Senin, 01 Oktober 2018

Multikultural Pendidikan dlm Islam


Relevansi Pendidikan Multikultural dengan Tujuan Pendidikan Islam

Kemajemukan dan keragaman budaya adalah sebuah fenomena yang tidak mungkin dihindari. Kita hidup di dalam keragaman budaya dan merupakan bagian dari proses kemajemukan, aktif maupun pasif. Ia menyusup dan menyangkut dalam setiap seluruh ruang kehidupan kita, tak terkecuali juga dalam hal kepercayaan. Kemajemukan dilihat dari agama yang dipeluk dan faham-faham keagamaan yang diikuti, oleh Tuhan juga tidak dilihat sebagai bencana, tetapi justru diberi ruang untuk saling bekerjasama agar tercipta suatu sinergi.[1]
Di samping itu, kita juga menghadapi kenyataan adanya berbagai agama dengan umatnya masing-masing, bahkan tidak hanya itu, kita pun menghadapi –orang yang tidak beragama atau tidak bertuhan. Dalam menghadapi kemajemukan seperti itu tentu saja kita tidak mungkin mengambil sikap anti pluralisme. Kita harus belajar toleran tehadap kemajemukan. Kita dituntut untuk hidup di atas dasar dan semangat pluralisme agama.[2]
Pendidikan multikultural sesuai dengan tujuan Pendidikan Islam yaitu:
Tujuan pendidikan Islam bukan sebatas mengisi pikiran siswa dengan ilmu pengetahuan dan materi pelajaran akan tetapi membersihkan jiwanya yang harus diisi dengan akhlak dan nilai-nilai yang baik dan dikondisikan supaya biasa menjalani hidup dengan baik[3].

Dari tujuan pendidikan Islam tersebut, dapat disimpulkan bahwa siswa diharapkan dapat menjadi manusia yang berakhlak mulia dan dapat menghargai keragaman budaya di sekitarnya. Hal tersebut senada dengan prinsip yang ada dalam pendidikan multicultural. Dalam literatur pendidikan Islam, Islam sangat menaruh perhatian (concern) terhadap segala budaya dan tradisi (‘urf) yang berlaku di kalangan umat manusia dalam setiap waktu dan kondisi, baik yang bersifat umum atau hanya berlaku dalam satu komonitas. Hal ini dapat dibuktikan dengan banyaknya ketetapan-ketetapan dalam Islam yang berdasarkan ‘urf yang berlaku. Sabda Rasulullah SAW yang dijadikan sebagai salah satu dalil dari bentuk concern Islam terhadap ‘urf adalah, yang artinya:
“apa yang dianggap baik oleh kaum muslimin, maka hal itupun merupakan kebaikan menurut Allah” (HR. Ahmad).

Pendidikan Multikultural juga senada dengan tujuan agama yang berbunyi: “Tujuan umum syari’ah Islam adalah mewujudkan kepentingan umum melalui perlindungan dan jaminan kebutuhan-kebutuhan dasar (al-daruriyyah) serta pemenuhan kepentingan (al-hajiyyat) dan penghiasan (tahsiniyyah) mereka.”[4] Dari konsep inilah kemudian tercipta sebuah konsep al-daruriyyah al-khamsah (lima dasar kebutuhan manusia), yang meliputi jiwa (al-nafs), akal (al-aql), kehormatan (al-‘irdh), harta benda (al-mal), dan agama (al-din).[5]
Sebagaimana dikemukakan Abu Ishak al-Syatibi, dalam kutipan Saidani dengan perincian sebagai berikut.
a)        Memelihara Agama
Agama sesuatu yang harus dimiliki oleh setiap manusia, supaya derajatnya terangkat dan memenuhi hajat jiwanya. Agama Islam harus terpelihara dari ancaman orang yang akan merusak akidah, syari’ah dan akhlak atu mencampuradukkan ajaran agama Islam dengan faham atau aliran yang batil. Agama Islammemberikan perlindungan kepada pemeluk agama lain untuk menjalankan agama sesuai dengan keyakinannya dan tidak memaksakan pemeluk agama lain meninggalkan agamanya untuk memeluk Islam (QS. 2: 256).

b)        Memelihara Jiwa
Jiwa harus dilindungi, untuk itu hukum Islam wajib memelihara hak manusia untuk hidup dan mempertahankan hidupnya, dan dilarang melakukan sesuatu yang dapat menghilangkan jiwa manusia dan melindungi berbagai sarana yang digunakan oleh manusia untuk mempertahankankemaslahatan hidupnya.

c)        Memelihara akal
Memelihara akal adalah wajib hukumnya bagi seseorang, karena akal mempunyai peranan sangat penting dalam hidup dan kehidupan manusia. Dengan akal, manusia dapat mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Seseorang tidak akan mampu menjalankan hukum Islam dengan baik dan benar tanpa menggunakan akal yang sehat. Oleh karena itu Islam melarang orang meminum-minuman khamr[6], karena akan merusak akal. Sebagaimana dijelaskan dalam QS. Al-Ma>idah: 90.

d)        Memelihara Keturunan
Dalam Islam, memelihara keturunan hal yang sangat penting. Untuk itu harus ada perkawinan yang dilakukan secara sah menurut ketentuan yang berlaku yang ada dalam al-Qur’an dan sunnah nabi dan dilarang melakukan perbuatan Zina. Hukum kekeluargaan dan kewarisan Islam dalam al-Qur’an merupakan hukum yang erat kaitannya dengan pemurnian keturunan dan pemeliharaan keturunan. Pemeliharaan keturunan berkaitan dengan perkawinan dan kewarisan disebutkan secara rinci dan tegas misalnya larangan-larangan perkawinan (QS. An-Nisa ayat 23) dan larangan berzina (QS. Al-Isra ayat 32).

e)        Memelihara Harta
Menurut hukum Islam, harta merupakan pemberian Allah kepada manusia untuk kesejahteraan hidup dan kehidupannya, untuk itu manusia sebagai khalifah (human duties) Allah di muka bumi diberi amanah untuk menglola alam ini sesuai kemampuan yang dimilikinya, dilindungi haknya untuk memperoleh harta dengan cara yang halal, sah menurut hukum dan benar menurut ukuran moral, dan dipergunakan secara sosial.[7]
Menjamin keamanan dari kebutuhan-kebutuhan hidup merupakan tujuan pertama dan utama dari pendidikan Islam. Dalam kehidupan manusia, ini merupakan hal penting, sehingga tidak bisa dipisahkan. Apabila kebutuhan ini tidak terjamin, akan terjadi kekacauan di mana-mana. Kelima kebutuhan yang primer ini disebut dengan istilah Al-Daruriyat al-Khamsah atau dalam kepustakaan hukum Islam disebut dengan istilah al-Maqasid al-Khamsah, yaitu: agama, jiwa, akal pikiran, keturunan, dan hak milik.
Jika diperhatikan dengan seksama, tujuan pendidikan Islam ditetapkan oleh Allah untuk memenuhi keperluan hidup manusia itu sendiri, baik keperluan primer (al-maqasidu al-khamsah), sekunder (hajiyat) , dan tertier (tahsinat).41 Oleh karena itu, apabila seorang muslim mengikuti ketentuan-ketentuan yang ditetapkan Allah, maka ia akan selamat baik di dunia maupun di akhirat.
Beberapa keterangan mengenai tujuan pendidikan Islam di atas sesuai dengan tujuan pendidikan multicultural, yaitu untuk menciptakan kehidupan yang harmonis dalam masyarakat yang serba majemuk.


[1] Mudjahirin Thohir, Nasionalisme Indonesia: Membingkai Pluralitas dalam Kedamaian, dalam Zudi Setiawan, Nasionalisme NU (Semarang: Aneka Ilmu), hlm. 300.
[2] Johan Effendi, Kemusliman dan Kemajemukan Agama (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hlm. 61.
[3] Athiyyah al-Abrasyi, At-Tarbiyyah al-Islamiyyah wa Falsafatuha (Beirut: Dar al-Fikr. 1969), hlm 22.
[4] Abd al-Wahhab Khalaf, Ilm Ushul al-Fiqh (Kuwait: Dar al-Qalam, 1978), hlm. 198.
[5] Masykuri Abdillah, Demokrasi di Persimpangan Makna: Respons Intelektual Muslim Indonesia terhadap Konsep Demokrasi 1966-1993, hlm. 102.
[6] Minuman yang memabukkan baik minuman tersebut dinamakan khamr atau bukan khamr, baik yang berasal dari perasan anggur maupun yang bukan berasal dari perasan anggur. Lihat dalam Abd al-Qadir Audah, at-Tasyri al-Jinaiy al-Islamiy, Juz II, (Beirut: Dar al-Fikr al-Arabi, t.t.), hlm. 498.
[7] Anwar Haryono, Hukum Islam: Keluasan dan Keadilan, (Jakarta: Bulan Bintang, 1968) hlm. 140

Tidak ada komentar:

Posting Komentar