Minggu, 27 Oktober 2019

Whats Democration ?


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Konsep demokrasi bukanlah hal yang baru. Bisa dikatakan bahwa konsep ini telah menjadi konsumsi publik sehari-hari layaknya kebutuhan primer. Demokrasi menjadi kata kunci untuk sebuah pranata dan peradaban sosial yang mapan. Demokrasi berarti mapan. Tidak demokrasi artinya tidak mapan.Sebuah analogi sederhana yang memiliki spektrum luas.Bahkan dewasa ini penerimaan demokrasi secara luas sebagai landasan legitimasi bagi tatanan politik merupakan fenomena zaman modern di seluruh dunia.[1]
Seiring berkembangnya zaman dan mulai memudarnya nilai-nilai keadilan menjadikan tidak sedikit dari oknum yang menuntut adanya kebebasan dalam mengekspresikan suara. Keberadaan mereka menunut dihargai sebab merekalah yang menjadikan suatu komunitas yang disebut masyarakat ada. Sehingga pada era ini tidak heran jika hampir disetiap orang dan komunitas terbesit oleh istilah demokrasi ketika sedang membicarakan tentang sistem pemerintahan di indonesia.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian demokrasi?
2.      Apa saja jenis-jenis demokrasi?
3.      Bagaimana sejarah dan perkembangan demokrasi?
4.      Apa prinsip-prinsip demokrasi di Indonesia?
5.      Bagaimana pilar-pilar demokrasi di Indonesia?
6.      Apa saja nilai-nilai demokrasi?
7.      Apa saja unsur pendukung tegaknya demokrasi?

C.     Tujuan
1.      Mengetahui pengertian demokrasi.
2.      Mengetahui jenis-jenis demokrasi.
3.      Mengetahui sejarah dan perkembangan demokrasi.
4.      Mengetahui prinsip-prinsip demokrasi di Indonesia.
5.      Mengetahui pilar-pilar demokrasi di Indonesia.
6.      Mengetahui nilai-nilai demokrasi.
7.      Mengetahui unsur pendukung tegaknya demokrasi.



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Demokrasi
Secara etimologis, demokrasi berasal dari kata Yunani “demos” berarti rakyat dan “kratos atau kratein” berarti kekuasaan atau berkuasa. Demokrasi dapat diterjemahkan “rakyat berkuasa” atau goverment or rule by the people (pemerintahan oleh rakyat). Dengan kata lain, demokrasi berarti pemerintahan yang dijalankan oleh rakyat baik secara langsung maupun tidak langsung (melalui perwakilan) setelah adanya pemilihan umum secara  langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil (luber jurdli). Dalam sistem demokrasi kekuasaan tertinggi berada ditangan rakyat. Secara singkat, demokrasi dapat diartikan, mengacu pada ucapan Abraham Lincolin, “the goverment from the people, by the people, and for the people” (suatu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat).[2]
Pengertian demokrasi secara istilah menurut para ahli, adalah sebagai berikut:[3]
1.      Joseph A. Shumpter
Demokrasi merupakan suatu perencanaan institusional untuk mencapai keputusan politik dimana individu-individu memperoleh kekuasaan untuk memutuskan cara perjuangan kompetitif atas suara rakyat.
2.      Sidney Hook
Demokrasi adalah bentuk pemerintahan dimana keputusan-keputusan pemerintahan yang penting secara langsung atau tidak langsung didasarkan pada kesepakatan mayoritas yang diberikan secara bebas dari rakyat dewasa.
3.      Henry B. Mayo
Demokrasi sebagai sistem politik merupakan suatu sistem yang menunjukan bahwa kebijakan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik
Demokrasi adalah bentuk pemerintahan dimana semua warga negaranya (rakyat) memiliki hak setara dalam pengambilan keputusan yang dapat mengubah hidup mereka. Demokrasi mengizinkan warga negara berpartisipasi baik secara langsung atau melalui perwakilan dalam perumusan, pengembangan, dan pembuatan hukum.[4]
Setelah memahami sedikit pemaparan diatas mengenai pengertian dari demokrasi, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian demokrasi dalam sisitem pemerintahan yaitu penekanan pada keberadaan kekuasaan di tangan rakyat, baik dalam pemeritahan maupun dalam penyelenggaraan negara, yang mencangkup tiga hal: pertama, pemerintah dari rakyat (government of the people); kedua, pemerintah oleh rakyat (government by people); ketiga, pemerintahan untuk rakyat (government for people).
B.     Jenis-Jenis Demokrasi
Demokrasi dapat dibedakan menjadi beberapa jenis berdasarkan berbagai aspek. Berikut jenis-jenis demokrasi yang ada di berbagai negara:
1.      Demokrasi berdasarkan cara penyampaian pendapat terbagi ke dalam
a.         Demokrasi langsung, dalam demokrasi langsung rakyat diikutsertakan dalam pengambilan keputusan untuk  menjalankan kebijakan pemerintahan.
b.        Demokrasi tidak langsung atau demokrasi perwakilan.  Dalam demokrasi ini, pengambilan keputusan dijalankan  oleh rakyat melalui wakil rakyat yang dipilihnya melalui Pemilu. Rakyat memilih wakilnya sendiri untuk membuat keputusan politik. Dengan kata lain, dalam demokrasi tidak langsung, aspirasi rakyat disalurkan melalui wakil-wakil rakyat duduk di lembaga perwakilan rakyat.
c.         Demokrasi perwakilan dengan sistem pengawasan langsung dari rakyat.Demokrasi ini merupakan campuran antara demokrasi langsung dengan demokrasi perwakilan. Rakyat memilih wakilnya untuk duduk didalam lembaga perwakilan rakyat, tetapi wakil rakyat dalam menjalankan tugasnya diawasi rakyat melalui raferendum dan inisiatif rakyat. Demokrasi ini antara lain dijalankan  di Swiss .
2.      Demokrasi berdasarkan titik perhatian atau perioritasnya terdiri dari :
a.         Demokrasi formal
Demokrasi ini secara hukum menempatkan semua orang dalam kedudukan yang sama dalam bidang politik, tanpa mengurangi kesenjangan ekonomi. Indifidu diberi kebebasan yang luas sehingga demokrasi ini disebut juga demokrasi liberal
b.        Demokrasi material
Demokrasi material memandang manusia mempunya kesamaan dalam bidang sosial-ekonomi sehingga persamaan bidang politik tidak menjadi prioritas.
c.         Demokrasi campuran
Demokrasi ini merupakan campuran dari kedua jenis demokrasi sebelumnya. Demokrasi ini berupa menciptakan kesejahteraan seluruh rakyat dengan menempatkan persamaan derajat dan hak setiap orang.
3.      Demokrasi dibagi berdasarkan prisip ideologi :
a.         Demokrasi liberal
Demokrasi ini memberikan kebebasan yang luas pada individu. Campur tangan pemeritah diminimalkan, bahkan ditolak. Tindakan sewenang-wenang pemerintah terhadap warganya dihindari. Pemerintah bertindak atas kostitusi (hukum dasar).
b.        Demokrasi rakyat atau demokrasi Proletar
Demokrasi ini bertujuan menyejahterakan rakyat. Negara yang dibentuk tidak mengenal perbedaan kelas. Semua warga negara mempunyai persamaan dalam hukum dan politik.
4.      Berdasarkan wewenang dan hubungan antara alat kelengkapan negara, demokrasi dibagi menjadi :
a.     Demokrasi sistem parlementer
Ciri-ciri pemerintahan parlementer antara lain :
1)       DPR lebih kuat dari pemerintah ;
2)      Menteri bertanggung jawab pada DPR;
3)      Program kebijaksanaan kabinet disesuaikan dengan tujuan politik anggota      parlemen;
4)      Kedudukan kepala negara sebagai simbol idak dapat diganggu gugat. Dapatkah anda memberi contoh, negara manakah yang menganut demokrasi parlementer?
b.    Demokrasi sistem pemisahan/pebagian kekuasaan (Presidensil).
Ciri-ciri pemerintahan yang menggunakan sistem presidensial adalah sebagai berikut :
1)       Negara dikepalai presiden ;
2)      Kekuasaan eksekutif presiden dijalankan berdasarkan kedaulatan yang dipilih dari dan oleh rakyat melalui badan perwakilan ;
3)      Presiden mempunya kekuasaan mengangkat dan memberhentikan menteri ;
4)      Menteri tidak bertanggung jawabkepada DPR, tetapi kepada presiden; serta
5)      Presiden dan DPR mempunya kedudukan yang sama sebagai lembaga negara, dan tidak dapat saling membubarkan.

C.    Sejarah dan Perkembangan Demokrasi
Pada awal sejarahnya demokrasi hanya dimengerti lewat model partisipasi politik langsung yag melibatkan seluruh warga yang sudah dewasa dalam suatu proses politik. Proses politik penataan kehidupan bersama ini dikelola secara bersama, dan inilah yang dinamakan oleh Aristoteles sebagai bentuk negara ideal “Politeia”, atau yang secara modern oleh Robert A. Dahl sebagai “Polyarchy”, sebagai ganti dari istilah yang kemudian lebih populer dengan sebutan demokrasi yang meluas. Jadi, cirri utama demokrasi purba itu adalah adanya pengelolaan bersama oleh seluruh warga polis (negara kota/ city state) yang jumlah penduduknya relative kecil.[5]
Sejarah dan Perkembangan Demokrasi di Barat
Konsep demokrasi semula lahir dari pemikiran mengeani hubungan negara dan hukum di Yunani Kuno dan dipraktekkan dalam hidup bernegara antara abad ke-6 SM sampai abad ke-4 M. Demokrasi yang dipraktekkan pada masa itu berbentuk demokrasi langsung artinya hak rakyat untuk membuat keputusan politik dijalankan secara langsung oleh seluruh warga negara berdasarkan prosedur mayoritas.
Gagasan demokrasi Yunani Kuno berakhir pada abad pertengahan. Mayarakat abad pertengahan dicirikan oleh struktur masyarakat yang feudal, kehidupan spiritual dikuasai oleh Paus dan pejabat agama, sedangkan kehidupan politiknya ditandai oleh perebutan kekuasaan diantara para bangsawan. Namun menjelang akhir abad pertengahan, tumbuh kembali keinginan menghidupkan demokrasi. Lahirnya Magna Charta sebagai suatu piagam yang memuat perjanjian kaum bangsawan dan Raja John di Inggris merupakan tonggak baru kemunculan demokrasi empirik. Dalam Magna Charta ditegaskan bahwa Raja mengakui dan menjamin beberapa hak dan hak khusus (preveleges) bawahannya. Selain itu piagam tersebut juga memuat dua prinsip yang sangat mendasar, pertama, adanya pembatasan kekuasaan raja; kedua, hak asasi manusia lebih penting daripada kedaulatan raja.
Momentum lainnya yang menandai kemunculan kembali demokrasi di dunia Barat adalah gerakan renaissance dan Reformasi. Renaissance merupakan gerakan yang menghidupkan kembali minat pada sastra Yunani Kuno. Gerakan ini lahir di Barat karena adanya kontak dengan dunia Islam yang ketika itu sedang berada pada puncak kejayaan peradaban ilmu pengetahuan. Para ilmuwan Islam pada masa itu seperti Ibdu Khaldun, Al-Razi, Oemar Khayam,, Al-Khawarizmi dan sebagainya bukan hanya berhasil mengasimilasikan pengetahuan Parsi Kuno dan warisan klasik  (Yunanai Kuno), melainkan berhasil menyesuaikan berdasarkan kebutuhan-kebutuhan yang sesuai dengan alam pikiran mereka sendiri. [6]
Sejarah dan Perkembangan Demokrasi di Indonesia
Sejak Indonesia merdeka dan berdaulat sebagai sebuah negara pada tanggal 17 Agustus 1945, para Pendiri Negara Indonesia (the Founding Fathers) melalui UUD 1945 (yang disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945) telah menetapkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia menganut paham atau ajaran demokrasi, dimana kedaulatan (kekuasaan tertinggi) berada ditangan Rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Dengan demikian berarti juga NKRI tergolong sebagai negara yang menganut paham Demokrasi Perwakilan (Representative Democracy). Perkembangan demokrasi di Indonesia dibagi dalam empat periode yaitu :
1.      Demokrasi Pada Periode 1945-1959
Tahun 1945 – 1950, Indonesia masih berjuang menghadapi Belanda yang ingin kembali ke Indonesia. Pada saat itu pelaksanaan demokrasi belum berjalan dengan baik. Hal itu disebabkan oleh masih adanya revolusi fisik. Pada awal kemerdekaan masih terdapat sentralisasi kekuasaan hal itu terlihat Pasal 4 Aturan Peralihan UUD 1945 yang berbunyi sebelum MPR, DPR dan DPA dibentuk menurut UUD ini segala kekuasaan dijalankan oleh Presiden dengan dibantu oleh KNIP. Untuk menghindari kesan bahwa negara Indonesia adalah negara yang absolut pemerintah mengeluarkan:
a.       Maklumat Wakil Presiden No. X tanggal 16 Oktober 1945, KNIP berubah menjadi lembaga legislatif.
b.      Maklumat Pemerintah tanggal 3 Nopember 1945 tentang Pembentukan Partai Politik.
c.       Maklumat Pemerintah tanggal 14 Nopember 1945 tentang perubahan sistem pemerintahn presidensil menjadi parlementer. [7]

Demokrasi pada masa ini dikenal dengan demokrasi parlementer. Sistem parlementer yang mulai berlaku sebulan setelah kemerdekaan di proklamasikan dan kemudian diperkuat dengan Undang Undang Dasar 1945 dan 1950, ternyata kurang cocok untuk Indonesia. Persatuan yang dapat digalang selama menghadapi musuh bersama dan tidak dapat dibina menjadi kekuatan-kekuatan konstuktif sesudah kemerdekaan tercapai. Karena lemahnya benih-benih demokrasi sistem parlementer memberi peluang untuk dominasi partai-partai politik  dan Dewan Perwakilan Rakyat.
Undang Undang Dasar 1950 menetapkan berlakunya sistem parlementer dimana badan eksekutif terdiri dari Presiden sebagai kepala negara konstitusional beserta menteri-menterinya yang mempunyai tanggung jawab politik. Karena fragmentasi partai-partai politik usia kabinet pada masa ini jarang dapat bertahan cukup lama. Koalisi yang dibangun dengan sangat gampang pecah. Hal ini menyebabkan destabilisasi politik nasional.
Karena berbagai faktor di atas, ditambah dengan dengan tidak mampunya anggota-anggota partai yang bergabung dalam konstituante untuk mencapai consensus mengenai dasar negara untuk undang-undang dasar baru, mendorong Ir. Soekarno sebagai presiden untuk mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli yang menentukan berlakunya kembali Undang-undang Dasar 1945. Dengan demikian masa demokrasi berdasarkan system parlementer berakhir.[8]
2.      Demokrasi pada Periode 1959-1965
Ciri periode  ini adalah dominasi dari presiden (demokrasi terpimpin), terbatasnya peranan partai politik, berkembangnya pengaruh komunis dan meluasnya peranan ABRI sebagai unsur sosial politik. Dekrit Presiden 5 Juli 1959 sebagai usaha untuk mencari jalan keluar dari kebuntuan politik melalui pembentukan kepemimpinan personal yang kuat. UUD 1945 memberi peluang seorang presiden untuk memimpin pemerintahan selama lima tahun, namun ketetapan MPRS No. III tahun 1963 mengangkat Soekarno sebagai presiden seumur hidup telah membatalkan pembatasan waktu lima tahun yang ditentukan UUD 1945.
Selain daripada itu banyak lagi tindakan yang menyimpang dari ketentuan UUD 1945 misalnya dalam tahun 1960 Ir. Soekarno sebagai presiden membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat hasil pemilihan umum, padahal dalam penjelasan Undang Undang Dasar 1945 secara eksplisit ditentukan bahwa presiden tidak memiliki wewenang untuk berbuat demikian.
Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong yang menggantikan DPR hasil pemilihan umum ditonjolkan peranannya sebagai pembantu pemerintah sedangkan fungsi kontrl ditiadakan. Lagi pula pimpinan DPR dijadikan menteri dan dengan demikian ditekankan fungsi mereka sebagai pembantu Presiden di samping fungsi sebagai wakil rakyat. Hal terakhir ini mencerminkan telah ditinggalkan doktrin trias politika.
Pandangan A. Syafi’i Ma’arif, demokrasi terpimpin sebenarnya ingin menempatkan Soekarno seagai “Ayah” dalam famili besar yang bernama Indonesia dengan kekuasaan terpusat berada di tangannya. Dengan demikian, kekeliruan yang besar dalam Demokrasi Terpimpin Soekarno adalah adanya pengingkaran terhadap nilai-nilai demokrasi yaitu absolutisme dan terpusatnya kekuasaan hanya pada diri pemimpin. Selain itu, tidak ada ruang kontrol sosial dan check and balance dari legislatif terhadap eksekutif. [9]
3.      Demokrasi Pada Periode 1965-1998
Dinamakan juga demokrasi pancasila. Pelaksanaan demokrasi orde baru ditandai dengan keluarnya Surat Perintah 11 Maret 1966, Orde Baru bertekad akan melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Awal Orde baru memberi harapan baru pada rakyat pembangunan disegala bidang melalui Pelita I, II, III, IV, V dan pada masa orde baru berhasil menyelenggarakan Pemilihan Umum tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997.[10]
Dewan Perwakilan Rakyat-Gotong Royong diberi beberapa  hak control, di samping ia tetap mempunyai fungsi untuk membantu pemerintah. Pimpinannya tidak lagi mempunyai status menteri. begitu pula tata tertib meniadakan pasal yang member wewenang kepada Presiden untuk memutuskan permasalahan yang tidak dapat dicapai mufakat antara badan legislatif.
Beberapa perumusan demokrasi Pancasila sebagai berikut : 1) demokrasi dalam bidang politik pada hakekatnya adalah menegakkan kembali asas-asas negara hukum dan kepastian hukum, 2) demokrasi dalam bidang ekonomi pada hakekatnya adalah kehidupan yang layak bagi semua warga negara, 3) demokrasi dalam bidang hukum pada hakekatnya bahwa pengakuan dan perlindungan HAM, peradilan yang bebas yang tidak memihak.
Namun demikian  Demokrasi Pancasila dalam rezim Orde Baru hanya sebagai retorika dan gagasan belum sampai pada tatanan penerapan. Karena dalam praktek kenegaraan dan pemerintahan rezim ini sangat tidak memberikan ruang bagi kehidupan berdemokrasi seperti dikatakan oleh M. Rizal Karim rezim orde baru ditandai oleh (1) dominannya peranan militer (ABRI); (2) birokratisasi dan sentralisasi pengambilan keputusan politik; (3) pengebirian peran dan fungsi partai politik; (4) campur tangan pemerin­tah dalam berbagai urusan partai politik dan publik; (5) politik masa mengambang; (6) monolitisasi ideologi negara; dan (7) inkorporasi lembaga non-pemerintah. Dengan demikian nilai-nilai demokrasi juga belum ditegakkan dalam demokrasi Pancasila Soeharto.[11]
4.      Demokrasi Pada Periode 1998 – Sekarang
Demokrasi yang dikembangkan pada masa reformasi pada dasarnya adalah demokrasi dengan mendasarkan pada Pancasila dan UUD 1945, dengan penyempurnaan pelaksanaannya dan perbaikan peraturan-peraturan yang tidak demokratis, dengan meningkatkan peran lembaga-lembaga tinggi dan tertinggi negara dengan menegaskan fungsi, wewenang dan tanggung jawab yang mengacu pada prinsip pemisahan kekuasaan dan tata hubungan yang jelas antara lembaga-lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif. Demokrasi Indonesia saat ini telah dimulai dengan terbentuknya DPR – MPR hasil Pemilu 1999 yang telah memilih presiden dan wakil presiden serta terbentuknya lembaga-lembaga tinggi yang lain. Masa reformasi berusaha membangun kembali kehidupan yang demokratis antara lain:
a.       Keluarnya Ketetapan MPR RI No. X/MPR/1998 tentang pokok-pokok reformasi
b.      Ketetapan No. VII/MPR/1998 tentang pencabutan tap MPR tentang Referandum
c.       Tap MPR RI No. XI/MPR/1998 tentang penyelenggaraan Negara yang bebas dari KKN
d.      Tap MPR RI No. XIII/MPR/1998 tentang pembatasan Masa Jabatan Presiden dan Wakil Presiden RI
e.       Amandemen UUD 1945 sudah sampai amandemen I, II, III, IV
Prinsip demokrasi atau kedaulatan rakyat dapat menjamin peran serta masyarakat dalam proses pengambilan keputusan, sehingga setiap peraturan perundang-undangan yang diterapkan dan ditegakkan benar-benar mencerminkan perasaan keadilan masyarakat.
Hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku tidak boleh ditetapkan dan diterapkan secara sepihak oleh dan atau hanya untuk kepentingan penguasa. Hal ini bertentangan dengan prinsip demokrasi. Hukum tidak dimaksudkan untuk hanya menjamin kepentingan beberapa orang yang berkuasa, melainkan menjamin kepentingan keadilan bagi semua orang.
 Perubahan UUD 1945, selain mengubah norma-norma yang memungkinkan prinsip-prinsip negara hukum dapat diwujudkan, juga mengubah norma-norma demokrasi agar demokrasi prosedural dan demokrasi substantif juga dapat diwujudkan. Kalau diperhatikan secara menyeluruh, materi perubahan pertama, kedua, ketiga dan keempat UUD 1945 meliputi:
a.       Mempertegas pembatasan kekuasaan presiden dimana jika sebelum perubahan, UUD 1945 memberikan kekuasaan kepada lembaga kepresidenan begitu besar (executive heavy), yang meliputi kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif sekaligus, kini kekuasaan presiden terbatas pada kekuasaan eksekutif saja;
b.      Mempertegas ide pembatasan kekuasaan lembaga negara, yang terlihat dalam pengaturan tentang kewenangan lembaga negara yang lebih terinci;
c.       Menghapus keberadaan lembaga negara tertentu (DPA) dan membentuk lembaga-lembaga negara yang baru seperti Mahkamah Konstitusi (MK), Komisi Yudisial (KY), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Bank Sentral;
d.      Mempertegas dan memperinci jaminan terhadap perlindungan HAM warga negara;
e.       Mempertegas dianutnya teori kedaulatan rakyat, yang selama ini lebih terkesan menganut teori kedaulatan  negara. Hal ini terlihat dari dihapusnya klaim politik bahwa MPR adalah “pemegang kedaulatan rakyat sepenuhnya”, dimaksudkannya konsep pemilihan umum dalam mengisi jabatan anggota DPR, DPD dan DPRD serta digunakannya sistem pemilihan langsung oleh rakyat untuk mengisi jabatan presiden dan wakil presiden, serta pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah.
Perubahan terhadap UUD 1945 sebanyak empat kali, sebagaimana telah disebutkan dimuka mempertegas dua hal kerangka hukum dasar demokrasi sekaligus, yaitu demokrasi prosedural berupa ditetapkannya prosedur dan mekanisme penentuan puncak jabatan politik eksekutif baik nasional maupun daerah melalui pemilu langsung oleh rakyat. Perubahan ini menempatkan warga negara sebagai subyek hukum yang memiliki makna dan nilai politik serta hukum sekaligus dalam penentuan jabatan-jabatan politik.
Perubahan UUD 1945 juga menegaskan prinsip perimbangan kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif sebagai salah satu esensi demokrasi. Dengan UUD 1945 hasil perubahan tersebut, kekuasaan presiden menjadi terbatas dalam masa jabatan dan penggunaan kekuasaan presiden, sekaligus juga terkontrol oleh kekuasaan legislatif dan yudikatif. Ketentuan Pasal 7C UUD 1945 tentang larangan bagi presiden membekukan atau membubarkan DPR menunjukkan eksistensi kelembagaan DPR yang kuat dalam mengawasi presiden tanpa dihantui ketakutan dibubarkan oleh presiden, termasuk kewenangan DPR mengusulkan pemberhentian presiden jika kinerja tidak baik atau melanggar UUD 1945.[12]

D.    Prinsip Demokrasi Di Indonesia[13]
Salah satu pilar demokrasi adalah trias politica yang membagi ketiga kekuasaan politik negara (eksekutif,yudikatif,dan legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas (independen ) dalam berada dalam peringkat yang sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan independensi ketiga jenis lembaga negara ini  diperlukan agar ketiga lembaga negara ini dapat saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip cheks and balances.
Ketiga lembaga negara tersebut adalah lembaga pemerintah yang memiliki kewenangan untuk mewujudkan dan melaksanakan kewenangan eksekutif , lembaga pengadilan yang berwenang menyelenggarakan kekuasaan yudikatif dan lembaga perwakilan rakyat (DPR,untuk Indonesia) yang memiliki  kewenangan  menjalankan kekuasan legislatif .Di bawah sistem ini,keputusan legislatif dibuat oleh masyarakat atau oleh wakil yang wajib bekerja dan bertindak sesuai dengan aspirasi masyarakat yang diwakilinya (konstituen) dan yang memilihnya melalui proses pemilian umum legislatif,selain sesuai dengan hukum dan peraturan.
Selain pemlihan umum legislatif, banyak keputusan atau hasil- hasil penting,misalnya pemilihan presiden suatu negara ,diperoleh melalui pemilihan umum.Di Indonesia , hak pilih hanya diberikan kepada warga negara yang telah melewati umur tertentu ,misalnya umur 18 tahun , dan yang tidak memiliki catatan criminal (misalnya,narapidana atau bekas narapidana). Pada dasarnya prinsip demokrasi itu sebagai berikut:
1.      Kedaulatan di tangan rakyat
Kedaulatan rakyat maksudnya kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat.Ini berarti kehendak rakyat merupakan kehendak tertinggi. Apabila setiap warga negara mampu memahami arti dan makna dari prinsip demokrasi
2.      Pengakuan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia
Pengakuan bahwa semua manusia memiliki harkat dan martabat yang sama, dengan tidak membeda-bedakan baik atas jenis kelamin, agama, suku dan sebagainya. Pengakuan akan hak asasi manusia di Indonesia telah tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang sebenarnya terlebih dahulu ada dibanding dengan Deklarasi Universal PBB yang lahir pada tanggal 24 Desember 1945. Peraturan tentang hak asasi manusia Undang-Undang Dasar 1945 dimuat dalam: Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea pertama dan empat, Batang Tubuh Undang-Undang Dasar 1945, Ketetapan MPR mengenai hak asasi manusia Indonesia telah tertuang dalam ketetapan MPR No.XVII/MPR/1998. Setelah itu, dibentuk Undang-Undang No.39 Tahun 1999 tentang hak asasi manusia, Undang-Undang yang mengatur dan menjadi hak asasi manusia di Indonesia adalah Undang-Undang No.39 Tahun 1999 tentang hak asasi manusia.
3.      Pemerintahan berdasar hukum (konstitusi)
Pemerintah berdasarkan sistem konstitusional (hukum dasar) dan tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang mutlak tidak terbatas). Sistem konstitusional ini lebih menegaskan bahwa pemerintah dalam melaksanakan tugasnya dikendalikan atau dibatasi oleh ketentuan konstitusi.
4.      Peradilan yang bebas dan tidak memihak
Setiap warga negara Indonesia memiliki hak untuk diperlakukan sama didepan hukum, pengadilan, dan pemerintahan tanpa membedakan jenis kelamin, ras, suku, agama, kekayaan, pangkat, dan jabatan. Dalam persidangan di pengadilan, hakim tidak membeda-bedakan perlakuan dan tidak memihak si kaya, pejabat, dan orang yang berpangkat. Jika merekabersalah, hakim harus mengadilinya dan memberikan hukuman sesuai dengan kesalahannya.
5.      Pengambilan keputusan atas musyawarah
Bahwa dalam setiap pengambilan keputusan itu harus dilaksanakan sesuai keputusan bersama(musyawarah) untuk mencapai mufakat.
6.      Adanya partai politik dan organisasi sosial politik
Bahwa dengan adanya partai politik dan dan organisasi sosial politik iniberfungsi untuk menyalurkan aspirasi rakyat.
7.      Pemilu yang demokratis
Pemilihan Umum merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945
E.     Pilar Demokrasi di Indonesia[14]
Dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia, Sanusi (2006) mengetengahkan sepuluh pilar demokrasi yang dipesankan oleh para pembentuk negara (the founding fathers) sebagaimana diletakkan di dalam UUD 1945 sebagai berikut:
1.      Demokrasi berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa
Esensinya adalah seluruh sistem serta perilaku dalam menyelenggarakan kenegaraan RI haruslah taat asas, konsisten, atau sesuai dengan nilai-nilai dan kaidah-kaidah dasar Ketuhanan Yang Maha Esa.
2.      Demokrasi dengan kecerdasan
Demokrasi harus dirancang dan dilaksanakan oleh segenap rakyat dengan pengertian-pengertiannya yang jelas, dimana rakyat sendiri turut terlibat langsung merumuskan substansinya, mengujicobakan disainnya, menilai dan menguji keabsahannya. Sebab UUD 1945 dan demokrasinya bukanlah seumpama final product yang tinggal mengkonsumsi saja, tetapi mengandung nilai-nilai dasar dan kaidah-kaidah dasar untuk supra-struktur dan infra-struktur sistem kehidupan bernegara bangsa Indonesia. Nilai-nilai dan kaidah-kaidah dasar ini memerlukan pengolahan secara seksama. Rujukan yang mengenai kehidupan bernegara dan berbangsa tidak dimaksudkan untuk diperlakukan hanya sebagai kumpulan dogma-dogma saja, melainkan harus ditata dengan menggunakan akal budi dan akal pikiran yang sehat. Pengolahan itu harus dilakukan dengan cerdas.
3.       Demokrasi yang berkedaulatan rakyat
Demokrasi menurut UUD 1945 ialah demokrasi yang berkedaulatan rakyat, yaitu kekuasaan tertinggi ada di tangan rakyat. Secara prinsip, rakyatlah yang memiliki atau memegang kedaulatan itu. Kedaulatan itu kemudian dilaksanakan menurut undang-undang dasar.
4.      Demokrasi dengan rule of law
Negara adalah organisasi kekuasaan, artinya organisasi yang memiliki kekuasaan dan dapat menggunakan kekuasaan itu dengan paksa. Dalam negara hukum, kekuasaan dan hukum itu merupakan kesatuan konsep yang integral dan tidak dapat dipisah-pisahkan. Implikasinya adalah kekuasaan negara harus punya legitimasi hukum. Esensi dari demokrasi dengan rule of law adalah bahwa kekuasaan negara harus mengandung, melindungi, serta mengembangkan kebenaran hukum (legal truth). Kekuasaan negara memberikan keadilan hukum (legal justice) bukan demokrasi yang terbatas pada keadilan formal dan kepura-puraan. Kekuasaan negara menjamin kepastian hukum (legal security), dan kekuasaan ini mengembangkan manfaat atau kepentingan hukum (legal interest) seperti kedamaian dan pembangunan. Esensi lainnya adalah bahwa seluruh warga negara memiliki kedudukan yang sama di hadapan hukum, memiliki akses yang sama kepada layanan hukum. sebaliknya, seluruh warga negara berkewajiban mentaati semua peraturah hukum.
5.      Demokrasi dengan pembagian kekuasaan negara
Demokrasi dikuatkan dengan pembagian kekuasaan negara dan diserahkan kepada badan-badan negara yang bertanggung jawab menurut undang-undang dasar.
6.      Demokrasi dengan hak azasi manusia
Demokrasi menurut UUD 1945 mengakui hak asasi manusia yang tujuannya bukan saja menghormati hak-hak asasi, melainkan untuk meningkatkan martabat dan derajat manusia seutuhnya. Hak asasi manusia bersumber pada sifat hakikat manusia yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Hak asasi manusia bukan diberikan oleh negara atau pemerintah. Hak ini tidak boleh dirampas atau diasingkan oleh negara dan atau oleh siapapun.
7.      Demokrasi dengan peradilan yang merdeka
Lembaga peradilan merupakan lembaga tertinggi yang menyuarakan kebenaran, keadilan, dan kepastian hukum. Lembaga ini merupakan pelaksana kekuasaan kehakiman yang merdeka (independent). Ia tidak boleh diintervensi oleh kekuasaan apapun. Kekuasaan yang merdeka ini memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada semua pihak yang berkepentingan untuk mencari dan menemukan hukum yang seadil-adilnya. Di muka pengadilan, semua pihak mempunyai hak dan kedudukan yang sama.
8.      Demokrasi dengan otonomi daerah
Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal ini merupakan pelaksanaan amanat UUD 1945 yang mengatur bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota yang masing-masing mempunyai pemerintahan daerah (Pasal 18 UUD 1945).
9.      Demokrasi dengan kemakmuran
Demokrasi bukan sekedar soal kebebasan dan hak, bukan sekedar soal kewajiban dan tanggung jawab, bukan pula sekedar soal mengorganisir kedaulatan rakyat atau pembagian kekuasaan. Demokrasi bukan pula sekedar soal otonomi daerah dan keadilan hukum. sebab berbarengan dengan itu semua, demokrasi menurut UUD 1945 ternyata ditujukan untuk membangun negara berkemakmuran/kesejahteraan (welfare state) oleh dan untuk sebesar-besarnya rakyat Indonesia.
10.  Demokrasi yang berkeadilan sosial
Demokrasi menurut UUD 1945 menggariskan keadilan sosial diantara berbagai kelompok, golongan, dan lapisan masyarakat. Keadilan sosial bukan soal kesamarataan dalam pembagian output materi dan sistem kemasyarakatan. Keadilan sosial justru lebih merujuk pada keadilan peraturan dan tatanan kemasyarakatan yang tidak diskriminatif untuk memperoleh kesempatan atau peluang hidup, tempat tinggal, pendidikan, pekerjaan, politik, administrasi pemerintahan, layanan birokrasi, bisnis, dan lain-lain.
F.     Nilai-nilai Demokrasi
Nilai-nilai demokrasi menurut Cipto, et al. (2002:31-37) meliputi :
1.      Kebebasan Menyatakan Pendapat
Kebebasan menyatakan pendapat adalah sebuah hak bagi warga negara biasa yang wajib dijamin dengan undang-undang dalam sebuah sistem politik demokrasi (Dahl, 1971). Kebebasan ini diperlukan karena kebutuhan untuk menyatakan pendapat senantiasa muncul dari setiap warganegara dalam era pemerintahan yang terbuka saat ini. Dalam masa transisi menuju demokrasi saat ini perubahan-perubahan lingkungan politik social, ekonomi, budaya, agama, dan teknologi sering kali menimbulkan persoalan bagi warga negara maupun masyarakat pada umumnya. Jika persoalan tersebut sangat merugikan hak-haknya selaku warganegara atau warganegara berharap agar kepentingannya dipenuhi oleh negara, dengan sendirinya warga negara berhak untuk menyampaikan keluan tersebut secara langsung maupun tidak langsung kepada pemerintah.
Warga negara dapat menyampaikan kepada pejabat seperti lurah, camat, bupati, anggota DPRD/DPR, atau bahkan presiden baik melalui pembicaraan langsung, lewat surat, lewat media massa, lewat penulisan buku atau melalui wakil-wakilnya di DPRD.[15]
2.      Kebebasan Berkelompok
Berkelompok dalam sebuah organisasi merupakan nilai dasar demokrasi yang diperlukan bagi setiap warga negara. Kebebasan berkelompok diperlukan untuk membentuk organisasi mahasiswa, partai politik, organisasi massa, perusahaan dan kelompok-kelompok lain. Kebutuhan berkelompok merupakan naluri dasar manusia yang tak mungkin diingkari.
Dalam era modern kebutuhan berkelompok ini semakin kuat tumbuhnya. Persoalan-persoalan yang muncul di tengah masyarakat yang sedemikian kompleks seringkali memerlukan organisasi untuk menemukan jalan keluar.
Demokrasi menjamin kebebasan warganegara untuk berkelompok termasuk partai baru maupun mendukung partai apapun. Tidak ada lagi keharusan mengikuti ajakan dan intimidasi pemerintah. Demokrasi memberikan alternatif yang lebih banyak dan lebih sehat bagi warga negara. Itu semua karena jaminan bahwa demokrasi mendukung kebebasan kelompok.
3.      Kebebasan Berpartisipasi
Kebebasan berpartisipasi sesungguhnya merupakan gabungan dari kebebasan berpendapat dan berkelompok. Ada empat jenis patisipasi:
a.       Pemberian suara dalam pemilihan umum, baik pemilihan anggota DPR/ DPRD maupun pemilihan Presiden. Di negara-negara demokrasi yang sedang berkembang seperti Indonesia pemberian suara sering dipersepsikan sebagai wujud kebebasan berpartisipasi politik yang paling utama. Pada umumnya negara demokrasi yang baru berkembang senantiasa mengharapkan agar jumlah pemilih atau partisipan dalam pemberian suara dapat mencapai suara sebanyak-banyaknya.
b.      Bentuk partisipasi yang disebut sebagai melakukan hubungan kontak dengan pejabat pemerintah. Bentuk partisipasi ini belum berkembang luas dinegara demokrasi baru. Kontak langsung dengan pejabat pemerintah ini akan semakin dibutuhkan karena kegiatan pemberian suara secara reguler (pemilihan anggota DPR, Presiden) dalam perkembangannya tidak akan memberikan kepuasan bagi masyarakat.
c.       Melakukan protes terhadap lembaga masyarakat atau pemerintah. Ini diperlukan oleh negara demokrasi agar sistem politik bekerja lebih baik, pernyataan protes terhadap kebijakan divestasi bank, privatisasi BUMN, kenaikan harga tarif listrik, telepon dan harga BBM adalah bagian-bagian dari proses demokrasi sejauh itu diarahkan untuk memperbaiki kebijakan pemerintah atau swasta dan tidak untuk menciptakan gangguan bagi kehidupan pilitik.
d.      Mencalonkan diri dalam pemilihan jabatan publik mulai dari lurah, bupati, walikota, gubernur, anggota DPR hingga Presiden sesuai dengan sistem pemilihan yang berlaku.[16]
4.      Kesetaraan Antarwarga
Kesetaraan atau egalitarianisme merupakan salah satu nilai fundamental yang diperlukan bagi pengembangan demokrasi di Indonesia. Kesetaraan di sini diartikan sebagai adanya kesempatan yang sama bagi setiap warga negara tanpa membedakan etnis, bahasa, daerah, maupun agama. Nilai ini diperlukan bagi masyarakat heterogen seperti Indonesia yang sangat multietnis, multibahasa, multidaerah, dan multiagama. Heteroginitas masyarakat Indonesia seringkali mengundang masalah khususnya bila terjadi miskomunikasi antar kelompok yang kemudian berkembang luas menjadi konflik antar kelompok.
            Nilai-nilai kesetaraan perlu dikembangkan dan dilembagakan dalam semua sektor pemerintahan dan masyarakat. Diperlukan usaha-usaha keras agar tidak terjadi diskriminasi atas kelompok etnis, bahasa, daerah atau agama tertentu sehingga hubungan antar kelompok dapat berlangsung dalam suasana egaliter. Prinsip kesetaraan memberi ruang bagi setiap warga negara tanpa membedakan etnis, bahasa, daerah, agama, ras untuk berpartisipasi penuh dalam masyarakat dan diperlakukan sama di depan hukum tanpa kecuali kedaulatan rakyat.
5.      Rasa Percaya
Rasa percaya antara politisi merupakan nilai dasar lain yang diperlukan agar demokrasi dapat terbentuk. Sebuah pemerintahan demokrasi akan sulit berkembang bila rasa percaya satu sama lain tidak tumbuh. Bila yang ada adalah ketakutan, kecurigaan, kekhawatiran dan permusuhan maka hubungan antar politisi akan terganggu secara permanen.
            Jika rasa percaya tidak ada maka besar kemungkinan pemerintah akan kesulitan menjalankan agendanya karena lemahnya dukungan sebagai akibat dari kelangkaan rasa percaya. Dalam kondisi seperti ini pemerintah bahkan bisa terguling dengan mudah sebelum waktunya sehingga membuat proses demokrasi berjalan semakin lambat. Konsekuensi dari kebutuhan akan rasa percaya ini masing-masing politisi juga harus mengembangkan rasa percaya terhadap  politisi yang lain sehingga timbul hubungan yang didasarkan pada rasa percaya satu sama lain. Bahkan, agar pemerintah dipercaya maka iapun harus mampu menumbuhkan rasa percaya pada dirinya sehingga tumbuh pula rasa percaya dari masyarakat luas terhadap pemerintah.[17]
6.      Kerjasama
Kerjasama diperlukan untuk mengatasi persoalan yang muncul dalam masyarakat. Kerjasama yang dimaksud di sini adalah kerjasama dalam hal kebajikan. Kerjasama hanya mungkin terjadi jika setiap orang atau kelompok bersedia untuk mengorbankan sebagian dari apa yang diperoleh dari kerjasama tersebut. Kerjasama bukan berarti menutup munculnya perbedaan pendapat antar individu atau antar kelompok.
Kerjasama saja tidak cukup untuk membangun masyarakat terbuka. Diperlukan kompetisi satu sama lain sebagai pendorong bagi kelompok untuk meningkatkan kualitas masing-masing. Kompetisi menuju sesuatu yang lebih berkualitas sangat diperlukan, sementara kerjasama diperlukan bagi kelompok untuk menopang upaya persaingan dengan kelompok lain.
Dalam konteks yang lebih luas kerjasama dan kompetisi dapat menghasilkan persaingan yang sangat ketat sehingga masing-masing kelompok berpotensi untuk saling menjatuhkan bahkan menghancurkan. Diperlukan nilai-nilai kompromi agar persaingan menjadi lebih  bermanfaat karena dengan kompromi sisi-sisi agresif dari persaingan dapat diperluas menjadi bentuk kerjasama yang lebih baik.
Demokrasi tidak hanya memerlukan hubungan kerjasama antar individu dan kelompok. Kompetisi, kompromim dan kerjasama merupakan nilai-nilai yang mampu mendorong terwujudnya demokrasi (Cipto, et al., 2002 40-41).[18]
G.    Unsur Pendukung Tegaknya Demokrasi
Tegaknya demokrasi sebagai sebuah tatanan kehidupan kenegaraan, pemerintah, ekonomi, sosial, dan politik sangat bergantung kepada keberadaan dan peran yang dijalankan oleh unsur-unsur penopang tegaknya demokrasi itu sendiri. Beberapa unsur-unsur penting penopang tegaknya demokrasi antara lain: (1) negara hukum, (2) masyarakat madani (3) aliansi kelompok strategis.[19]
1.      Negara Hukum (Rechstaat atau The Rule of Law)
Negara hukum (rechsstaat atau the rule of law) memiliki pengertian bahwa negara memberikan perlindungan hukum bagi warga negara melalui pelembagaan peradilan yang bebas dan tidak memihak serta penjaminan Hak Asasi Manusia (HAM). Secara garis besar negara hukum adalah sebuah negara dengan gabungan kedua konsep rechstaat dan the rule of law. Konsep rechstaat mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: (1) adanya perlindungan terhadap HAM; (2) adanya pemisahan dan pembagian kekuasaan pada lembaga negara untuk menjamin perlindungan HAM; (3) pemerintahan berdasarkan peraturan; (4) adanya peradilan administrasi. Sedangkan the rule of law dicirikan oleh adanya: (1) supremasi aturan-aturan hukum; (2) kesamaan kedudukan di depan hukum (equality before the law); (3) jaminan perlindungan HAM.
Lebih luas dari ciri-ciri di atas, sebagaimana dinyatakan oleh Moh. Mahfud M.D., ciri-ciri negara hukum adalah sebagai berikut: (1) adanya perlindungan konstitusional, artinya selain menjamin hak-hak individu, konstitusi harus pula menentukan cara prosedural untuk memperoleh atas hak-hak yang dijamin (due process of law); (2) adanya badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak; (3) adanya pemilu yang bebas; (4) adanya kebebasan menyatakan pendapat; (5) adanya kebebasan berserikat dan berposisi; (6) adanya pendidikan kewarganegaraan.
Istilah negara hukum di Indonesia dapat ditemukan dalam penjelasan UUD 1945 yang berbunyi: “Indonesia ialah negara yang berdasar atas hukum (rechtstaat) dan bukan berdasar atas kekuasaan belaka (machtsstaat)”. Penjelasan tersebut sekaligus merupakan gambaran sistem pemerintahan negara Indonesia.
2.      Masyarakat Madani (Civil Society)
Masyarakat madani atau civil society adalah masyarakat dengan ciri-cirinya yang terbuka, egaliter, bebas dari dominasi dan tekanan negara. Masyarakat madani merupakan elemen yang sangat signifikan dalam membangun demokrasi. Posisi penting masyarakat madani dalam pembangunan demokrasi adalah adanya partisipasi masyarakat dalam proses-proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh negara atau pemerintah.
Masyarakat madani (civil society) mensyaratkan adanya keterlibatan warga negara (civic engagement) melalui asosiasi-asosiasi sosial. Keterlibatan warga negara memungkinkan tumbuhnya sikap terbuka, percaya, dan toleran antar-individu dan kelompok yang berbeda. Sikap-sikap ini sangat penting bagi bangunan politik demokrasi.
Perwujudan masyarakat madani secara konkret dilakukan oleh berbagai organisasi-organisasi di luar negara (non-government organization) atau lembaga swadaya masyarakat (LSM). Dalam praktiknya, masyarakat madani dapat menjalankan peran dan fungsinya sebagai mitra kerja lembaga-lembaga negara pun melakukan fungsi kontrol terhadap kebijakan pemerintah. Dengan demikian, masyarakat madani (civil society) sebagaimana negara menjadi sangat penting keberadaannya dalam mewujudkan demokrasi. Dalam peran demokrasinya, masyarakat madani dapat tumpuan sebagai komponen penyeimbang kekuatan negara yang memiliki kecenderungan koruptif.
3.      Aliansi Kelompok Strategis
Komponen berikutnya yang dapat mendukung tegaknya demokrasi adalah adanya aliansi kelompok strategis yang terdiri dari partai politik, kelompok gerakan dan kelompok penekan atau kelompok kepentingan termasuk di dalamnya pers yang bebas dan bertanggung jawab.
Partai politik merupakan struktur kelembagaan politik anggota-anggotanya mempunyai tujuan yang sama, yaitu memperoleh kekuasaan dan kedudukan politik untuk mewujudkan kebijakan-kebijakan politiknya. Sedangkan kelompok gerakan yang diperankan oleh organisasi masyarakat merupakan sekumpulan orang-orang yang berhimpun dalam satu wadah organisasi yang berorientasi pada pemberdayaan warganya, seperti Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama (NU), Persatuan Islam (Persis), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Pergerakan Mahasiswa Kristen  Indonesia (PMKRI), Gerakan Mahasiswa Nasionalis Indonesia (GMNI), dan organisasi masyarakat lainnya. Sejenis dengan kelompok ini adalah kelompok penekan atau kelompok kepentingan (pressure/interest group). Kelompok ketiga ini adalah sekelompok orang dalam sebuah wadah organisasi yang didasarkan pada kriteria keahlian seperti Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Asosiasi Ilmuwan Politik Indonesia (AIPI), Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI), Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), dan sebagainya.
Ketiga jenis kelompok atau asosiasi ini sangat besar peranannya terhadap proses demokratisasi sepanjang organisasi-organisasi ini memerankan dirinya secara kritis, independen, dan konstitusional dalam menyuarakan misi organisasi atau kepentingan organisasinya. Sebaliknya, jika kelompok-kelompok ini menyuarakan aspirasinya secara anarkis, sekretarian, dan primordial, maka keberadaan kelompok ini akan menjadi ancaman serius bagi masa depan demokrasi dan bangunan masyarakat madani.
Hal yang tidak kalah pentingnya bagi tegaknya demokrasi adalah keberadaan kalangan cendekiawan dan pers bebas. Kaum cendekiawan, kalangan civitas akademik kampus, dan kalangan civitas akademika kampus, dan kalangan pers merupakan kelompok penekan yang signifikan untuk mewujudkan sistem demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan negara yang akuntabel. Bersamaan dengan kelompok politik, kedua kelompok dua terakhir ini dapat saling bekerjasama dengan kelompok lainnya untuk melakukan oposisi terhadap pemerintah manakala ia berjalan tidak demokratis.


BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Demokrasi berarti pemerintahan yang dijalankan oleh rakyat baik secara langsung maupun tidak langsung (melalui perwakilan) setelah adanya pemilihan umum secara  langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil (luber jurdli).
DAFTAR PUSTAKA


Abdul, razak, Ubaedillah, A. 2014.  Pancasila, Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani cet. Xi. Jakarta: Kencana
Badu, Muhammad Nasir. 2015. Demokrasi dan Amerika Serikat jurnal magister ilmu politik volume 1 number 1. Makassar : Universitas Hasanudin
Baehaqi, Arif Dikdik. 2012. Diktat Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta : Universitas Ahmad Dahlan
Kresna, Arya. 2010.  Etika dan Tertib Warga Negara. Jakarta: Salemba Humanika
Nurcahyo, Hendra. 2006.  Filsafat Demokrasi. Jakarta : Bumi Aksara
Rosyada, Dede , dkk. 2003. Demokrasi, hak asasi manusia, dan masyarakat madani. Jakarta : ICCE UIN
Sapriya. 2012. Konsep Dasar Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidika Islam Kementrian Agama RI
Tim Nasional Dosen Pendidikan Kewaarganegaraan. 2013.  Pendidikan Kewarganegaraan Paradigma Terbaru untuk Mahasiswa. Bandung: Alfabeta
Wijaya, Arif . 2014. Demokrasi dalam sejarah ketatanegaraan Republik Indonesia jurnal hukum dan perundangan Islam volume 4 nomer 1 April. Surabaya : UIN Sunan Ampel




[1] Muhammad Nasir Badu, Demokrasi dan Amerika Serikat jurnal magister ilmu politik volume 1 number 1 , (Makassar : Universitas Hasanudin,  2015), hal.2
[2] Sapriya, Konsep Dasar Pendidikan Kewarganegaraan, (Jakarta: Direktorat Jendral Pendidika Islam Kementrian Agama RI, 2012), hal. 125
[3] Arya Kresna, Etika dan Tertib Warga Negara, (Jakarta: Salemba Humanika, 2010), hal.148
[5] Hendra Nurcahyo, Filsafat Demokrasi, (Jakarta : Bumi Aksara, 2006), hal. 44-45  
[6] Dede Rosyada, dkk, Demokrasi, hak asasi manusia, dan masyarakat madani, (Jakarta : ICCE UIN, 2003), hal. 127-128
[7] Arif Wijaya, Demokrasi dalam sejarah ketatanegaraan Republik Indonesia jurnal hukum dan perundangan Islamvolume 4 nomer 1 April  , (Surabaya : UIN Sunan Ampel, 2014), hal. 138-139
[8] Dede Rosyada, dkk, Demokrasi, hak asasi manusia, dan masyarakat madani, ..…. hal.  130-131
[9] Ibid., hal.131-132
[10] Arif Wijaya, Demokrasi dalam sejarah ketatanegaraan Republik Indonesia jurnal hukum dan perundangan Islam volume 4 nomer 1 April …, hal.141
[11] Dede Rosyada, dkk, Demokrasi, hak asasi manusia, dan masyarakat madani, ..…. hal. 133-134
[12] Arif Wijaya, Demokrasi dalam sejarah ketatanegaraan Republik Indonesia jurnal hukum dan perundangan Islam volume 4 nomer 1 April …, hal.147-150
[13] Arif Dikdik Baehaqi, Diktat Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan. (Yogyakarta : Universitas Ahmad Dahlan, 2012)
[14] Arif Dikdik Baehaqi, Diktat Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan. (Yogyakarta : Universitas Ahmad Dahlan, 2012)

[15] Tim Nasional Dosen Pendidikan Kewaarganegaraan, Pendidikan Kewarganegaraan Paradigma Terbaru untuk Mahasiswa (Bandung: Alfabeta, 2013).hlm.126-127.
[16] Ibid, hal. 127-128
[17] Ibid, hal. 129
[18] Ibid, hal. 129-130
[19] A. Ubaedillah dan Abdul razak, Pancasila, Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani, (Jakarta: Kencana, 2014), cet. xi, hal. 46

Tidak ada komentar:

Posting Komentar