
Zuhairi. Hadratussyaikh
Hasyim Asy’ari Moderasi, Keumatan, dan Kebangsaan,
Yogyakarta: Kompas, 2010
1
Departemen Pndidikan dan Kebudayaan, KBBI
,(jakarta:balaipustaka,1995) edisi 2cet. Ke 4 hal.129
2 Moh.
Soffannuri , Jurnal Pendidikan Guru
Sekolah Dasar Edisi 2mtahun ke-5 2016
, hal. 133-134
3 Liputan
6 explore
4 SLTP
dan SLTA di Jawa Tengah
5 GitaliskaTriarini,
Revitalisasi Pemikiran
Ki HajarDewantara untuk Pendidikan Karakter Bangsa,
skripsi,(Universitas
Kristen Satya Wacana,Salatiga:2012) hal. xii
6 Fakultas
Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2014-2016
7
Zuhairi Misrawi,Hadratussyaikh
Hasyim Asy’ari Moderasi, Keumatan, dan Kebangsaan,
(Yogyakarta;Kompas,2010),hal24-130
8 Ibid
9 Ibid
10
M.Said Reksohadiprojo, taman
Siswa dan Alam Gagasannya, Dalam 50
Tahun Taman Siswa,
(Yogyakarta: MLPTS, 1976),
11
Suparto Rahardjo, Ki
Hajar Dewantara Biografi Singkat 1889-1959,
(Yogyakarta: Garasi, 2009), hal. 74
12
Ibid
Tidak ada komentar:
Posting Komentar