A.
Tinjauan Rendahnya Pendidikan Akhak Berbasis Uswah Guru
Pendidikan Akhlak merupakan pendidikan mengenai dasar-dasar moral
dan keutamaan perangai, tabiat, yang harus dimiiki dan dijadikan kebiasaan
anak-anak sejak mumayyiz hingga mukallaf, pemuda yang mengarungi kehidupan. (Al
ghazali, 1980: 174), sedangkan uswah tersendiri adal salah satu metode
pendidikan akhlak dengan teladan ataupun contoh. Uswah dalam KBBI
diartikan suatu teladan/contoh secara faktual bukan narasi dan dilaksanakan
secara continue kemudian ditirukan oleh setiap obyek yang ditentukan yakni
siswa-siswi yang berada di sekitarnya[1].
Informasi tentang akhlak yang diperoleh oleh siswa melalui uswah yang diperankan
oleh para subyek pendidikan kemudian harapannya nilai yang diterima oleh para
siswa dapat diterapkan/diaplikasikan dalam setiap kehidupan pribadi mereka baik
dengan diri sendiri, teman, lingkungan, keluarga maupun orang tua.
Faktanya di SDN Timbulharjo Bantul Yogyakarta, interaksi siswa
dengan kepala sekolah menunjukan setiap pagi siswa berjabat tangan dengan
kepala sekolah yang berdiri di depan ruang guru. Ketika berjabat tangan dengan
kepala sekolah, siswa juga mengucapkan salam dan mencium tangan, selain itu
ketika siswa masuk ruang kepala sekolah siswa mengetuk pintu dan mengucapkan
salam, ketika sudah dipersilahkan masuk mereka masuk menemui kepala sekolah
mengatakan maksud tujuannya. Ketika berbicara dengan kepala sekolah juga
menggunakan bahasa indonesia yang baik dan benar dan terkadang diselingi dengan
bahasa jawa halus. Siswa berpamitan ketika sudah selesai dan hendak
meninggalkan kepala sekolah. Interaksi antara siswa dengan guru dan karyawan
ditunjukan dengan bersalaman saat bertemu dengan mereka dan mengucapkan salam
sambil mencium tangan guru. Ketika sedang kegiatan belajar mengajar kemudian
hendak mendingkalkan kelas maka siswa berpamitan kepada guru yang sedang
mengajar. Pada akhirnya pelaksanaan pendidikan akhlak berbasis uswah di SDN
Timbulharjo sangat mendukung pelaksanaan tersebut dengan memberikan teladan
berankat lebih awal, pakaian rapih, bertutur kata yang baik, dan menjadi
teladan[2].
Ada juga dalam sebuah video liputan 6 petang jakarta pada 11 oktober 20016
telah terjadi kenakalan remaja terkait seorang remaja yang cemburu terhadap sahabatnya
neka menyiksa dan mencoba membunuh namun sahabatnya bisa menyelamatkan diri.
Menurut kepala polisi trindade (renata Vieirera) mereka semua adalah teman satu kelas dan
sahabatan, dan ada yang sudah berteman selama 10 tahun. Namun karena cemburu
melihat korban dianggap merebut kekasih, sehingga ia akhirnya dianiaya oleh
pelaku[3]
Selain itu ada jug beberapa sekolah yang belum melaksanakan
pendidikan akhlak sehingga mengakibatakan adanya siswa yang menjangkit atau
melakukan perbuatan abmoral dalam berkehidupan bersama guru dan pegawai ataupun
dengan masyarakat. Apalagi sampai terjadinya perlawanan antara siswa dengan
guru bahkan terjadi perkelahian yang sangat memilukan. Sekitar tujuh tahun yang
lalu ada salah satu kelompok pelajar yang ditegur oleh seorang guru BK
disekolah sehingga mereka mereka diusik oleh guru tersebut, akhirnya beberapa
pelajar itu sepulang sekolah menghadang guru BK tersebut dan memukuli guru BK
akhirnya kakinya terluka dan tiak bisa berjalan dengan normal dan kakinya
pincang selama beberapa waktu hingga kakinya sembuh baru penyelesaian dengan
para siswa tersebut. Selain itu empat tahun yang lalu ada salah satu SLTA di
Jawa Tengah ada kejadian yang hampir sama terjadi perkelahian antara guru dan
siswanya disekolah. Kasus ini terjadi berawal dari seorang siswa yang terlambat
kemudian oleh guru Bk yang sedang bertugas ia ditanya beberapa hal yang
mengakibatkan siswa tersebut tersinggung hingga akhirnya siswa tersebut
menjawab dengan perkataan yang tidak sopan sehingga guru tersebut memukul siswa
dan terjadi cekcok antara murid dan guru tersebut hingga besok harinya siswa
itu melaporkan kejadian dan perbuatan gurunya tersebut ke kepolisian sehingga
guru BK dibawa ke kantor ppolisi untuk dilakukan penyelidikan sebab diduga
telah melakukan penganiayaan terhadap siswanya[4].
Problem loral yang menjangkit tatana kehidupan berbangsa dan negara
merupakan bukti nyata gagalnya pendidikan kita.sementara itu konsep pendidikan
karakter di indonesia yang sedang mengedepankan sebagai solusi pemecahan moral,
selama ini lebih banyak menjadi sebuah tema menghasilkan sebuah teori menurut
sebuah pihak tanpa disertai kesatuan landasan kefalsafahan yang menjadi dasar
pemikiran melihat relita tersebut Gitaliska tri arini dalam skripsinya mencoba
untuk meralisasikan kembali pemikiran pendidikan karakter Ki Hajar Dewantara
sebagai dasar konsep pendidikan indonesia sesuai dengan budaya sendiri. Untuk
memberi bekal kuat dalam membangun karakter bangsa. Dalam penelitiannya ia
melakukan studi pustaka, analisis dan wawancara dengan pihak sekolah dan
melihat lapangan SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Taman Siswa. Ketika dilapangan
melihat realita yang tidak menggunakan konsep pendidikan Ki Hajar para siswa
masih ada yang kurang dalam penanaman akhlak dan juga menghasilkan output
pendidikan yang kurang dan bahkan tidak berakhlak. Disisi lain ia melihat dan
menemukan nilai-nilai pendidikan karakterbangsa dalam setiap konsep pendidikan
Ki Hajar Dewantara yang masih relevan untuk terus dibinaserta strategi
penerapannya di sekolah. Dengan demikian hal tersebut bisa dijadikan sebagai
rujukan dalam rangka revitalisasi mencapai pendidikan karakter bangsa[5].
Oleh karenanya problem sekarang yang tengah dihadapi oleh bangsa ini adalah
terkait dengan akhlak yang masih sangat minim oleh para pelajar dalam
berperangai yang baik dan juga menghormati sesama manusia dan warga negara.
selain itu guru juga harus menanamkan nilai akhlak dan memberikan teladan
terhadap siswanya dalam kehidupan di sekolah mereka tinggal.
Bahkan sampai di perguruan tinggupun seorang dosen masih perlu
menanamkan nilai akhlak dan teladan terhadap mahasiswa, telebih Fakultasnya
pendidikan perlu juga adanya pembiasaan bagaimana dosen bergaul dan
berkomunikasi ferbal dan formal dengan mahasiswa, sehingga mahasiswanya memahami
bahwasanya kelak ketia mereka sudah menjadi bagian dari lembaga subyek
pendidikan juga harus berlaku sebagaimana apa yang telah dibiasakan guru
ataupun dosen sebagai produk manusia berpendidikan, sehigga, semua dapat
dilihat dilingkungan UIN Sunan Kalijaga seorang yang diampu oleh seorang dosen
juga secara tidak langsung dalam bergaul sedikit demi sedikit dengan bagaimana
masing-masing dosen yang sering bertemu dan berkomuni kasi formal dan nonformal
bersamanya. Sehingga kebiasan dan pembiasan oleh setiap lembaga dan subyek yang
berada didalamnya perlu melakukan hal yang demikian dalam rangka penanggulangan
dekadensi moral bangsa yang terus merambak ke wilayah yang lebih sensitif dan
terpencil dan tak terjangkau oleh sistem yang berwenang[6].
B.
Solusi Pendidikan/Praktik Pendidikan Masa Lalu
Salah satu
tokoh pendidikan islam yang sangat relevan dan koheren hingga berkat jasanya
terlahirlah organisasi masyarakat yang penuh tolerasni dan juga kesederhanaan
hidup. K.H Hasyim Asy’ary sosok yang sangt dikenal penjuru dunia dan keilmuan
yang sangat luar biasa, beliau dapat dijadikan sebagai contoh bagi pelaksanaan
pendidikan berakhlak dan teladan bagi setiap murid-muridnya.
Sejak masa
kanak-kanak K.H Hasyim asy’ary sudah menunjukan sosok tanda-tanda kehebatan pemikirannya
dan selalu belajar serta belajar dalam setiap kesempatan hidupnya. Latar
belakang keluarga yang berbasis keagamaan belia turut melatar belakangi beliau
dalam berkepribadian dan juga berperilaku setiap harinya, bahkan setiap kali
hendak pergi dalam jarak yang dekat selalu berpamitan kepada kedua orangtuanya
sebagai perwujudan kehormatan dan berbaakti terhadap orangtua. Sejak kecil
hingga remaja beliau sangat tinggi motivasinya untuk belajar dan nurut terhadap
orang tuanya, sampai suatu ketika berpamitan lepada ibunya untuk menimba ilmu
didaerah yang cukup jauh kemudian sang ibu menangis, dan Kyai Hasyim kembali
mengurungkan niatnya untuk belajar ke daerah lain. Dan beliau baru pergi ketika
ibu sudah mengijinkan dan meridlhoi kepergiannya. Selama belajar ia selalu
ta’dzhim terhadap kyainya terebih saat ia belajar di pesantren kademangan milik
K.H Kholil Bangkalan disana Kyai hasyim
ketika diperintah oleh sang kyai selalu nurut dan menaati peraturan yang ada di
pesntren tersebut mulai dari yang opaling kecil hingga besar[7].
Setelah pulang
dari pondok pesantren dan menikah dengan istrinya diberi pilihan untuk
meneruskan ayahnya di pesantren, namun kyai hasyim lebih memilih untuk pindah
bersama istrinya membangun rumah yang sangat sederhana di tanah keluarganya,
dan memulai membuka pengajian untuk
masyarakat sekitar rumah kyi hasyim tinggal. Awal pembukaan pengajiannya hanya
dihadiri oleh beberapa santri saja dibawah sepuluh anak sekitar. Disisi lain
juga banyak orang tua yang tidak mengijinkan anaknya untuk belajar kepadanya.
Dalam pengajaran pengajiannya Kyai Hasyim senantiasa menanamkan nilai akhlak
terpuji mulai menjalankan apa perintah Allah SWT hingga patuh terhadap orang
tuanya meskipun ia tau apa yang dilakukan itu baik. Usai menjelaskan hak
tersebut dihari berikutnya santri yang datang semakin sedikit dan setelah
ditelusuri kebanyakan mereka tidak boleh berangkat mengaji ke Kyai Hasyim
karena dilarang oleh orang tuanya. Saat mendengar berita tersebut kyai hasyim
bukannya sedih akan tetapi merasa senang sebab santriuinya telah menanamkan dan
memanfaatkan apa yang diajarkan oleh beliau.[8]
Beriring dengan
berjalannya waktu pesantren kyai hasyim semakin berkembang dengan pesat berkat
kesadarn msyarakat sekitar dan santrinya juga semakin banyak. Sampai suatu
ketika pengajian subuh ada salah satu santri yang tidak ikut jamaah dan
pengajian tersebut dan kyai hasyim menyuruh salah satu santrinyan untuk
memanggil anak yang tidak jamaah, sesampai dihadapan bbeliau santrinya kaget
sebab bukan marahan yang didapatnya namun justru salaman dan jabat tangan cukup
lama sambil menasehati santrinya untuk rajin jama’ah dan ngaji setiap harinya[9].
Dalam pergerkan
pendidikan nasional ada salah seorang yang sangat terkenal dengan ciri khas
pendidikannya yaitu pola asuh dan kepemilikan dengan para muridnya ia adalah Ki
Hajar Dewantara, ia terkenal dengan seorang tokoh pendidikan yang berneda
dengan tokoh yang lain sebab ia emiliki kekhasan konsep pendidikan yang disebut
dengan sistem among dan berbasis budaya kita sediri. Selama kehidupannya Kio
hajar dewantara dalam mendidik dn mengajar selalu mementikan pola asah asih
asuh hingga pada akhirnya beliau dapat mendirikan perguruan taman siswa di
Yogyakarta. Dalam pembelajaran di kelas Ki hajar dewantara tidak pernah berkata
kata yang buruk didepan muridnya dan selalu memberikan contoh dan juga
keteladanan baik dari pemahaman dan juga perilaku kehidupan[10].
Dalam pembelajaran ditaman siswa ia selalu menerapkan sistem trilogi sehingga
dapat menciptakan output berkarakter, berikut triloginya;
a. Ing
Ngarsa Sung Tuladha ( Di Depan memberikan Keteladanan). Sebagai orang tu, guru
atau sebagai pemimpin apapun, yng namanya anak, murid, bawahan pasti akan
memperhatikan tingkah laku orang tua, guru, ataupun pimpinannya.
b. Ing
Madya Mangun Karsa (Di Pertengahan Memberikan Semangat). Dalam pergaulan
sehari-hari ketika kita melihat anak-anak ataupun murid melakukan hal yang
benar merekawajib diberikan semangat/dorongan dalam rangka kepedulian terhadap
mereka yang telah melakukan hal benar. Mereka perlu diberi semangat dalam
menjalani keewajibannya.
c. Tut
Wuri Handayani (Di Belakang Memberi Dukungan). Anak-anak/murid yang mulaipercaya diri untuk
didorong untukberada di depan. Orang tua/gurupun penting dan perlu memberikan
dukungan dari belakang. Sudah saatnya yang sepuh memberikan kesempatan kepada
yang muda untuk bisa berkiprah didepan meneruskan perjuangan para sepuh, dengan
demikian pendidikan bisa dikatakan sudah mencapai keberhasilan sebab dapat
membina generasi penerusnya[11].
Dari
beberpa yang difikirka oleh Kihajar Dewantara adalah beliau selalu menekanankan
pelaksanan pendidikan dengan tiga sistem tersebut dan juga rasa kepemilikan
terhadap siswa-ssiswanya sebagai orang tua dan bukan orang lain sehingga ia
akan terus menerus mendidik dan mengajarkan tanpa henti kepada para
siswa-siswanya.[12]
Ki Hajar
Dewantara (2001:04) mengungkapkan bahwa pendidikan secara umum adalah tuntunan
di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, yakni pendidikan menuntun segala kekuatan
kodrat yang ada pada anak manusia itu agar mereka sebagai manusia dan sebagai
anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan
setinggi-tingginya. Sedangkan pengajaran adalah pendidikan dengan cara memberi
ilmu atau pengetahuan serta memberi kecakapan kepada anak yang memberi manfaat
dan faedah buat hidup manusia baik lahir maupun batin[13].
Sehingga
pendidikan akhlak berbasis uswah dapat dilaksanakan dengan menggunakan pola
tiga rangkaian yang disebut dengan asah asih asuh terhadap peserta didik, sebab
dengan hal itu peserta didik merasa bagian dari pendidik sehingga komunikasi
akan terjalin dan mengalir pendidikan tanpa ada paksaan ataupun tekanan dari
berbagai pihak manapun[14]
C.
Solusi yang ditawarkan
Terkait solusi
yang ditawarka oleh penulis adalah dengan merubah mindsat pendidik untuk
memiliki rasa kepemilikin terhadap obyekl pendidikan dan juga memeberikan
teladan yang baik kepada para muridnya, dan mengembalikan sisten pendidikan
lama yang dulu sempat menjadi cita-cita pendidikan bangsa indonesia yang kini
sudah mulai hilang ditelan masa, sebab berdasarkan realita sekarang sistem
tersebut masih sangat relevan untuk bisa diterapkan dna juga dikembangkan lebih
jauh lagi sesuai dengan adat dan budaya masyarakat dan bsngsa indonesia. Berdasrkan
uraian tersebut dapat dikategorikan beberapa solusi sebagai berikut;
1.
Pendidikan
harus dilakukan dengan teladan dan bukan hanya sekedar nasehat ataupun lainnya
tapi perlu contoh yang relevan.
2.
Pendidikan
akhlak ataupun lainnya dilangsungkan dengan keterbukaan dan rasa kepemilikan
satu sama lainnya
3.
Guru/tenaga
pendidik seharusnya lebih menitik beratkan pada uswah/teladan yang nyata
daripada nasehat yang tak dapat di realisasikan secara realita, sehingga
peserta didik lebih mudah melakukan bukan hanya mengangan-angan apa yang sudah
diajarkan.
D.
Daftar Pustaka
Arifudin,
Fatah, Konsep Pendidikan yang Memerdekakan Siswa Menurut Ki Hajar Dewantara,
Skripsi, FITK UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2013
Hanani, Silfia, Sosiologi
Pendidikan Keindonesiaan, Yogyakarta: ArRuzzMedia, 2013
Rahardjo, Suparto, Ki Hajar Dewantara Biografi Singkat 1889-1959, Yogyakarta: Garasi,
2009.
Samho, Bartolomeus, Visi Pendidikan Ki Hajar Dewantara, Yogyakarta: Kanisius, 2013
Tri arini, Gitaliska.. “Revitalisasi
Pemikiran Ki Hajar Dewamtara Untuk Pendidikan Karaktar Bangsa”. Skripsi
Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga: 2012
Misrawi, Zuhairi. Hadratussyaikh
Hasyim Asy’ari Moderasi, Keumatan, dan Kebangsaan, Yogyakarta: Kompas, 2010
[1]
Departemen Pndidikan dan Kebudayaan, KBBI ,(jakarta:balaipustaka,1995)
edisi 2cet. Ke 4 hal.129
[2]Moh. Soffannuri
, Jurnal Pendidikan Guru Sekolah Dasar Edisi 2mtahun ke-5 2016 , hal.
133-134
[3]Liputan 6
explore
[4]SLTP dan SLTA
di Jawa Tengah
[5]GitaliskaTriarini, Revitalisasi Pemikiran Ki HajarDewantara
untuk Pendidikan Karakter Bangsa, skripsi,(Universitas Kristen Satya
Wacana,Salatiga:2012) hal. xii
[6]Fakultas
Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2014-2016
[7][7] Zuhairi Misrawi,Hadratussyaikh
Hasyim Asy’ari Moderasi, Keumatan, dan Kebangsaan,
(Yogyakarta;Kompas,2010),hal24-130
[8]Ibid
[9]Ibid
[10][10]
M.Said Reksohadiprojo,
taman Siswa dan Alam Gagasannya, Dalam 50
Tahun Taman Siswa, (Yogyakarta: MLPTS, 1976),
[11]
Suparto Rahardjo, Ki Hajar Dewantara Biografi Singkat
1889-1959, (Yogyakarta: Garasi, 2009), hal. 74
[12]
Ibid
[13]
Ibid,
[14]GitaliskaTriarini, Revitalisasi Pemikiran Ki HajarDewantara
untuk Pendidikan Karakter Bangsa, skripsi,(Universitas Kristen Satya
Wacana,Salatiga:2012) hal. xii
Tidak ada komentar:
Posting Komentar