Jumat, 25 Oktober 2019

Kesatuan Hidup


Kesatuan Hidup Manusia
(Pesan KH Ahmad Dahlan yang Dipublikasikan oleh HB. Muhammadiyah Majlis Taman Pustaka, 1923)
            Pengetahuan tentang kesatuan hidup manusia adalah sebuah pengetahuan yang amat besar yang meliputi bumi dan meliputi kemanusiaan. Oleh karena itu hendaknya para pembaca memperhatikannya secara cermat, memikirkan secara serius dan jangan tergesa-gesa.
            Untuk memimpin kehidupan seharusnya mempergunakan satu metode kepemimpinan yaitu Al-Qur’an.
Manusia seluruhnya harus bersatu hati, karena :
1. Meskipun manusia memiliki kebangsaan yang berbeda-beda, sesungguhnya nenek moyang mereka adalah satu, yaitu Nabi Adam dan satu darah daging.
2. Agar supaya dengan bersatu hati itu manusia dapat hidup senang secara bersama di dunia.
            Apabila manusia mengabaikan prinsip kesatuan tersebut, maka mereka akan menjadi hancur dan menghancurkan. Dan ini adalah suatu kenyataan yang tak terhindarkan dan tidak dapat dibantah. Hendaknya para pemimpin memikirkan secara sungguh-sungguh.
            Dari waktu diutusnya para Rasul dan sahabatnya dan pemimpin kemajuan pada zaman dulu dahulu sampai sekarang sudah cukup lama para pemimpin bekerja. Mereka terdiri dari sebagian yang pernah memperoleh pendidikan tinggi, sebagian dari mereka adalah orang yang ternama, namun diantara mereka belum dapat bersatu hati.
            Jangan para pemimpin terkejut, cobalah perhatikan keadaan di sekitar, tidakkah terlihat suatu kekacauan? Saya tidak melihat sebuah bangsa, namun bangsa-bangsa lain pun tidak ada yang bersatu hati. Kenyataan ini sesungguhnya memang terasa tidak enak namun juga berbahaya.
Apakah sebenarnya yang menjadi sebabnya?
Keadaan yang demikian itu disebabkan oleh :
1. Para pemimpin belum bersatu hati. Yang satu mengabaikan yang lain, saling bertentangan pendapat dan pengetahuan padahal pengetahuan para pemimpin itu masih kurang. Karena kekurangan pengetahuan itu menjadikan seseorang berpikiran sempit. Sesungguhnya para pemimpin itu seolah masih meraba-raba dalam perdebatan diantara mereka menyebabkan kerusakan.
2. Para pemimpin belum memimpin dengan suatu tindakan dan perbuatan akan tetapi kebanyakan hanya dengan suara saja.
Sesungguhnya hal yang demikian itu baru merupakan usaha mencari memperhatikan tindakan atau perbuatan. Para pemimpin seperti itu sebagian banyak hanya memerlukan suara agar tampak pendapatnya baik walaupun tindakannya mengecewakan, rusak dan merusakkan. Sebenarnya orang yang demikian itu telah dipermainkan oleh hawa nafsunya tanpa menyadari dan mengerti bahwa hawa nafsu mengajak malas dan kikir apabila berhubungan dengan kewajiban, berbeda jika berhadapan dengan kesenangan. Begitulah hawa nafu itu mempermainkan mereka sehingga menyesatkan, menipu dan bohong.
Tidakkah hal yang demikian ini mengakibatkan kerusakan?
3. Sebagian besar pemimpin belum menaruh perhatian pada kebaikan dan kesejahteraan manusia, akan tetapi baru memperhatikan kaum dan golongannya sendiri bahkan badannya sendiri. Jika badannya sudah memperoleh kesenangan mereka merasa berpahala dan seolah telah sampai pada tujuan dan maksud.
Hal yang demikian itu sudah banyak terjadi dan terlihat buruknya yang akhirnya menyebabkan rusaknya perhimpunan dan kesatuan dan terpecahnya yang dipimpin sebagaimana sebelum mendapatkan pimpinan.
Ummat menjadi kecewa kemudian mereka jera.
Jalan Menuju Persatuan Ummat
Para pemimpin harus mengerti benar tingkah laku, keadaan, adat istiadat orang-orang yang dipimpinnya agar supaya mampu berbuat dengan mengingat kemampuan sendiri tanpa harus tergesa-gesa serta memahami berbagai hal yang dapat diterima dan ditolak oleh mereka. Jika hal di atas dapat dipenuhi, dapatlah diharapkan tumbuhnya keadaan yang mengarah kepada tercapainya “Kesatuan hati manusia”.
            Sudah menjadi kebiasaan manusia, akan menjadi gembira, apabila mereka dapat memahami, melaksanakan sesuai dengan apa yang diajarkan oleh gurunya dan sejalan dengan teman dan pikirannya sendiri dan hal yang demikian ini akan dipertahankan erat-erat batin. Terlebih lagi jika hal itu sudah pula menjadi menganggap dan percaya akan mendatangkan kebahagiaan dan yang menyalahinya akan memperoleh kesengsaraan dan kecelakaan. Jika para pemimpin memperhatikan maka keadaan ini tidak hanya terdapat dalam masyarakat Islam saja namun juga pada masyarakat Budha, Kristen dan Yahudi.
            Wahai para pemimpin! Kebenaran itu hanyalah satu, maka bagaimanakah mendapatkan kebenaran yang satu itu agar tidak mengakibatkan kebenaran yang satu itu agar tidak mengakibatkan kesalahan di hadapan Allah Yang Maha Suci?
            Disamping itu juga telah menjadi kebiasaan manusia; merasa segan dan tidak mau menerima hal-hal yang kelihatannya baru dan berbeda dengan apa yang sudah dijalani selama ini. Karena mereka menyangka bahwa orang yang mengerjakan sesuatu yang baru tersebut memperoleh kesenangan dan kebahagiaan, kecuali orang-orang yang benar-benar berusaha menemukan hal-hal yang baik bagi sebagian besar orang mereka yang selalu berfikir secara dalam dan luas.
Hal-hal seperti tersebut di atas jelas merupakan sesuatu yang tidak baik, karena hanya berhukum kepada adat-kebiasaan dan adat-istiadat, padahal adat-istiadat itu tidak boleh dijadikan dasar hukum yang sah dan sesuai dengan hati yang suci.
            Uraian seperti tersebut diatas harus dipikirkan secara sungguh-sungguh mendalam, agar manusia bersatu hati, karena kebahagiaan dan kecelakaan itu amat tergantung kepada pemikiran dan kesatuan hati tersebut.
            Oleh karena itu saya sangat berharap agar supaya para pemimpin itu berusaha mempersatukan hati manusia, karena sebelum semua manusia bersatu-hati sudah barang tentu para pemimpin itu terlebih dahulu wajib bersatu-hati. Marilah para pemimpin untuk segera membicarakan kebenaran (hak) tanpa memandang dan memilih bangsa. Dan jangan sekali-kali puas dan putus asa sebelum menemukan kebenaran tersebut. Dengan kebenaran yang kita temukan maka bukankah manusia lalu satu asasnya, satu pengetahuannya dan satu tindakannya.
            Secara ringkas dan tegas, maka seluruh manusia harus bersatu hati mufakat yang disebabkan karena segala pembicaraan memakai hukum yang sah dan hati yang suci, terus menerus tanpa putus-asa sampai semua hati manusia bersatu. Namun demikian kenapa manusia mengabaikan dan menolak kebenaran? Orang yang demikian, tiada lain oleh karena disebabkan:
1. Sebagian besar karena bodoh.
2. Karena tidak cocok dengan orang yang membawa kebenaran.
3. Mempunyai kebiasaan sendiri sejak nenek moyangnya.
4. Merasa khawatir berpisah dari sanak saudara serta teman-temannya.
5. Merasa khawatir kehilangan kemuliaan, pangkat, kebesaran, kesenangan dan sebagainya.
            Selanjutnya perlu diperhatikan dan dipikirkan hal-hal sebagai berikut :
1. Manusia itu perlu dan harus beragama.
2. Agama itu pada mulanya bercahaya berkilauan, akan tetapi semakin lama semakin suram. Namun yang suram bukanlah agamanya, akan tetapi orang yang memeluk agama tersebut.
3. Manusia harus mengikuti aturan dan syarat yang sah yang sesuai dengan akal pikiran yang suci, jangan membuat keputusan sendiri.
4. Manusia wajib mencari tambahnya ilmu pengetahuan, jangan sekali-kali merasa telah cukup pengetahuannya, apalagi menolak pengetahuan orang lain.
5. Manusia itu perlu dan wajib menjalankan dan melaksanakan pengetahuannya yang utama, jangan hanya sekedar sebagai pengetahuan semata.
Jalan Mencapai Maksud dan Tujuan Manusia dan Makhluk
Semua makhluk itu mempunyai kehendak dan hajat, dan setiap kehendak pasti ada maksud dan tujuannya, sedang untuk mencapainya pasti dan ada jalan.
Tuhan sesungguhnya telah menciptakan telah menciptakan dan mengadakan masa (waktu) dan jalan untuk mencapai segala maksud dan tujuan semua makhluk itu pasti dapat dicapai apabila menurut jalan dan waktunya. Sebab semua keadaan dan kejadian itu adalah kehendak Allah. Dan Tuhan telah menyediakan segala keadaan yang dimaksudkan manusia.
            Sesungguhnya tidak ada yang lain dari maksud dan kehendak manusia itu ialah menuju kepada keselamatan dunia dan akhirat. Adapun jalan untuk mencapai maksud dan tujuan manusia tersebut harus dengan mempergunakan akal yang sehat. Artinya ialah akal yang tidak terkena bahaya. Adapun akal yang sehat itu ialah akal yang dapat memilih segala hal yang cermat dan pertimbangan, kemudian memegang teguh hasil pilihannya tersebut.
            Adapun akal manusia mempunyai watak dasar menerima segala pengetahuan, karena pengetahuan bagi akal adalah merupakan kebutuhannya. Akal itu bagaikan sebuah biji atau bibit yang terbenam dalam bumi, agar supaya bibit (akal) itu tumbuh dari bumi dan kemudian menjadi pohon besar, harus disiangi, disiram secara terus menerus. Demikian halnya juga dengan akal manusia, tidak akan tumbuh dan bertambah sempurna apabila tidak disirami dengan pengetahuan. Akan tetapi segala usaha menyiram akal dengan pengetahuan tersebut harus sejalan dengan kehendak Allah Maha Kuasa.
            Setinggi-tingginya pendidikan akal ialah pendidikan dengan Ilmu Mantiq, suatu ilmu yang membicarakan sesuatu yang cocok dengan kenyataan sesuatu itu. Dan ilmu tersebut harus dipelajari. Sebab tidak ada manusia yang dapat mengetahui berbagai nama dan bahasa jika tidak ada yang mengajarnya, demikian juga orang yang mengajar itu mendapatkan ilmu dari guru mereka dan seterusnya.
            Oleh karena itu hal yang demikian itu memberikan petunjuk bahwa bagaimanapun pengetahuan manusia itu hanya akan diperoleh jika mendapat petunjuk Allah Yang Mengetahui dan Bijaksana.
            Namun jika ada seseorang manusia yang mempunyai pengetahuan lebih dari apa yang diterimanya dari pengajaran yang diterimanya, adalah sesuatu yang langka bahkan mustahil. Keadaan yang demikian itu bagaikan yang mendapatkan mata berlian diantara lobang cincin dengan lobangnya. Oleh karena itu orang yang dapat berbicara dengan tajam dan tapat adalah disebabkan karena banyaknya pengetahuan mereka. Hal yang demikian itu bukanlah sesuatu yang mengherankan. Yang mengherankan ialah adanya orang yang bisa menerima pimbicaraan orang lain yang baik, kemudian membicarakan pembicaraan tersebut kepada orang-orang lain. Orang yang demikian bukanlah orang yang lemah, walaupun sama sekali orang tersebut tidak mampu menambah pembicaraan baik yang diterimanya dari orang lain. Sesungguhnya tidak ada suatu perbuatan yang lebih baik dari pada orang lain yang mampu menghidup-hidupkan perkataan orang yang bijaksana.
            Selanjutnya, agar akal manusia memperoleh kesempurnaan dan agar supaya tetap ada keadaannya sebagai akal, harus memenuhi enam hal sebagai berikut :
1. Dalam memilih berbagai perkara harus dengan belas kasih. Sebab manusia tidak akan sampai kepada derajad utama, jika tidak dengan belas kasih. Karena watak dan sifat orang yang tidak memiliki belas kasih itu segala perbuatannya didasarkan pada kesenangan, yang semakin lama semakin bosan lalu menjadi sia-sia.
2. Bersungguh-sungguh dalam mencari, karena sesungguhnya segala seuatu yang ditujukan kepada keutamaan dunia dan akhirat itu tidak akan tercapai apabila tidak dengan daya pikir, ikhtiar, pengorbanan harta benda dan dengan kekuatan pikiran.
3. Harus memilih secara jelas dan terang benderang. Sebab petunjuk itu selalu berpasangan dengan kesesatan dan barang yang baik itu selalu berbareng dengan barang yang buruk. Oleh karena itu banyak orang yang mencari sesuatu lalu mendapatkan sesuatu yang sesungguhnya harus ditolak karena bertentangan dengan kehendaknya semula, karena mencarinya sesuatu hanya dengan ikut-ikutan tanpa mengetahui kenyataan yang sesungguhnya dan hanya mengikuti adat-istiadat saja.
4. Harus beri’tikad baik dalam menetapkan piihan yang dicarinya dan tetap teguh dalam hati, dan akhirnya pekerjaannyapun benar dan betul.
5. Harus dipelihara dengan baik barang yang telah diperolehnya, karena manusia itu bersifat alpa dan lena.
6. Dapat menempatkan sesuatu pada tempatnya, karena segala pengetahuan tidak akan bermanfaat apabila tidak dikerjakan sejalan dengan keadaan.
Kebutuhan Yang Utama bagi Manusia
            Sesungguhnya manusia itu memiliki kebutuhan, sebab kehidupan di dunia ini tidak berada dalam keadaan tercukupi dan atau sebaliknya, akan tetapi manusia dihidupkan dalam keadaan butuh dan payah. Oleh karena itu manusia perlu mengerti secara benar tempat kebutuhan tersebut.
            Sesungguhnya pengajaran yang berguna bagi akal manusia itu jauh lebih dibutuhkan oleh manusia daripada makanan yang mengisi perutnya. Pengajaran bagi manusia akan lebih cepat menambah besarnya akal dibandingkan dengan tambah besarnya badan oleh makanan. Di samping itu sebenarnya mencari harta benda dunia itu lebih payah daripada mencari pengetahuan yang berfaedah dan memperbaiki perbuatan atau sikap dan tindakan. Karena sesungguhnya jika diteliti dan dipikirkan dengan cermat kehidupan dan keberadaan manusia itu banyak yang “ngawur” dan buta-tuli apabila dibandingkan dengan yang “setiti” dan hati-hati serta “mengerti”. Dan orang yang “mengerti” itu sebenarnya lebih banyak dibanding dengan orang yang menjalankan pengertiannya. Maka sesungguhnya orang yang akalnya sempurna harus melihat posisi dirinya sendiri; dalam keadaan yang bagaimana dirinya itu?
Orang yang Berakal dan Perbedaan Orang Pintar dan Bodoh
            Akal manusia sesungguhnya satu ketika menghadapi bahaya. Dan jika manusia menghadapi keadaan yang demikian itu maka sesungguhnya ia sudah memiliki perangkat untuk menghadapinya ialah “hati yang suci”. Karena hati suci itu mempunyai sifat dasar; tidak suka kepada keluhuran dunia. Oleh karena itu orang yang mempunyai akal harus menjaga bahaya akal yang merusak kesucian hati.
            Sesungguhnya tidak ada gunanya pangkat yang tinggi kecuali dengan hati suci. Dan tidak ada manusia yang dapat memperoleh keluhuran dunia dan akhirat kecuali mereka yang mempunyai sifat budiman. Oleh karena itu barang siapa yang ingin memperoleh pangkat budiman haruslah menempuh jalan yang budiman yaitu menahan dan mengalahkan hawa nafsu itu tidak akan lengah dalam perkara keluhuran dunia yang dapat menyambung kepada kehidupam akhirat. Dan segala perbuatan orang yang demikian itu dilakukan dengan keteguhan hati tidak dikalahkan oleh kehendak mengenakkan dan keinginan kesenangan dirinya sendiri saja.
            Maka dari itu jelaslah bahwa orang yang ingin memperoleh keluhuran dunia dan akhirat tidakkah pantas apabila mengerjakan dan berusaha hanya secara serampangan dan dengan iri hati. Dan berbeda dengan usaha untuk memperoleh keluhuran dunia semata yang mungkin dapat diperoleh dengan usaha yang serampangan, bahkan banyak yang berhasil hanya menuruti pendapatnya sendiri saja.
            Antara pintar dan bodoh sesungguhnya adalah sesuatu yang bertentangan dan berbeda, akan tetapi kebanyakan manusia sama saja diantara pintar dan bodoh ialah selalu senang kepada apa saja yang disetujuinya dan benci-sengit kepada yang tidak disetujui. Dan sebenarnya apa yang dapat diputuskan oleh orang-orang pandai dan pintar, dapat pula dilakukan oleh orang bodoh.
            Maka orang yang sempurna akalnya haruslah dapat membedakan antara pintar dan bodoh tersebut. Sesungguhnya antara pintar dan bodoh tidak ada bedanya kecuali jika dibandingkan dan dihadapkan kepada yang “benar” dan yang “salah”. Disana akan terlihat kemantapan sikap orang yang pintar dan goyahnya sikap orang yang bodoh.
Perbedaan antara pintar dan bodoh sesungguhnya ialah :
“Orang yang pintar itu mengerti sesuatu yang mendatangkan senang dan susah, sedang orang bodoh itu tidak mengerti.
Orang yang pintar akan selalu berikhtiar dan berusaha mencari jalan yang menghantarkan kepada kesenangan dan menghindarkan diri dari sesuatu lingkungan yang mengarah kepada kesusahan dan penderitaan. Akan tetapi sesungguhnya orang yang pintar yang melalaikan petunjuk Tuhan Allah dan tidak ingat akan takut kepada Allah, lupa kepada ajakan nafsu, secara perlahan namun pasti mereka akan terjerumus kedalam kesusahan dan kealpaan”.
(Dikutip dari album Muhammadiyah 1923, HB Muhammadiyah Majlis Taman Pustaka Yogyakarta, “Tali pengikat hidup”. Judul sebagaimana tersebut diatas dan redaksi kutipan ini diambil dari “PESAN-PESAN DUA PEMIMPIN BESAR ISLAM INDONESIA; Kyai Haji Ahmad Dahlan dan Kyai Haji Hasyim Asys’ari”, Abdul Munir Mulkhan, 1986, PT Persatuan, Yogyakarta).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar