Senin, 01 Oktober 2018

Tinjauan Pendidikan Indonesia


A.     Tinjauan Rendahnya Pendidikan Akhak Berbasis Uswah Guru
Pendidikan Akhlak merupakan pendidikan mengenai dasar-dasar moral dan keutamaan perangai, tabiat, yang harus dimiiki dan dijadikan kebiasaan anak-anak sejak mumayyiz hingga mukallaf, pemuda yang mengarungi kehidupan. (Al ghazali, 1980: 174), sedangkan uswah tersendiri adal salah satu metode pendidikan akhlak dengan teladan ataupun contoh. Uswah dalam KBBI diartikan suatu teladan/contoh secara faktual bukan narasi dan dilaksanakan secara continue kemudian ditirukan oleh setiap obyek yang ditentukan yakni siswa-siswi yang berada di sekitarnya[1]. Informasi tentang akhlak yang diperoleh oleh siswa melalui uswah yang diperankan oleh para subyek pendidikan kemudian harapannya nilai yang diterima oleh para siswa dapat diterapkan/diaplikasikan dalam setiap kehidupan pribadi mereka baik dengan diri sendiri, teman, lingkungan, keluarga maupun orang tua.
Faktanya di SDN Timbulharjo Bantul Yogyakarta, interaksi siswa dengan kepala sekolah menunjukan setiap pagi siswa berjabat tangan dengan kepala sekolah yang berdiri di depan ruang guru. Ketika berjabat tangan dengan kepala sekolah, siswa juga mengucapkan salam dan mencium tangan, selain itu ketika siswa masuk ruang kepala sekolah siswa mengetuk pintu dan mengucapkan salam, ketika sudah dipersilahkan masuk mereka masuk menemui kepala sekolah mengatakan maksud tujuannya. Ketika berbicara dengan kepala sekolah juga menggunakan bahasa indonesia yang baik dan benar dan terkadang diselingi dengan bahasa jawa halus. Siswa berpamitan ketika sudah selesai dan hendak meninggalkan kepala sekolah. Interaksi antara siswa dengan guru dan karyawan ditunjukan dengan bersalaman saat bertemu dengan mereka dan mengucapkan salam sambil mencium tangan guru. Ketika sedang kegiatan belajar mengajar kemudian hendak mendingkalkan kelas maka siswa berpamitan kepada guru yang sedang mengajar. Pada akhirnya pelaksanaan pendidikan akhlak berbasis uswah di SDN Timbulharjo sangat mendukung pelaksanaan tersebut dengan memberikan teladan berankat lebih awal, pakaian rapih, bertutur kata yang baik, dan menjadi teladan[2]. Ada juga dalam sebuah video liputan 6 petang jakarta pada 11 oktober 20016 telah terjadi kenakalan remaja terkait seorang remaja yang cemburu terhadap sahabatnya neka menyiksa dan mencoba membunuh namun sahabatnya bisa menyelamatkan diri. Menurut kepala polisi trindade (renata Vieirera)  mereka semua adalah teman satu kelas dan sahabatan, dan ada yang sudah berteman selama 10 tahun. Namun karena cemburu melihat korban dianggap merebut kekasih, sehingga ia akhirnya dianiaya oleh pelaku[3]
Selain itu ada jug beberapa sekolah yang belum melaksanakan pendidikan akhlak sehingga mengakibatakan adanya siswa yang menjangkit atau melakukan perbuatan abmoral dalam berkehidupan bersama guru dan pegawai ataupun dengan masyarakat. Apalagi sampai terjadinya perlawanan antara siswa dengan guru bahkan terjadi perkelahian yang sangat memilukan. Sekitar tujuh tahun yang lalu ada salah satu kelompok pelajar yang ditegur oleh seorang guru BK disekolah sehingga mereka mereka diusik oleh guru tersebut, akhirnya beberapa pelajar itu sepulang sekolah menghadang guru BK tersebut dan memukuli guru BK akhirnya kakinya terluka dan tiak bisa berjalan dengan normal dan kakinya pincang selama beberapa waktu hingga kakinya sembuh baru penyelesaian dengan para siswa tersebut. Selain itu empat tahun yang lalu ada salah satu SLTA di Jawa Tengah ada kejadian yang hampir sama terjadi perkelahian antara guru dan siswanya disekolah. Kasus ini terjadi berawal dari seorang siswa yang terlambat kemudian oleh guru Bk yang sedang bertugas ia ditanya beberapa hal yang mengakibatkan siswa tersebut tersinggung hingga akhirnya siswa tersebut menjawab dengan perkataan yang tidak sopan sehingga guru tersebut memukul siswa dan terjadi cekcok antara murid dan guru tersebut hingga besok harinya siswa itu melaporkan kejadian dan perbuatan gurunya tersebut ke kepolisian sehingga guru BK dibawa ke kantor ppolisi untuk dilakukan penyelidikan sebab diduga telah melakukan penganiayaan terhadap siswanya[4].
Problem loral yang menjangkit tatana kehidupan berbangsa dan negara merupakan bukti nyata gagalnya pendidikan kita.sementara itu konsep pendidikan karakter di indonesia yang sedang mengedepankan sebagai solusi pemecahan moral, selama ini lebih banyak menjadi sebuah tema menghasilkan sebuah teori menurut sebuah pihak tanpa disertai kesatuan landasan kefalsafahan yang menjadi dasar pemikiran melihat relita tersebut Gitaliska tri arini dalam skripsinya mencoba untuk meralisasikan kembali pemikiran pendidikan karakter Ki Hajar Dewantara sebagai dasar konsep pendidikan indonesia sesuai dengan budaya sendiri. Untuk memberi bekal kuat dalam membangun karakter bangsa. Dalam penelitiannya ia melakukan studi pustaka, analisis dan wawancara dengan pihak sekolah dan melihat lapangan SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Taman Siswa. Ketika dilapangan melihat realita yang tidak menggunakan konsep pendidikan Ki Hajar para siswa masih ada yang kurang dalam penanaman akhlak dan juga menghasilkan output pendidikan yang kurang dan bahkan tidak berakhlak. Disisi lain ia melihat dan menemukan nilai-nilai pendidikan karakterbangsa dalam setiap konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara yang masih relevan untuk terus dibinaserta strategi penerapannya di sekolah. Dengan demikian hal tersebut bisa dijadikan sebagai rujukan dalam rangka revitalisasi mencapai pendidikan karakter bangsa[5]. Oleh karenanya problem sekarang yang tengah dihadapi oleh bangsa ini adalah terkait dengan akhlak yang masih sangat minim oleh para pelajar dalam berperangai yang baik dan juga menghormati sesama manusia dan warga negara. selain itu guru juga harus menanamkan nilai akhlak dan memberikan teladan terhadap siswanya dalam kehidupan di sekolah mereka tinggal.
Bahkan sampai di perguruan tinggupun seorang dosen masih perlu menanamkan nilai akhlak dan teladan terhadap mahasiswa, telebih Fakultasnya pendidikan perlu juga adanya pembiasaan bagaimana dosen bergaul dan berkomunikasi ferbal dan formal dengan mahasiswa, sehingga mahasiswanya memahami bahwasanya kelak ketia mereka sudah menjadi bagian dari lembaga subyek pendidikan juga harus berlaku sebagaimana apa yang telah dibiasakan guru ataupun dosen sebagai produk manusia berpendidikan, sehigga, semua dapat dilihat dilingkungan UIN Sunan Kalijaga seorang yang diampu oleh seorang dosen juga secara tidak langsung dalam bergaul sedikit demi sedikit dengan bagaimana masing-masing dosen yang sering bertemu dan berkomuni kasi formal dan nonformal bersamanya. Sehingga kebiasan dan pembiasan oleh setiap lembaga dan subyek yang berada didalamnya perlu melakukan hal yang demikian dalam rangka penanggulangan dekadensi moral bangsa yang terus merambak ke wilayah yang lebih sensitif dan terpencil dan tak terjangkau oleh sistem yang berwenang[6].
           


B.     Solusi Pendidikan/Praktik Pendidikan Masa Lalu

Salah satu tokoh pendidikan islam yang sangat relevan dan koheren hingga berkat jasanya terlahirlah organisasi masyarakat yang penuh tolerasni dan juga kesederhanaan hidup. K.H Hasyim Asy’ary sosok yang sangt dikenal penjuru dunia dan keilmuan yang sangat luar biasa, beliau dapat dijadikan sebagai contoh bagi pelaksanaan pendidikan berakhlak dan teladan bagi setiap murid-muridnya.
Sejak masa kanak-kanak K.H Hasyim asy’ary sudah menunjukan sosok tanda-tanda kehebatan pemikirannya dan selalu belajar serta belajar dalam setiap kesempatan hidupnya. Latar belakang keluarga yang berbasis keagamaan belia turut melatar belakangi beliau dalam berkepribadian dan juga berperilaku setiap harinya, bahkan setiap kali hendak pergi dalam jarak yang dekat selalu berpamitan kepada kedua orangtuanya sebagai perwujudan kehormatan dan berbaakti terhadap orangtua. Sejak kecil hingga remaja beliau sangat tinggi motivasinya untuk belajar dan nurut terhadap orang tuanya, sampai suatu ketika berpamitan lepada ibunya untuk menimba ilmu didaerah yang cukup jauh kemudian sang ibu menangis, dan Kyai Hasyim kembali mengurungkan niatnya untuk belajar ke daerah lain. Dan beliau baru pergi ketika ibu sudah mengijinkan dan meridlhoi kepergiannya. Selama belajar ia selalu ta’dzhim terhadap kyainya terebih saat ia belajar di pesantren kademangan milik K.H Kholil Bangkalan disana  Kyai hasyim ketika diperintah oleh sang kyai selalu nurut dan menaati peraturan yang ada di pesntren tersebut mulai dari yang opaling kecil hingga besar[7].
Setelah pulang dari pondok pesantren dan menikah dengan istrinya diberi pilihan untuk meneruskan ayahnya di pesantren, namun kyai hasyim lebih memilih untuk pindah bersama istrinya membangun rumah yang sangat sederhana di tanah keluarganya, dan  memulai membuka pengajian untuk masyarakat sekitar rumah kyi hasyim tinggal. Awal pembukaan pengajiannya hanya dihadiri oleh beberapa santri saja dibawah sepuluh anak sekitar. Disisi lain juga banyak orang tua yang tidak mengijinkan anaknya untuk belajar kepadanya. Dalam pengajaran pengajiannya Kyai Hasyim senantiasa menanamkan nilai akhlak terpuji mulai menjalankan apa perintah Allah SWT hingga patuh terhadap orang tuanya meskipun ia tau apa yang dilakukan itu baik. Usai menjelaskan hak tersebut dihari berikutnya santri yang datang semakin sedikit dan setelah ditelusuri kebanyakan mereka tidak boleh berangkat mengaji ke Kyai Hasyim karena dilarang oleh orang tuanya. Saat mendengar berita tersebut kyai hasyim bukannya sedih akan tetapi merasa senang sebab santriuinya telah menanamkan dan memanfaatkan apa yang diajarkan oleh beliau.[8]
Beriring dengan berjalannya waktu pesantren kyai hasyim semakin berkembang dengan pesat berkat kesadarn msyarakat sekitar dan santrinya juga semakin banyak. Sampai suatu ketika pengajian subuh ada salah satu santri yang tidak ikut jamaah dan pengajian tersebut dan kyai hasyim menyuruh salah satu santrinyan untuk memanggil anak yang tidak jamaah, sesampai dihadapan bbeliau santrinya kaget sebab bukan marahan yang didapatnya namun justru salaman dan jabat tangan cukup lama sambil menasehati santrinya untuk rajin jama’ah dan ngaji setiap harinya[9].
Dalam pergerkan pendidikan nasional ada salah seorang yang sangat terkenal dengan ciri khas pendidikannya yaitu pola asuh dan kepemilikan dengan para muridnya ia adalah Ki Hajar Dewantara, ia terkenal dengan seorang tokoh pendidikan yang berneda dengan tokoh yang lain sebab ia emiliki kekhasan konsep pendidikan yang disebut dengan sistem among dan berbasis budaya kita sediri. Selama kehidupannya Kio hajar dewantara dalam mendidik dn mengajar selalu mementikan pola asah asih asuh hingga pada akhirnya beliau dapat mendirikan perguruan taman siswa di Yogyakarta. Dalam pembelajaran di kelas Ki hajar dewantara tidak pernah berkata kata yang buruk didepan muridnya dan selalu memberikan contoh dan juga keteladanan baik dari pemahaman dan juga perilaku kehidupan[10]. Dalam pembelajaran ditaman siswa ia selalu menerapkan sistem trilogi sehingga dapat menciptakan output berkarakter, berikut triloginya;
a.       Ing Ngarsa Sung Tuladha ( Di Depan memberikan Keteladanan). Sebagai orang tu, guru atau sebagai pemimpin apapun, yng namanya anak, murid, bawahan pasti akan memperhatikan tingkah laku orang tua, guru, ataupun pimpinannya.
b.      Ing Madya Mangun Karsa (Di Pertengahan Memberikan Semangat). Dalam pergaulan sehari-hari ketika kita melihat anak-anak ataupun murid melakukan hal yang benar merekawajib diberikan semangat/dorongan dalam rangka kepedulian terhadap mereka yang telah melakukan hal benar. Mereka perlu diberi semangat dalam menjalani keewajibannya.
c.       Tut Wuri Handayani (Di Belakang Memberi Dukungan). Anak-anak/murid yang mulaipercaya diri untuk didorong untukberada di depan. Orang tua/gurupun penting dan perlu memberikan dukungan dari belakang. Sudah saatnya yang sepuh memberikan kesempatan kepada yang muda untuk bisa berkiprah didepan meneruskan perjuangan para sepuh, dengan demikian pendidikan bisa dikatakan sudah mencapai keberhasilan sebab dapat membina generasi penerusnya[11].
Dari beberpa yang difikirka oleh Kihajar Dewantara adalah beliau selalu menekanankan pelaksanan pendidikan dengan tiga sistem tersebut dan juga rasa kepemilikan terhadap siswa-ssiswanya sebagai orang tua dan bukan orang lain sehingga ia akan terus menerus mendidik dan mengajarkan tanpa henti kepada para siswa-siswanya.[12]
Ki Hajar Dewantara (2001:04) mengungkapkan bahwa pendidikan secara umum adalah tuntunan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, yakni pendidikan menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak manusia itu agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya. Sedangkan pengajaran adalah pendidikan dengan cara memberi ilmu atau pengetahuan serta memberi kecakapan kepada anak yang memberi manfaat dan faedah buat hidup manusia baik lahir maupun batin[13].
Sehingga pendidikan akhlak berbasis uswah dapat dilaksanakan dengan menggunakan pola tiga rangkaian yang disebut dengan asah asih asuh terhadap peserta didik, sebab dengan hal itu peserta didik merasa bagian dari pendidik sehingga komunikasi akan terjalin dan mengalir pendidikan tanpa ada paksaan ataupun tekanan dari berbagai pihak manapun[14]
C.     Solusi yang ditawarkan

Terkait solusi yang ditawarka oleh penulis adalah dengan merubah mindsat pendidik untuk memiliki rasa kepemilikin terhadap obyekl pendidikan dan juga memeberikan teladan yang baik kepada para muridnya, dan mengembalikan sisten pendidikan lama yang dulu sempat menjadi cita-cita pendidikan bangsa indonesia yang kini sudah mulai hilang ditelan masa, sebab berdasarkan realita sekarang sistem tersebut masih sangat relevan untuk bisa diterapkan dna juga dikembangkan lebih jauh lagi sesuai dengan adat dan budaya masyarakat dan bsngsa indonesia. Berdasrkan uraian tersebut dapat dikategorikan beberapa solusi sebagai berikut;
1.      Pendidikan harus dilakukan dengan teladan dan bukan hanya sekedar nasehat ataupun lainnya tapi perlu contoh yang relevan.
2.      Pendidikan akhlak ataupun lainnya dilangsungkan dengan keterbukaan dan rasa kepemilikan satu sama lainnya
3.      Guru/tenaga pendidik seharusnya lebih menitik beratkan pada uswah/teladan yang nyata daripada nasehat yang tak dapat di realisasikan secara realita, sehingga peserta didik lebih mudah melakukan bukan hanya mengangan-angan apa yang sudah diajarkan.









D.    Daftar Pustaka
Arifudin, Fatah, Konsep Pendidikan yang Memerdekakan Siswa Menurut Ki Hajar Dewantara, Skripsi, FITK UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2013

Hanani, Silfia,  Sosiologi Pendidikan Keindonesiaan, Yogyakarta: ArRuzzMedia, 2013

Rahardjo, Suparto, Ki Hajar Dewantara Biografi Singkat 1889-1959, Yogyakarta: Garasi, 2009.

Samho, Bartolomeus, Visi Pendidikan Ki Hajar Dewantara, Yogyakarta: Kanisius, 2013

Tri arini, Gitaliska.. “Revitalisasi Pemikiran Ki Hajar Dewamtara Untuk Pendidikan Karaktar Bangsa”. Skripsi Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga: 2012

Misrawi, Zuhairi. Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari Moderasi, Keumatan, dan Kebangsaan, Yogyakarta: Kompas, 2010







[1] Departemen Pndidikan dan Kebudayaan, KBBI ,(jakarta:balaipustaka,1995) edisi 2cet. Ke 4 hal.129

[2]Moh. Soffannuri , Jurnal Pendidikan Guru Sekolah Dasar Edisi 2mtahun ke-5 2016 , hal. 133-134
[3]Liputan 6 explore
[4]SLTP dan SLTA di Jawa Tengah
[5]GitaliskaTriarini, Revitalisasi Pemikiran Ki HajarDewantara untuk Pendidikan Karakter Bangsa, skripsi,(Universitas Kristen Satya Wacana,Salatiga:2012) hal. xii
[6]Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2014-2016
[7][7] Zuhairi Misrawi,Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari Moderasi, Keumatan, dan Kebangsaan, (Yogyakarta;Kompas,2010),hal24-130
[8]Ibid   
[9]Ibid  
[10][10] M.Said Reksohadiprojo, taman Siswa dan Alam Gagasannya, Dalam 50 Tahun Taman Siswa, (Yogyakarta: MLPTS, 1976),

[11] Suparto Rahardjo, Ki Hajar Dewantara Biografi Singkat 1889-1959, (Yogyakarta: Garasi, 2009), hal. 74
[12] Ibid
[13] Ibid,
[14]GitaliskaTriarini, Revitalisasi Pemikiran Ki HajarDewantara untuk Pendidikan Karakter Bangsa, skripsi,(Universitas Kristen Satya Wacana,Salatiga:2012) hal. xii


Tidak ada komentar:

Posting Komentar