Kamis, 12 Mei 2022

Pembinaan Akhlak

 

Membina Akhlak Dalalm Bingkai Keanekaragaman

Manusia diciptakan oleh Allah SWT dengan keadaan dan bentuk jasad yang berbeda baik dalam rupa atau keruhaniannya atau bahkan tentang keberagaman latar belakang masyarakat dan keluarganya, akan tetapi perwujudan itu diadakan oleh Yang Maha Ada bukan dengan maksud untuk saling menjatuhkan dan merendahkan namun dengan tujuan agar manusia itu bisa saling mengenali dan memahami sehingga mereka bisa memposisikan diri dalam perilaku atau bahkan berkomunikasi setiap hari.

Dalam menerima dan memperlakukan manusia, setiap pribadi harus dibiasakan dan diberikan teladan / contoh perilaku yang bersifat continue atau terus menerus dengan selalu menempatkan dirinya sendiri merasa membutuhan terhadap pribadi diluar dirinya. Pembinaan ini bersifat end to end atau hanya mereka yang dibina dan yag membina saja yang mengetahuinya agar benar-benar focus arah dan tujuannya sehingga ketika laku yang continue itu dirujuk pada pendasaran perilaku bisa sesuai tanpa menimbulkan seteru. Hal ini mendasar pada maksud dari akhlak yang disebutkan خلق dengan arti perangai, watak dasar, kebiasaan, tingkah laku/perilaku, atau sering dinisbatkan dengan akhlakul karimah atau budi pekerti.[1] Hal ini yang mendasari bahwasanya akhlak merupakan sifat dasar yang berasal dari kebiasaan sehari-hari manusia sebagai proses pembentukan karakter atau kepriadian yang pada akhirnya tidak ada pertimbangan kembali dalam melakuannya sebab sudah diyakini kebenarannya dari naluri yang dibentuk dan dibiasakan setiapp harinya, baik dengan output yang baik atau buruk sebab sudah terbentuk dalam diiri manusia tersebut.[2] Sebab akhlak yang asli dalam dirinya meman tidak bisa terbentuk secara spontan dan tiba-tiba melainkan harus melalui proses dan pembiasaan setiap hari dengan pembinaan tiada henti.

Pada sisi lain manusia sebagai sifat dasar dari Tuhan yang menciptakan penuh dengan keaneka ragaman dan perbedaan yang sangat kompleks atau bahkan sangat menonjol dan sensitive dibicarakannya, secara naluri menuntut manusia untuk bisa erdas dalam berperilaku dan kecerdasan perilaku tersebut secara spontan akan tumbuh ketika mereka benar-benar sudah tertancap perangai yang baik dalam dirinya. Meski memang terkadang yang membicarakan pun merasa diruikan dalam penyampaian sebab pengalaman yang tidak sesuai dengan apa yang disampaikannya namun jika memang itu kebenarannya maka harus disampaikan adanya.

Dengan bingkai atau wadah keanekaragaman inilah yang seharusnya menjadi titik dasar penghargaan manusia terhadap satu pribadi yang menjalani ataupun yang memberikan kospensasi atau menilai kebenaran laku dalam pembinaan diri, sebab adanya ketidak sesuaian yang sekarang oleh diri sebenarnya menjadi jalan yang sedangg ditempuh dalam mengembangkan prbadi yang lebih baik dan benar lagi, sedang  mereka yang memandatkan pribadinya pada pola pembinaan yang dijalankan tak sepantasnya memberikan hujatan atau penghakiman balaka namun harus memberikan penngertian pada yang bersangkutan tentang sebenarnya yang sedang dilakukan.

Pada kesadaran inilah manusia bisa membentuk pribadi yang lebih baik lagi sesuai dengan karakter akhlak yang sampai pada derajat karimah sebab diantara mereka saling menghargai dan mengerti. Dan yang palng penting adalah bisa saling menjaga lakunya sesuai dengan keyakinan yang dijalani selama ini tanpa hujatan atau bully ketika meembbersamai mereka dalam prosesnya sehingga wujud perbedaa yang dimiliki benar-benar dihargai tanpa membentrokan keanekaragaman yang dijadikan wadah dalam membentuk pribadi. Dengan kunci utama pembiasaan, penjagaan, serta penghindaran masalah kepribadian dalam menjalankan.



[1] Jamil Shaliba, al Mu’jam al Falsafi , Juz I, hlm. 539

[2] DR. H. M. Hamdan Rasyid, MA, Akhlak Santri, Ulama (kyai/guru) & Wali Santri), hlm 8-10

Tidak ada komentar:

Posting Komentar