Kesatuan Hidup Manusia
(Pesan KH Ahmad Dahlan yang Dipublikasikan oleh HB. Muhammadiyah
Majlis Taman Pustaka, 1923)
Pengetahuan
tentang kesatuan hidup manusia adalah sebuah pengetahuan yang amat besar yang
meliputi bumi dan meliputi kemanusiaan. Oleh karena itu hendaknya para pembaca
memperhatikannya secara cermat, memikirkan secara serius dan jangan
tergesa-gesa.
Untuk memimpin
kehidupan seharusnya mempergunakan satu metode kepemimpinan yaitu Al-Qur’an.
Manusia seluruhnya harus bersatu hati, karena :
1. Meskipun manusia memiliki kebangsaan yang berbeda-beda,
sesungguhnya nenek moyang mereka adalah satu, yaitu Nabi Adam dan satu darah
daging.
2. Agar supaya dengan bersatu hati itu manusia dapat hidup senang
secara bersama di dunia.
Apabila manusia
mengabaikan prinsip kesatuan tersebut, maka mereka akan menjadi hancur dan
menghancurkan. Dan ini adalah suatu kenyataan yang tak terhindarkan dan tidak
dapat dibantah. Hendaknya para pemimpin memikirkan secara sungguh-sungguh.
Dari waktu
diutusnya para Rasul dan sahabatnya dan pemimpin kemajuan pada zaman dulu
dahulu sampai sekarang sudah cukup lama para pemimpin bekerja. Mereka terdiri
dari sebagian yang pernah memperoleh pendidikan tinggi, sebagian dari mereka
adalah orang yang ternama, namun diantara mereka belum dapat bersatu hati.
Jangan para
pemimpin terkejut, cobalah perhatikan keadaan di sekitar, tidakkah terlihat
suatu kekacauan? Saya tidak melihat sebuah bangsa, namun bangsa-bangsa lain pun
tidak ada yang bersatu hati. Kenyataan ini sesungguhnya memang terasa tidak
enak namun juga berbahaya.
Apakah sebenarnya yang menjadi sebabnya?
Keadaan yang demikian itu disebabkan oleh :
1. Para pemimpin belum bersatu hati. Yang satu mengabaikan yang
lain, saling bertentangan pendapat dan pengetahuan padahal pengetahuan para
pemimpin itu masih kurang. Karena kekurangan pengetahuan itu menjadikan
seseorang berpikiran sempit. Sesungguhnya para pemimpin itu seolah masih
meraba-raba dalam perdebatan diantara mereka menyebabkan kerusakan.
2. Para pemimpin belum memimpin dengan suatu tindakan dan perbuatan
akan tetapi kebanyakan hanya dengan suara saja.
Sesungguhnya hal yang demikian itu baru merupakan usaha mencari
memperhatikan tindakan atau perbuatan. Para pemimpin seperti itu sebagian
banyak hanya memerlukan suara agar tampak pendapatnya baik walaupun tindakannya
mengecewakan, rusak dan merusakkan. Sebenarnya orang yang demikian itu telah
dipermainkan oleh hawa nafsunya tanpa menyadari dan mengerti bahwa hawa nafsu
mengajak malas dan kikir apabila berhubungan dengan kewajiban, berbeda jika
berhadapan dengan kesenangan. Begitulah hawa nafu itu mempermainkan mereka
sehingga menyesatkan, menipu dan bohong.
Tidakkah hal yang demikian ini mengakibatkan kerusakan?
3. Sebagian besar pemimpin belum menaruh perhatian pada kebaikan
dan kesejahteraan manusia, akan tetapi baru memperhatikan kaum dan golongannya
sendiri bahkan badannya sendiri. Jika badannya sudah memperoleh kesenangan
mereka merasa berpahala dan seolah telah sampai pada tujuan dan maksud.
Hal yang demikian itu sudah banyak terjadi dan terlihat buruknya
yang akhirnya menyebabkan rusaknya perhimpunan dan kesatuan dan terpecahnya
yang dipimpin sebagaimana sebelum mendapatkan pimpinan.
Ummat menjadi kecewa kemudian mereka jera.
Jalan Menuju Persatuan Ummat
Para pemimpin harus mengerti benar tingkah laku, keadaan, adat
istiadat orang-orang yang dipimpinnya agar supaya mampu berbuat dengan
mengingat kemampuan sendiri tanpa harus tergesa-gesa serta memahami berbagai
hal yang dapat diterima dan ditolak oleh mereka. Jika hal di atas dapat
dipenuhi, dapatlah diharapkan tumbuhnya keadaan yang mengarah kepada
tercapainya “Kesatuan hati manusia”.
Sudah menjadi
kebiasaan manusia, akan menjadi gembira, apabila mereka dapat memahami,
melaksanakan sesuai dengan apa yang diajarkan oleh gurunya dan sejalan dengan
teman dan pikirannya sendiri dan hal yang demikian ini akan dipertahankan
erat-erat batin. Terlebih lagi jika hal itu sudah pula menjadi menganggap dan
percaya akan mendatangkan kebahagiaan dan yang menyalahinya akan memperoleh
kesengsaraan dan kecelakaan. Jika para pemimpin memperhatikan maka keadaan ini
tidak hanya terdapat dalam masyarakat Islam saja namun juga pada masyarakat
Budha, Kristen dan Yahudi.
Wahai para
pemimpin! Kebenaran itu hanyalah satu, maka bagaimanakah mendapatkan kebenaran
yang satu itu agar tidak mengakibatkan kebenaran yang satu itu agar tidak
mengakibatkan kesalahan di hadapan Allah Yang Maha Suci?
Disamping itu juga
telah menjadi kebiasaan manusia; merasa segan dan tidak mau menerima hal-hal
yang kelihatannya baru dan berbeda dengan apa yang sudah dijalani selama ini.
Karena mereka menyangka bahwa orang yang mengerjakan sesuatu yang baru tersebut
memperoleh kesenangan dan kebahagiaan, kecuali orang-orang yang benar-benar
berusaha menemukan hal-hal yang baik bagi sebagian besar orang mereka yang
selalu berfikir secara dalam dan luas.
Hal-hal seperti tersebut di atas jelas merupakan sesuatu yang tidak
baik, karena hanya berhukum kepada adat-kebiasaan dan adat-istiadat, padahal
adat-istiadat itu tidak boleh dijadikan dasar hukum yang sah dan sesuai dengan
hati yang suci.
Uraian seperti
tersebut diatas harus dipikirkan secara sungguh-sungguh mendalam, agar manusia
bersatu hati, karena kebahagiaan dan kecelakaan itu amat tergantung kepada
pemikiran dan kesatuan hati tersebut.
Oleh karena itu
saya sangat berharap agar supaya para pemimpin itu berusaha mempersatukan hati
manusia, karena sebelum semua manusia bersatu-hati sudah barang tentu para
pemimpin itu terlebih dahulu wajib bersatu-hati. Marilah para pemimpin untuk
segera membicarakan kebenaran (hak) tanpa memandang dan memilih bangsa. Dan
jangan sekali-kali puas dan putus asa sebelum menemukan kebenaran tersebut.
Dengan kebenaran yang kita temukan maka bukankah manusia lalu satu asasnya,
satu pengetahuannya dan satu tindakannya.
Secara ringkas dan
tegas, maka seluruh manusia harus bersatu hati mufakat yang disebabkan karena
segala pembicaraan memakai hukum yang sah dan hati yang suci, terus menerus
tanpa putus-asa sampai semua hati manusia bersatu. Namun demikian kenapa
manusia mengabaikan dan menolak kebenaran? Orang yang demikian, tiada lain oleh
karena disebabkan:
1. Sebagian besar karena bodoh.
2. Karena tidak cocok dengan orang yang membawa kebenaran.
3. Mempunyai kebiasaan sendiri sejak nenek moyangnya.
4. Merasa khawatir berpisah dari sanak saudara serta
teman-temannya.
5. Merasa khawatir kehilangan kemuliaan, pangkat, kebesaran,
kesenangan dan sebagainya.
Selanjutnya perlu
diperhatikan dan dipikirkan hal-hal sebagai berikut :
1. Manusia itu perlu dan harus beragama.
2. Agama itu pada mulanya bercahaya berkilauan, akan tetapi semakin
lama semakin suram. Namun yang suram bukanlah agamanya, akan tetapi orang yang
memeluk agama tersebut.
3. Manusia harus mengikuti aturan dan syarat yang sah yang sesuai
dengan akal pikiran yang suci, jangan membuat keputusan sendiri.
4. Manusia wajib mencari tambahnya ilmu pengetahuan, jangan
sekali-kali merasa telah cukup pengetahuannya, apalagi menolak pengetahuan
orang lain.
5. Manusia itu perlu dan wajib menjalankan dan melaksanakan
pengetahuannya yang utama, jangan hanya sekedar sebagai pengetahuan semata.
Jalan Mencapai Maksud dan Tujuan Manusia dan Makhluk
Semua makhluk itu mempunyai kehendak dan hajat, dan setiap kehendak
pasti ada maksud dan tujuannya, sedang untuk mencapainya pasti dan ada jalan.
Tuhan sesungguhnya telah menciptakan telah menciptakan dan
mengadakan masa (waktu) dan jalan untuk mencapai segala maksud dan tujuan semua
makhluk itu pasti dapat dicapai apabila menurut jalan dan waktunya. Sebab semua
keadaan dan kejadian itu adalah kehendak Allah. Dan Tuhan telah menyediakan
segala keadaan yang dimaksudkan manusia.
Sesungguhnya tidak
ada yang lain dari maksud dan kehendak manusia itu ialah menuju kepada
keselamatan dunia dan akhirat. Adapun jalan untuk mencapai maksud dan tujuan
manusia tersebut harus dengan mempergunakan akal yang sehat. Artinya ialah akal
yang tidak terkena bahaya. Adapun akal yang sehat itu ialah akal yang dapat
memilih segala hal yang cermat dan pertimbangan, kemudian memegang teguh hasil
pilihannya tersebut.
Adapun akal
manusia mempunyai watak dasar menerima segala pengetahuan, karena pengetahuan
bagi akal adalah merupakan kebutuhannya. Akal itu bagaikan sebuah biji atau
bibit yang terbenam dalam bumi, agar supaya bibit (akal) itu tumbuh dari bumi
dan kemudian menjadi pohon besar, harus disiangi, disiram secara terus menerus.
Demikian halnya juga dengan akal manusia, tidak akan tumbuh dan bertambah
sempurna apabila tidak disirami dengan pengetahuan. Akan tetapi segala usaha
menyiram akal dengan pengetahuan tersebut harus sejalan dengan kehendak Allah
Maha Kuasa.
Setinggi-tingginya
pendidikan akal ialah pendidikan dengan Ilmu Mantiq, suatu ilmu yang
membicarakan sesuatu yang cocok dengan kenyataan sesuatu itu. Dan ilmu tersebut
harus dipelajari. Sebab tidak ada manusia yang dapat mengetahui berbagai nama
dan bahasa jika tidak ada yang mengajarnya, demikian juga orang yang mengajar
itu mendapatkan ilmu dari guru mereka dan seterusnya.
Oleh karena itu
hal yang demikian itu memberikan petunjuk bahwa bagaimanapun pengetahuan
manusia itu hanya akan diperoleh jika mendapat petunjuk Allah Yang Mengetahui
dan Bijaksana.
Namun jika ada
seseorang manusia yang mempunyai pengetahuan lebih dari apa yang diterimanya
dari pengajaran yang diterimanya, adalah sesuatu yang langka bahkan mustahil.
Keadaan yang demikian itu bagaikan yang mendapatkan mata berlian diantara
lobang cincin dengan lobangnya. Oleh karena itu orang yang dapat berbicara
dengan tajam dan tapat adalah disebabkan karena banyaknya pengetahuan mereka.
Hal yang demikian itu bukanlah sesuatu yang mengherankan. Yang mengherankan
ialah adanya orang yang bisa menerima pimbicaraan orang lain yang baik,
kemudian membicarakan pembicaraan tersebut kepada orang-orang lain. Orang yang
demikian bukanlah orang yang lemah, walaupun sama sekali orang tersebut tidak
mampu menambah pembicaraan baik yang diterimanya dari orang lain. Sesungguhnya
tidak ada suatu perbuatan yang lebih baik dari pada orang lain yang mampu
menghidup-hidupkan perkataan orang yang bijaksana.
Selanjutnya, agar
akal manusia memperoleh kesempurnaan dan agar supaya tetap ada keadaannya
sebagai akal, harus memenuhi enam hal sebagai berikut :
1. Dalam memilih berbagai perkara harus dengan belas kasih. Sebab
manusia tidak akan sampai kepada derajad utama, jika tidak dengan belas kasih.
Karena watak dan sifat orang yang tidak memiliki belas kasih itu segala
perbuatannya didasarkan pada kesenangan, yang semakin lama semakin bosan lalu
menjadi sia-sia.
2. Bersungguh-sungguh dalam mencari, karena sesungguhnya segala
seuatu yang ditujukan kepada keutamaan dunia dan akhirat itu tidak akan
tercapai apabila tidak dengan daya pikir, ikhtiar, pengorbanan harta benda dan
dengan kekuatan pikiran.
3. Harus memilih secara jelas dan terang benderang. Sebab petunjuk
itu selalu berpasangan dengan kesesatan dan barang yang baik itu selalu
berbareng dengan barang yang buruk. Oleh karena itu banyak orang yang mencari
sesuatu lalu mendapatkan sesuatu yang sesungguhnya harus ditolak karena
bertentangan dengan kehendaknya semula, karena mencarinya sesuatu hanya dengan
ikut-ikutan tanpa mengetahui kenyataan yang sesungguhnya dan hanya mengikuti
adat-istiadat saja.
4. Harus beri’tikad baik dalam menetapkan piihan yang dicarinya dan
tetap teguh dalam hati, dan akhirnya pekerjaannyapun benar dan betul.
5. Harus dipelihara dengan baik barang yang telah diperolehnya,
karena manusia itu bersifat alpa dan lena.
6. Dapat menempatkan sesuatu pada tempatnya, karena segala
pengetahuan tidak akan bermanfaat apabila tidak dikerjakan sejalan dengan
keadaan.
Kebutuhan Yang Utama bagi Manusia
Sesungguhnya
manusia itu memiliki kebutuhan, sebab kehidupan di dunia ini tidak berada dalam
keadaan tercukupi dan atau sebaliknya, akan tetapi manusia dihidupkan dalam
keadaan butuh dan payah. Oleh karena itu manusia perlu mengerti secara benar
tempat kebutuhan tersebut.
Sesungguhnya
pengajaran yang berguna bagi akal manusia itu jauh lebih dibutuhkan oleh
manusia daripada makanan yang mengisi perutnya. Pengajaran bagi manusia akan
lebih cepat menambah besarnya akal dibandingkan dengan tambah besarnya badan
oleh makanan. Di samping itu sebenarnya mencari harta benda dunia itu lebih
payah daripada mencari pengetahuan yang berfaedah dan memperbaiki perbuatan
atau sikap dan tindakan. Karena sesungguhnya jika diteliti dan dipikirkan
dengan cermat kehidupan dan keberadaan manusia itu banyak yang “ngawur” dan buta-tuli
apabila dibandingkan dengan yang “setiti” dan hati-hati serta “mengerti”. Dan
orang yang “mengerti” itu sebenarnya lebih banyak dibanding dengan orang yang
menjalankan pengertiannya. Maka sesungguhnya orang yang akalnya sempurna harus
melihat posisi dirinya sendiri; dalam keadaan yang bagaimana dirinya itu?
Orang yang Berakal dan Perbedaan Orang Pintar dan Bodoh
Akal manusia
sesungguhnya satu ketika menghadapi bahaya. Dan jika manusia menghadapi keadaan
yang demikian itu maka sesungguhnya ia sudah memiliki perangkat untuk
menghadapinya ialah “hati yang suci”. Karena hati suci itu mempunyai sifat
dasar; tidak suka kepada keluhuran dunia. Oleh karena itu orang yang mempunyai
akal harus menjaga bahaya akal yang merusak kesucian hati.
Sesungguhnya tidak
ada gunanya pangkat yang tinggi kecuali dengan hati suci. Dan tidak ada manusia
yang dapat memperoleh keluhuran dunia dan akhirat kecuali mereka yang mempunyai
sifat budiman. Oleh karena itu barang siapa yang ingin memperoleh pangkat
budiman haruslah menempuh jalan yang budiman yaitu menahan dan mengalahkan hawa
nafsu itu tidak akan lengah dalam perkara keluhuran dunia yang dapat menyambung
kepada kehidupam akhirat. Dan segala perbuatan orang yang demikian itu
dilakukan dengan keteguhan hati tidak dikalahkan oleh kehendak mengenakkan dan
keinginan kesenangan dirinya sendiri saja.
Maka dari itu
jelaslah bahwa orang yang ingin memperoleh keluhuran dunia dan akhirat tidakkah
pantas apabila mengerjakan dan berusaha hanya secara serampangan dan dengan iri
hati. Dan berbeda dengan usaha untuk memperoleh keluhuran dunia semata yang
mungkin dapat diperoleh dengan usaha yang serampangan, bahkan banyak yang
berhasil hanya menuruti pendapatnya sendiri saja.
Antara pintar dan
bodoh sesungguhnya adalah sesuatu yang bertentangan dan berbeda, akan tetapi
kebanyakan manusia sama saja diantara pintar dan bodoh ialah selalu senang
kepada apa saja yang disetujuinya dan benci-sengit kepada yang tidak disetujui.
Dan sebenarnya apa yang dapat diputuskan oleh orang-orang pandai dan pintar,
dapat pula dilakukan oleh orang bodoh.
Maka orang yang
sempurna akalnya haruslah dapat membedakan antara pintar dan bodoh tersebut.
Sesungguhnya antara pintar dan bodoh tidak ada bedanya kecuali jika
dibandingkan dan dihadapkan kepada yang “benar” dan yang “salah”. Disana akan
terlihat kemantapan sikap orang yang pintar dan goyahnya sikap orang yang
bodoh.
Perbedaan antara pintar dan bodoh sesungguhnya ialah :
“Orang yang pintar itu mengerti sesuatu yang mendatangkan senang
dan susah, sedang orang bodoh itu tidak mengerti.
Orang yang pintar akan selalu berikhtiar dan berusaha mencari jalan
yang menghantarkan kepada kesenangan dan menghindarkan diri dari sesuatu
lingkungan yang mengarah kepada kesusahan dan penderitaan. Akan tetapi
sesungguhnya orang yang pintar yang melalaikan petunjuk Tuhan Allah dan tidak
ingat akan takut kepada Allah, lupa kepada ajakan nafsu, secara perlahan namun
pasti mereka akan terjerumus kedalam kesusahan dan kealpaan”.
(Dikutip dari album Muhammadiyah 1923, HB Muhammadiyah Majlis Taman
Pustaka Yogyakarta, “Tali pengikat hidup”. Judul sebagaimana tersebut diatas
dan redaksi kutipan ini diambil dari “PESAN-PESAN DUA PEMIMPIN BESAR ISLAM
INDONESIA; Kyai Haji Ahmad Dahlan dan Kyai Haji Hasyim Asys’ari”, Abdul Munir
Mulkhan, 1986, PT Persatuan, Yogyakarta).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar