Minggu, 27 November 2016

akhlak

Kata “akhlak” berasal dari bahasa arab yaitu ” Al-Khulk ” yang berarti tabeat, perangai, tingkah laku, kebiasaan, kelakuan. Menurut istilahnya, akhlak ialah sifat yang tertanam di dalam diri seorang manusia yang bisa mengeluarkan sesuatu dengan senang dan mudah tanpa adanya suatu pemikiran dan paksaan. Dalam KBBI, akhlak berarti budi pekerti atau kelakuan. Sedangkan menurut para ahli, pengertian akhlak adalah sebagai berikut:

Menurut Ibnu Maskawaih
Menurutnya akhlak ialah “hal li nnafsi daa’iyatun lahaa ila af’aaliha min ghoiri fikrin walaa ruwiyatin” yaitu sifat yang tertanam dalam jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.

Menurut Abu Hamid Al Ghazali
Akhlak ialah sifat yang terpatri dalam jiwa manusia yang darinya terlahir perbuatan-perbuatan yang dilakukan dengan senang dan mudah tanpa memikirkan dirinya serta tanpa adanya renungan terlebih dahulu.
https://www.seputarpengetahuan.com/2015/05/pengertian-akhlak-dalam-islam-terlengkap.html


Menurut Nurcholish Madjid, bahwa istilah akhlak atau khuluq merupakan satu akar kata dengan khalq atau penciptaan, khaliq (pencipta) dan makhluq (ciptaan), yang semuanya mengacu pada pandangan dasar Islam mengenai penciptaan manusia, bahwasanya manusia diciptakan dalam kebaikan, kesucian dan kemulian sebagai “sebaik baiknya ciptaan” (ahsanu taqwim). Lebih lanjut dijelaskan oleh Bapak Nurcholish madjid bahwa manusia akan terbimbing ke arah akhlak yang mulia jika beriman kepada Allah dengan berbagai turunan caranya (derivasi). Selanjutnya manusia akan menerjemahkan imannya menjadi tingkah laku yang penuh tanggungjawab kepada sesama manusia, dengan jalan saling berpesan tentang kebenaran serta saling berpesan tentang ketabahan. Kecenderungan mendasar manusia terhadap kebaikan tersebut dapat ditemukan dalam QS Ar-Rum (30):30 dengan istilah Fitrah.
Tentu bila anda melihat dalam KBBI, pengertian akhlak akan lebih sederhana dari pengertian akhlak sederhana diatas, yaitu
suatu budi pekerti atau kelakuan.

Kemudian, Quraish menjelaskan bahwa kata akhlak biasa digunakan dalam bentuk tunggal yaitu khuluq, seperti dalam surah Al-Qalam ayat 4
“Sesungguhnya engkau (Muhammad) berada di atas budi pekerti (khuluq) yang aqung”

Dalam hadis Nabi Muhammad SAW, penggunaan konsep akhlak dalam berbagai konteks misalnya berbunyi “Aku hanya diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia”. atau “Tidak ada sesuatu yang lebih berat timbangan (amal) seorang mukmin pada hari Kiamat melebihi akhlak yang luhur”. Disini Quraish ingin menjelaskan tentang pengertian akhlak di dalam Agama Islam tidak dapat disamakan dengan pengertian etika. Apabila etika hanya didefinisikan sebagai arti sopan santun antarsesama manusia, serta hanya berkaitan dengan tingkah laku lahiriah. Istilah akhlak sesungguhnya memiliki makna yang luas meliputi pelbagai aspek. Aspek aspek akhlak mulai dari akhlak terhadap Allah, hingga kepada sesama makhluk biotik dan nonbiotik.
Hal yang serupa disampaikan oleh Endang Saifuddin Anshari bahwa istilah akhlak merupakan aspek ketiga dalam agalam Islam selain akidah dan aspek syariat. Pada garis besarnya akhlak Islam terdiri atas akhlak manusia terhadap Pencipta, dan akhlak manusia terhadap sesama makhluk.
Serupa dengan pengertian akhlak diatas, menurut Ahmadi (2004) bahwa akhlak berasal dari rangkaian huruf kha-la-qa yang berarti menciptakan. Kata halaqa mengingatkan tentang kata Al Khaliq atau pencipta yaitu Allah SWT dan kata Makhluk yaitu seluruh yang diciptakan oleh Allah SWT. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengertian akhlak adalah suatu perilaku yang menghubungkan antara Allah SWT dan makhlukNya (FIP-UPI).
——————————————————-
Lebih lengkap dalam buku “Ilmu dan Aplikasi Pendidikan” tentang Pengertian Akhlak menurut Al Ghazali bahwa kata al-khalq adalah ‘fisik’ dan al khuluq berati akhlak. Al-khalq karena manusia tersusun atas fisik yang dapat dilihat oleh mata kepala dan ruh yang dapat ditangkap oleh mata batin. Ruh yang dapat ditangkap oleh mata batin memiliki nilai lebih tinggi dibandingkan dengan nilai fisik yang ditangkap oleh mata kepala.
Kata Al khuluq merupakan satu sifat yang tertanam dalam jiwa yang dari hal tersebut lahirlah perbuatan perbuatan dengan mudah tanpa memikirnya dirinya dan merenung terlebih dahulu. Apabila sifat yang tertanam darinya terlahir perbuatan perbuatan buruk maka sifat tersebut dinamakan akhlak buruk. Al khuluq adalah suatu sifat jiwa dan gambaran batinnya.
Agar terwujud keindahan akhlak atau akhlak baik, dalam batin manusia ada empat rukun yang harus terpenuhi yaitu kekuatan ilmu, kekuatan marah, kekuatan syahwat, dan kekuatan untuk adil terhadap tiga kekuatan sebelumnya (Mahmud, 2004:28). Ditambahkan pula bahwa puncak dari akhlak adalah hikmah (Al Hikmah) yaitu kepahaman terhadap Al Qur’an dan As Sunnah. Al Hikmah sendiri akan dibentuk oleh kekuatan atas tujuan dalam mencari ilmu untuk membedakan yang kebenaran dan kebatilan serta keindahan dan keburukan yang terolah dengan baik pula.
—————————————
Sedangkan menurut Encyclopedia Brittanica, pengertian akhlak diarahkan kepada ilmu akhlak yaitu
Sebagai studi yang sistematik tentang tabiat dari pengertian nilai baik, buruk, seharusnya benar, salah dan sebaginya tentang prinsip umum dan dapat diterapkan terhadap sesuatu, selanjutnya dapat disebut juga sebagai filsafat moral

Jadi, sudah mengerti tentang pengertian akhlak, dalam beberapa hadis dijelaskan pula tentang akhlak seperti dibawah ini:
Rasulullah saw. bersabda:
Pengertian Akhlak dan Macam Macam Akhlak
Dalam HR Imam Malik dalam al-Muwathatha’, 2:212, al-Halabi, Kairo,1371 H.
Selanjutnya, dapat diambil beberapa poin poin tentang pengertian akhlak diatas seperti syarat syarat yang harus dimiliki oleh individu ataupun manusia untuk dapat dikatakan berakhlak (baik ataupun buruk) serta macam macam akhlak (pembagian akhlak ) dan contoh contoh akhlak itu sendiri.
Syarat Agar disebut Berakhlak
Perbuatan yang baik atau buruk.
Kemampuan melakukan perbuatan.

Kesadaran akan perbuatan itu

Kondisi jiwa yang membuat cenderung melakukan perbuatan baik atau buruk
http://hariannetral.com/2015/05/pengertian-akhlak-dan-beberapa-macam-macam-akhlak.html

Pengertian akhlak menurut pendapat para ahli, dapat dibagi berdasarkan kebahasaan atau etimologis dan istilah atau terminologis, yaitu:
Pengertian akhlak berdasarkan bahasa atau etimologis:
Kamus Besar Bahasa Indonesia
Dalam kamus besar bahasa Indonesia (2008:27), Kata akhlak dapat diartikan sebagai kelakuan atau budi pekerti.
Abudin Nata
Abudin Nata (2008:2), secara etimologis kata akhlak berasal dari bahasa Arab, yakni isim masdar (bentuk infinitif) berasal dari kata akhlaqa, ikhlaqan, yukhliqu. Dan sesuai dengan bentuk tsulasi majid wajan af’ala, yuf’ilu, if’alan yang berarti al-sajiyah (perangai), tabi’ah (watak dasar, kelakuan, atau tabiat), al-‘adat (kebiasaan), al-maru’ah (peradaban yang baik) dan al-din (agama).
Hamzah Ya’qub
Hamzah Ya’qub (1993:11), kata akhlak mengandung sisi-sisi penyesuaian dengan kata kholqun yang artinya kejadian dan kuat hubungannya dengan Kholiq (Sang Pencipta) dan makhluq (yang diciptakan). Pengertian akhlak lahir sebagai sarana yang kemungkinan-kemungkinan adanya hubungan baik antara kholiq dan makhluq. Pendapat ini bersumber pada kalimat yang tercantum di al-Quran. “Wainnaka la’ala khuluqin ‘adziim” (Sesungguhnya Engkau (Muhammad) memiliki budi pekerti yang luhur) (Q.S. Al-Qalam [68] ayat 4).
Ali Abdul Halim Mahmud
Ali Abdul Halim Mahmud (2004:28), merujuk kepada pendapat Imam al-Ghazali, bahasa kata al-Khalaq (fisik) dan al-Khuluq (akhlak) ialah dua kata yang digunakan dengan bersama-sama. Misalnya, dalam redaksi bahasa Arab, “Fulan husnu, alkhalaq wa alkhuluq”, yang berarti “Seorang yang lahir dan batinnya baik”, sehingga al-khalaq berarti bentuk lahirnya, sedangkan al-khuluq artinya bentuk batinnya. Hal ini disebabkan karena kodrat manusia yang sebenarnya terdiri dari dua unsur yaitu unsur fisik dan non-fisik. Unsur fisik dapat dilihat oleh mata (panca indera) dan unsur non-fisik yang hanya dapat dirasa tetapi tidak terlihat secara kasat mata.
Quraish Shihab
Quraish Shihab (2004:253), kata akhlak memiliki makna perangai, kebiasaan, atau tabiat. Kata akhlak banyak ditemukan di dalam al-Hadits, seperti di salah satu hadits Nabi yang sangat populer, “Innamaa Buitstu Liutammimaa makarimal akhlak”, yang artinya, “ Sesungguhnya aku utus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia” (HR. Malik).
Pengertian akhlak berdasarkan istilah atau terminologis:
Imam Abu Hamadi al-Ghazali
Yang dikutip oleh Abudin Nata (2002:4), dikatakan bahwa ahlak ialah: “Sifat yang tertanam (terpatri) dalam jiwa yang darinya menimbulkan perbuatan yang mudah dan gampang tanpa harus memerlukan pemikiran dan pertimbangan atau perenungan lebih dahulu”.
Ibnu Maskawih
Yang dikutip oleh Rahmat Djatnika (1996:26), dikatakan ahlak ialah: “Perangai itu adalah suatu keadaan pergerakan jiwa yang memacu ke suatu arah untuk melakukan perbuatan dengan tidak menghajatkan pikiran”.
Ahmad Amin
Dikutip oleh Hamzah Ya’qub (1993:12), dikatakan ahlak ialah: “Suatu ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan tentang apa saja yang seharusnya dikerjakan oleh manusia di dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang seharusnya diperbuat oleh manusia”.
Muhammad bin Ali Asy-Syarif al-Jurjani
Yang di dalam bukunya yang berjudul al-Ta’rifat, dikutip oleh Ali Abdul Halim Mahmud (2004:32), dikatakan juga bahwa “Ahlak merupakan istilah bagi sesuatu sifat yang tertanam kuat dalam diri, yang darinya lahir perbuatan yang dengan mudah dan ringan, tidak perlu merenung dan berpikir”.
Muhammad bin Ali al-Faruqi at-Tahanawi
Dikutip oleh Ali Abdul Halim Mahmud (2004:34), dikatakan: “Ahlak adalah keseluruhannya kebiasaan, sifat agama, alami, harga diri,”.
Dari penjelasan diatas, dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa ahlak merupakan segala sesuatu yang telah ada dan tertanam pada diri seseorang, yang nantinya ahlak dapat melahirkan segala perbuata yang tidak harus melalui permikiran dan atau perenungan seseorang itu terlebih dahulu. Ini berarti perbuatan-perbuatan yang timbul nantinya terjadi secara refleks dan spontan tanpa harus dipikirkan terlebih dahulu oleh seseorang tersebut. Jika dari sifat yang tertanam itu menimbulkan perbuatan-perbuatan yang terpuji, maka sifat ini disebut dengan ahlak yang baik (akhlak al-mahmudah). Namun, jika sebaliknya sifat tersebut menimbulkan perbuatan-perbuatan yang buruk maka sifat ini disebut juga dengan ahlak yang buruk (ahlak al-mamdudah).
http://www.galeripengetahuankita.com/2015/12/9-pengertian-akhlak-menurut-para-ahli.html

menurut Poerbakawatja dan Harahap seperti dikutip Muhibbin Syah, pendidikan adalah suatu usaha secara sengaja dari orang dewasa untuk dengan pengaruhnya meningkatkan si anak ke kedewasaan yang selalu diartikan mampu menimbulkan tanggung jawab moril dari segala perbuatannya.
Imam al-Ghazali mendefinisikan akhlak sebagai suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan bermacam-macam perbuatan dengan mudah tanpa memerlukan pemikiran dan petimbangan terlebih dahulu.
pendidikan akhlak adalah usaha sadar dan tidak sadar yang dilakukan oleh seorang pendidik untuk membentuk kepribadian yang baik pada seorang anak didik baik dari segi jasmani maupun rohani, sehingga terbentuk manusia yang taat kepada Allah. Pembentukan tabiat ini dilakukan oleh pendidik secara terus menerus dengan tidak ada paksaan dari pihak manapun
http://skripsi-tarbiyahpai.blogspot.com/2015/01/pengertian-pendidikan-akhlak-menurut.html
Secara etimologi akhlak berasal dari bahasa arab akhlaqa, yukhliqu, ikhlaqan, jama’nya khuluqun yang berarti perangai (al-sajiyah), adat kebiasaan (al’adat), budi pekerti, tingkah laku atau tabiat (ath-thabi’ah), perbedaan yang baik (al-maru’ah), dan agama (ad-din).[1]
Akhlak adalah suatu istilah agama yang dipakai menilai perbuatan manusia apakah itu baik, atau buruk. Sedangkan ilmu akhlak adalah suatu ilmu pengetahuan agama islam yang berguna untuk memberikan petunjuk-petunjuk kepada manusia, bagaimana cara berbuat kebaikan dan menghindarkan keburukan. Dalam hal ini dapat dikemukakan contohnya:
1. Perbuatan baik termasuk akhlak, karena membicarakan nilai atau kriteria suatu perbuatan.
2. Perbuatan itu sesuai dengan petunjuk Ilmu Akhlak; ini termasuk ilmunya, karena membicarakan ilmu yang telah dipelajari oleh manusia untuk melakukan suatu perbuatan.[2]
Sedangkan pengertian akhlak secara terminologi dapat dilihat dari beberapa pendapat para ahli :
a. Ibnu Maskawaih
Menyebutkan bahwa akhlak yaitu keadaan jiwa yang mendorong atau mengajak melakukan sesuatu perbuatan tanpa melalui proses berpikir, dan pertimbangan terlebih dahulu.
b. Prof. Dr. Ahmad Amin
Akhlak menurut Prof. Dr. Ahmad Amin yaitu suatu ilmu yang menjelaskan baik dan buruk, menerangkan yang harus dilakukan, menyatakan tujuan yang harus dituju dan menunjukkan apa yang harus di perbuat.1
c. Didalam buku akhlak dalam berbagai dimensi, akhlak yaitu sifat-sifat
yang berurat berakar dalam diri manusia, serta berdasarkan dorongan dan pertimbangan sifat tersebut, dapat dikatakan bahwa perbuatan tersebut baik atau buruknya dalam pandangan manusia.[4]

Dari definisi berbagai pendapat di atas, dapat kita simpulkan bahwa akhlak adalah keadaan jiwa yang mendorong melakukan suatu perbuatan secara spontan tanpa pertimbangan dan proses berfikir terlebih dahulu dan tanpa ada unsur paksaan.
Dorongan jiwa yang melahirkan perbuatan manusia pada dasarnya bersumber dari kekuatan batin yang dimiliki oleh setiap manusia, yaitu :
1) Tabiat(pembawaan); yaitu suatu dorongan jiwa yang tidak dipengaruhi oleh lingkungan manusia, tetapi disebabkan oleh naluri(gharizah) dan factor warisan sifat-sifat dari orang tuanya atau nenek moyangnya.
2) Akal pikiran; yaitu dorongan jiwa yang dipengaruhi oleh lingkungan manusia setelah melihat sesuatu, mendengarkanya, merasakan serta merabanya. Alat kejiwan ini hanya dapat menilai sesuatu yang lahir (yang nyata)
3) Hati nurani; yaitu dorongan jiwa yang hanya berpengaruh oleh alat kejiwaan yang dapat menilai hal-hal yang sifatnya absrak (yang batin) karena dorongan ini mendapatkan keterangan(ilham) dari allah swt.
Beberapa ciri-ciri khusus dari akhlak yaitu:
a. Akhlak mempunyai suatu sifat yang teranam kuat di dalam jiwa atau lubuk hati seseorang yang menjadi kepribadiannya dan itu akan membuat berbeda dengan orang lain.
b. Akhlak mengandung perbuatan yang dilakukan secara terus menerus, dalam keadaan bagaimana pun juga. Dengan kata lain akhlak merupakan adat kebiasaan yang selalu dilakukan oleh seseorang.
c. Akhlak mengandung perbuatan yang dilakukan karena kesadaran sendiri, bukan karena di paksa, atau mendapatkan tekanan dan intimidasi dari orang lain.
d. Akhlak merupakan manifestasi dari perbuatan yang tulus ikhlas, tidak di buat-buat.[5]

Selain dari kata akhlak, ada beberapa kata yang sama dengan kata akhlak yaitu:
1. Etika
Kata etika berasal dari yunani yaitu ethos yang berarti adat kebiasaan. Tetapi didalam kamus bahasa indonesia, etika diartikan sebagai ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak(moral). Etika berbicara tentang kebiasaan (perbuatan) tetapi bukan menurut arti tata adat. Oleh karena itu, etika landasannya adalah sifat dasar manusia. Tetapi etika menurut filsafat yaitu menyelidiki mana yang baik, dan mana yang buruk menurut perbuatan manusia.[6]

2. Moral.
Berasal dari bahasa latin, mos yaitu prinsip-prinsip tingkah laku manusia yang sejalan dengan adat kebiasaan. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia disebutkan bahwa moral adalah penentuan baik buruk terhadap perbuatan dan kelakuan. Meskipun etika dan moral mempunyai kesamaan pengertian dalam percakapan sehari-hari, namun dari sisi lain mempunyai unsur perbedaan, misalnya :
a. Istilah etika digunakan untuk mengkaji system nilai yang ada. Karena itu, etika merupakan suatu ilmu.
b. Istilah moral digunakan utnuk memberikan criteria perbuatan yang sedang dinilai. Karena itu, moral bukan suatu ilmu tetapi merupakan suatu perbuatan manusia.

3. Kesusilaan dan Kesopanan
Kesusilaan berasal dari bahasa Sansekerta yang terdiri dari kata “su” yang berarti lebih baik, dan kata “sila” berarti prinsip atau aturan hidup. Jadi kesusilaan adalah dasar-dasar aturan hidup yang lebih baik.
Sedangkan kesopanan berasal dari bahasa Indonesia yang berasal dari kata sopan yang artinya tenang, beradab, baik dan halus (perkataan ataupun perbuatan)
Istilah Etika dan ilmu Aklak adalah sama pengertianya sebagai suatu ilmu yang dapat dijadikan pedoman bagi manusia untuk melakukan perbuatan yang baik. Sedangkan istilah moral, kesusilaan, kesopanan, dan akhlaq sama pengertianya sebagai suatu norma untuk menyatakan perbuatan manusia. Jadi istilah ini bukan suatu ilmu tetapi merupakan suatu perbuatan manusia.
Istilah etika dan ilmu akhlaq dinyatakan sama bila ditinjau dari fungsinya. Tetapi bila ditinjau dari segi sumber pokoknya maka tentu keduanya berbeda. Dimana etika bersumber dari filsafat yunani, tetapi ilmu akhlak sumber pokoknya adalah al-qur’an dan hadits dan sumber pengembangannya adalah filsafat.
Istilah akhlaq dengan moral, kesusilaan dan kesopanan,dapat dilihat perbedaanya bila dipandang dari objeknya di mana akhlaq menitikberatkan perbuatan terhadap tuhan dan sesama manusia, sedangkan moral, kesusilan dan kesopanan hanya menitikberatkan perbuatan terhadap sesama manusia saja. Maka istilah akhlaq sifatnya teosentris meskipun akhlaq itu ada yang tertuju kepada manusia dan makluk-makluk lain,namun tujua utamanya hanya karena Allah swt semata. Tetapi kesusilaan dan kesopanan semata-mata sasaran dan tujuanya untuk manusia saja karena itu istilah tersebut bersifat antroposentris (kemanusian saja).

B. Ruang Lingkup Akhlak
Ruang lingkup ilmu akhlak adalah pembahasan tentang perbuatan-perbuatan manusia, kemudian menetapkannya apakah perbuatan itu tergolong baik atau tergolong buruk. Ilmu Akhlak dapat pula disebut sebagai ilmu yang berisi pembahasan dalam upaya mengenal tingkah laku manusia, obyek pembahasan ilmu akhlak berkaitan dengan norma atau penilaian terhadap suatu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang. Jika kita katakana baik atau buruk, maka ukuran yang harus digunakan adalah ukuran normative.
Pokok-pokok masalah yang dibahas dalam ilmu akhlak pada intinya adalah perbuatan manusia yang baik maupun yang buruk sebagai individu maupun sosial. Tapi sebagian orang juga menyebutkan ilmu akhlak adalah tingkah laku manusia, namun perlu ditegaskan bahwa yang dijadikan obyek kajian ilmu akhlak adalah perbuatan yang dilakukan atas kehendak dan kemauan, sebenarnya mendarah daging dan telah dilakukan secara continue atau terus menerus sehingga mentradisi dalam kehidupannya.
Banyak contoh perbuatan yang termasuk perbuatan akhlak dan begitu juga sebaliknya. Seseorang yang membangun mesjid, gedung sekolah, rumah sakit, jalan raya, dan pos keamanan termasuk perbuatan akhlak yang baik karena itu berdasarkan kemauan manusia itu sendiri yang telah dipersiapakan sebelumnya. Tetapi jika seseorang yang memicingkan mata dengan tiba-tiba pada waktu benda berpindah dari gelap ke terang, atau menarik tangan pada waktu tersengat api atau binatang buas, bernapas, hati yang berubah rubah, orang yang menjadi ibu-bapak kita, tempat tinggal kita, kebangsaan kita,warna kulit kita, dan tumpah darah kita itu tidak termasuk perbuatan akhlak karena semua itu diluar perencanaan, kehendak atau pilihan kita.
Jadi sekarang kita bisa memahami yang dimaksud ilmu akhlak adalah ilmu yang mengkaji suatu perbuatan yang dilakukan oleh manusia yang dalam keadaan sadar, kemauan sendiri, tidak terpaksa, dan sungguh-sungguh atau sebenarnya bukan perbuatan yang pura-pura. Perbuatan-perbuatan demikian selanjutnya diberi nilai baik atau buruk.[7]
iswarni, “Akhlak Tasawuf” (jakarta: Bina Pratama, 2007). Hal: 1
[2] Mahjuddin, “Akhlak Tasawuf” (jakarta:Kalam Mulia,2009). Hal: 7
[3] Departemen Agama,Alquran dan Terjemahannya, (Jakarta:Serajaya Santra, 1987), Cet. Ke-1, h.670
[4] Ibid,. H. 1
[5] Ibid, h. 2
[6] Ibid, h. 3
[7]Abuddin Nata, “Akhlak Tasawuf”(Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h. 8
[8] Ahmad Amin, loc.cit.,hlm.1.
[9] Mustafa Zahri, Kunci Memahami Ilmu Tasawuf, (Surabaya: Bina Ilmu, 1995), hlm.67.
DAFTAR PUTAKA

Mahjudin. 2009. Akhlak Tasawuf I. Jakarta : Kalam Mulia.
Nata, Abuddin. 2009. Akhlak Tasawuf. Jakarta : Rajawali Pers. Tiswarni. 2007. Akhlak Tasawuf. Jakarta : Bina Pratama
Zahri, Mustafa. 1995. Kunci Memahami Ilmu Tasawuf. Surabaya: Bina Ilmu.
Departemen Agama.1987. Alquran dan Terjemahannya. Jakarta : Serajaya Santra
http://iingwelano.blogspot.co.id/2014/09/makalah-pengertian-akhlak-ruang-lingkup.html

Kata “Akhlak” berasal dari bahasa Arab, jamak dari khuluqun (خُلُقٌ) yang menurut bahasa berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat.

Kata tersebut mengandung segi-segi persesuaian dengan perkataan khalqun (جَلْقٌ) yang berarti kejadian, yang juga erat hubungannya dengan khaliq (جَالِقٌ) yang berarti sang pencipta, demikian pula dengan mkhluqun (مَجْلُوْقٌ) yng berarti yang diciptakan.

Kata akhlak adalah jamak dari kata khalqun atau khuluqun yang artinya sama dengan arti akhlak sebagaimana telah disebutkan di atas. Baik kata akhlak atau pun khuluk kedua-duanya dijumpai pemakaiannya baik dalam Al Qur’an maupun Al Hadits, sebagai berikut:

وَ اِنَّكَ لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيْمٍ ( القلم : 4 )

Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung. (QS. Al Qalam: 4)

اَكْمَلُ اْلمُؤْمِنِيْنَ اِيْمَانًا وَ اَحْسَنُهُمْ خُلُقًا (رواه الترمذى)

Orang mukmin yang paling sempurna keimanannya adalah orang yang sempurna budi pekertinya. (HR. Tirmidzi)


Ilmu akhlak adalah ilmu yang membahas tentang perbuatan-perbuatan manusia, kemudian menetapkannya apakah perbuatan tersebut tergolong perbuatan yang baik atau perbuatan yang buruk. Ilmu akhlak dapat pula disebut sebagai ilmu yang berisi pembahasan dalam upaya mengenal tingkah laku manusia, kemudian memberikan nilai atau hukum kepada perbuatan tersebut, yaitu apakah perbuatan tersebut tergolong baik atau buruk. Dalam pengertian yang hampir sama dengan kesimpulan di atas, Dr. M Abdullah Dirroz, mengemukakan definisi akhlak sebagai berikut:

“Akhlak adalah suatu kekuatan dalam kehendak yang mantap, kekuatan dan kehendak mana berkombinasi membawa kecenderungan pada pemilihan pihak yang benar (dalam hal akhlak yang baik) atau pihak yang jahat (dalam hal akhlak yang jahat).”
Selanjutnya menurut Abdullah Dirroz, perbuatan-perbuatan manusia dapat dianggap sebagai manifestasi dari akhlaknya, apabila dipenuhi dua syarat, yaitu:

1. Perbuatan-perbuatan itu dilakukan berulang kali dalam bentuk yang sama, sehingga menjadi kebiasaan.

2. Perbuatan-perbuatan itu dilakukan karena dorongan emosi-emosi jiwanya, bukan karena adanya tekanan-tekanan yang datang dari luar seperti paksaan dari orang lain sehingga menimbulkan ketakutan, atau bujukan dengan harapan-harapan yang indah-indah dan lain sebagainya.

Keseluruhan definisi akhlak tersebut di atas tampak tidak ada yang bertentangan, melainkan memiliki satu kemiripan antara satu dengan lainnya. Definisi-definisi akhlak tersebut secara substansial tampak saling melengkapi, dan darinya kita dapat melihat lima ciri yang terdapat dalam perbuatan akhlak, yaitu:

1. Pebuatan akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam kuat dalam jiwa seseorang, sehingga telah menjadi kepribadiannya.

2. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah dan tanpa pemikiran.

3. Bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya, tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar.[1]

4. Bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan sesungguhnya, bukan main-main atau karena bersandiwara.

5. Sejalan dengan ciri yang keempat, perbuatan akhlak (khususnya akhlak yang baik) adalah perbuatan yang dilakukan karena ikhlas semata-mata karena Allah, bukan karena ingin dipuji orang atau karena ingin mendapatkan suatu pujian.

Dalam perkembangan selanjutnya akhlak tumbuh menjadi suatu ilmu yang berdiri sendiri, yaitu ilmu yang memiliki ruang lingkup pokok bahasan, tujuan, rujukan , aliran dan para tokoh yang mengembangkannya. Kesemua aspek yang terkandung dalam akhlak ini kemudian membentuk satu kesatuan yang saling berhubungan dan membentuk suatu ilmu.

Ma’arif ilmu akhlak adalah:

اْلعِلْمُ بِالْفَضَائِلِ وَ كَيْفِيَةِ اِقْتِنَائِهَا لِتَتَعَلَّى اْلنَفْسُ بِهَا وَ بِالرَّذَائِلِ وَكَيْفِيَةِ تَوْقِيْهَا لِتَتَغَلَّى

Ilmu tentang keutamaan-keutamaan dan cara mengikutinya hingga terisi dengannya dan tentang keburukan dan cara menghindarinya hingga jiwa kosong dari padanya.[2]

Di dalam Mu’jam al-Wasith disebutkan bahwa ilmu akhlak adalah:

اْلعِلْمُ مَوْضُوْعُهُ اَحْكَامٌ تَتَعَلَّقُ بِهِ اْلأَعْمَالُ الَّتِى تُوْصَفُ بِاْلحَسَنِ وَ اْلقُبْحِ

Ilmu yang objek pembahasannya adalah tentang nilai-nilai yang berkaitan dengan perbuatan manusia yang dapat disifatkan dengan baik atau buruk.[3]

Selain itu ada pula pendapat yang mengatakan bahwa ilmu akhlak adalah ilmu tentang tata kramImam Al-Ghazali membagi tingkatan keburukan akhlak menjadi empat macam, yaitu:

1. Keburukan akhlak yang timbul karena ketidaksanggupan seseorang mengendalikan nafsunya, sehingga pelakunya disebut al-jahil ( الخاهل ).

2. Perbuatan yang diketahui keburukannya, tetapi ia tidak bisa meninggalkannya karena nafsunya sudah menguasai dirinya, sehingga pelakunya disebut al-jahil al-dhollu ( الجاهل الضّالّ ).

3. Keburukan akhlak yang dilakukan oleh seseorang, karena pengertian baik baginya sudah kabur, sehingga perbuatan buruklah yang dianggapnya baik. Maka pelakunya disebut al-jahil al-dhollu al-fasiq ( الجاهل الضّالّ الفاسق ).

4. Perbuatan buruk yang sangat berbahaya terhadap masyarakat pada nya, sedangkan tidak terdapat tanda-tanda kesadaran bagi pelakunya, kecuali hanya kekhawatiran akan menimbulkan pengorbanan yang lebih hebat lagi. Orang yang melakukannya disebut al-jahil al-dhollu al-fasiq al-syarir ( الجاهل الضّالّ الفاسق الشّرير ).

Menurut Imam Al-Ghazali, tingkatan keburukan akhlak yang pertama, kedua dan ketiga masih bisa dididik dengan baik, sedangkan tingkatan keempat sama sekali tidak bisa dipulihkan kembali. Karena itu, agama Islam membolehkannya untuk memberikan hukuman mati bagi pelakunya, agar tidak meresahkan masyarakat umum. Sebab kalu dibiarkan hidup, besar kemungkinannya akan melakukan lagi hal-hal yang mengorbankan orang banyak.[6]

Banyak sekali petunjuk dalam agama yang dapat dijadikan sarana untuk memperbaiki akhlak manusia, antara lain anjuran untuk selalu bertobat, bersabar, bersyukur, bertawakal, mencintai orang lain, mengasihani serta menolongnya. Anjuran-anjuran itu sering didapatkan dalam ayat-ayat akhlak, sebagai nasihat bagi orang-orang yang sering melakukan perbuatan buruk.

2.3 Ahklak secara Universal

Akhlak universal adalah kebaikan yang bersumber kepada al-quran dan hadist, sehingga berlaku umum untuk seluruh umat di setiap tempat dan masa, oleh karena itu dipandang dari sumbernya akhlak bersifat tetap dan berlaku untuk selamanya, untuk mendapatkan definisi di atas ada beberapa pendapat para ahli diantaranya :

Imam AL-GHOZALI menyebut akhlak ialah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa dan dari jwa itu timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa melakukan pertimbangan pikiran.

Prof,Dr, Ahmad amin mendefinisikan akhlak sebagai kehendak yang dibiasakan .Maksudnya suatu kehendak itu apabila membiasakan sesuatu maka kebiasaan itu dinamakan akhlak

Tertanam kuat dalam jiwa seseorang sehingga telah menjadi kepribadiannya.
Dilakukan dengan mudah tanpa pemikiran.
Timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar.
Dilakukan dengan sungguh-sungguh.
Dilakukan dengan ikhlasa.[4]
Ahmad Amin, Kitab al-Akhlaq, (Mesir-Daral-Kutubal-Mishriyah, cet. III. t.t.), hlm. 2-3.

[2] Abd. Hamid Yunus, hlm. 436-437.

[3] Ibrahim Anis.

[4] Husin al –Habsyi, Kamusal-Kautsar, (Surabaya: Assegaf, t.c.), hlm. 87.

[5] Ahmad Amin, Kitab al-Akhlaq, hlm. 2.

[6] Drs. Mahjudin, Kuliah Akhlak-Tasawuf, Kalam Mulia Jakarta, 1991, hlm. 41.

[7] Amhad Amin, hlm. 1.

[1] Drs. Asmaran As, MA. Pengantar Studi Tasawuf. Jakarta: RadjaGrafindo Persada, 1996 hal.42-3
[2] Ibid.

[3]Ibid. hal. 44.

[4] Ibid. Hal 44-5.

[5] Drs. K. Permadi, S.H. Pengantar Ilmu Tasawuf. Jakarta: Rineka Cipta, 2004. hal. 28-9

[6] Dr. H. Abudin Nata, MA. Akhlak Tasawuf. Jakarta: RadjaGrafindo Persada, 2002. hal. 181

[7] Ibid. hal. 185-6

[8] Ibid.

[9] Drs. Rosihon Anwar, M.Ag. Drs. Mukhtar Solihin, M.Ag. Ilmu Tasawuf. Bandung: Pustaka Setia, 2000. hal. 35

[10] Ibid. hal. 36

[11] Ibid. hal. 33

[12] Drs. H. Abuddin Nata, MA. Op.Cit. hal. 187

[13] Ibid.

[14] Drs. Rosihan Anwar, M.Ag, Drs. Mukhtar Solihin, M.Ag. Op.Cit. hal. 38-9

[15] http://media.isnet.org/islam/Paramadina/Konteks/TasawufHN1.html

[16] Drs. K. Permadi. Op.cit. hal. 89
DAFTAR PUSTAKA


Abudin Nata, Dr. MA. Akhlak Tasawuf. Jakarta: RadjaGrafindo Persada, 2002

al-Ghazali. Ihya’ Ulumu al-Din. Jilid III. Beirut: Dar al-Fikr, t.t.

AL-HABSYI, HUSIN. ___________. Kamusal-Kautsar. Surabaya: Assegaf.

AMIN, AHMAD. __________.Kitab al-Akhlaq. __________: Mesir-Daral-Kutubal-Mishriyah, cet. III.

Asmaran As, Drs. MA. Pengantar Studi Tasawuf. Jakarta: RadjaGrafindo Persada, 1996

http://media.isnet.org/islam/Paramadina/Konteks/TasawufHN1.html

MAHJUDIN, Drs. 1991. Kuliah Akhlak-Tasawuf. Jakarta: Kalam Mulia.

MUSTOFA, Drs. H. A. 1999. Akhlak-Tasawuf. Bandung: CV. Pustaka Setia.

NATA, Prof. Dr. H. ABUDDIN, M.A. 2006. Akhlak Tasawuf. Jakarta: PT. Taja Grafindo Persada.

Permadi, K.Drs. S.H. Pengantar Ilmu Tasawuf. Jakarta: Rineka Cipta, 2004

Rosihon Anwar, Drs. M.Ag. Drs. Mukhtar Solihin, M.Ag. Ilmu Tasawuf. Bandung: Pustaka Setia, 2000.

Simuh. Tasawuf dan Perkembangannya Dalam Islam. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1996
https://ferdyjambi.wordpress.com/akhlak-dan-tasawuf/#_ftnref1
Sedangkan menurut Muhammad Jamhari tujuan pembentukan akhlak adalah sebagai berikut:
a. Membentuk kepribadian muslim. Maksudnya ialah segala prilaku baik ucapan, perbuatan, pikiran dan kata hatinya mencerminkan sikap ajaran Islam.

وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلاً مِّمَّن دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحاً وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ

Terjemahnya: “Siapakah yang lebih baik perkataannya dari pada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri?” (QS. Fushshilat: 33).[8]
b. Mewujudkan perbuatan yang mulia dan terhindarnya perbuatan tercela.
Dengan bimbingan hati yang diridhoi Allah Swt dengan keikhlasan, maka akan terwujud perbuatan-perbuatan yang terpuji, yang seimbang antara lain kepentingan dunia dan akhirat serta teAbd. Hamid Yunus, Da.irah al-Ma.arif, Cet. II, Cairo: Asy.syab, t.t, h. 436rhindar dari perbuatan tercela.[9]
http://jurnalkuriositas.blogspot.co.id/2015/08/pendidikan-akhlak-dalam-upaya-membina.html

monggo hadir



Kamis, 24 November 2016

agama & Budaya

      Agama dan budaya merupakan dua sisi kehidupan manusia yang saling memberikan pengaruh dalam berlangsungnya hidup manusia, terlebih pada masa rasulullah betapa pengaruh agama sangat mendominan terhadap budaya bangsa arab dengan beriringnya masuk agama islam di timur tengah untuk menghargai setiap insqan yang bernyawa dengan tidak membedakan gender yang dimilikinya.
Dengan berlangsungnya kehidupan dan silih bergantinya budaya-budaya yang tak diknali oleh pribadi manusia mulai masuk pada pribadinya hingga merubah pola berfikir manusia yang jauh berbeda dengan sebelum datangnya budaya tersebut, namun semua budaya itu dapat dipilah dan dipilih untuk diamalkan dalam kehidupan yang sebenarnya. Pada sisi tersebut menunjukkan suatu pengaruh agama terhadap budaya, begitu juga dengan sebaliknya sebuah aturan yang agamis tak dapat mungkin dilaksanakan tanpa mempertimbangkan adat istiadat dan kebudayaan yang berpengaruh dalam lingkungan tersebut. Oleh karenanya di dalam proses study perkuliahan hal tersebut perlu untuk di jabarkan maksud dan tujuan dari permasalahan yang emakin kini semakin jadi bahkan sempat keluar dari salah satu sisi kehidupan manusia. Oleh karenanya makalah ini dapat disusun lantaran adanya suatu hak dan kwajiban antara dosen dan Mahasiswa untuk saling berhubunngan dalam proses perkuliahan hingga tugas pembuatan makalah inipun kami dapatkan denhgan tujuan agar memperoleh pemahaman yang matang tentaang apa yang dirumuskan oleh permsalahan dalam dunia perkuliahan dan juga permakalahan kemahasiswaan.

     Pengertian Kebudayaan

Menurut koentjoro ningrat, kebudayaan merupakan kesluruhan kegiatan yang meliputi tindakan perbuatan tingkah laku manusia dan hasil karyanya yang didapat dari belajar.
Menurut E.B Taylor, kehudayaan merupakan suatu yang kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaa, moral, hokum adat istiadat, kesenian, dan kemampuan-kemampuan lain serta kebiasaan yang didapat oleh manusiasebagai anggota masyarakat.

Jadi, kebudayaan adalahseperangkat pengetahuan, kepercayaan, moral, hukum, kesenian, yang dijadikan pedoman bertindak dalam memecahkan persoalan yang dihadapi dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pengertian kebudayaan yang idealistic seperti ini dekat dengan pengertian agama, karena keduanya sama sama menjadi pedoman bertindak, tetapi memiliki perbedaan yang mendasarsebagaimana dikemukakan dalam pengertian agama di atas. Dan ahli budaya Indonesia menganut deviisi yang bersifat idealistic sehingga melihat kebudayaan sebagai pedoman bertindak dalam memecahkan persoalan yang dihadapi oleh masyarakat. 

paras


Parasmu memang berjuta warna

Mata ini tak mampu mengelak saat terlintas wajahmu

Walau jujur hati ini benci dan ingin marah, namun mulut tak sanggup mengungkap

Hingga sekejap kau ciptakan langit yan gmengkilap

Kau dan diriku dalam JOb yang berbeda,,,

Jangnan kau  Hinggapi kumbang yang sudha kau tak terima

Mbah Hasyim Vol 3

Sering Mendengarkan senandung Ayat Suci Al qur’an

     Sejak baru lahir,hasyim asy’ary tinggal bersama kedua orang tuamdan kakek neneknya di Gedang, asuhan kyai usman. Kiai Usman adalah seorang pengasuh sekaligus orang tua Nyai Halimah, ibunya Kyai Hasyim Asy’ary. Karena kyai asy’ary menjadi lurang di pondok pesantren mertuanya jadilah hasyim asy’ary juga tinggal bersama kakeknya. Sejak kyai hasyim bisa tengkurap, merangkak, duduk dan berjalan hasyim asy’ary terbiasa mendengarkan lantunan nadzhom ‘aqidatul awam yang berasal dari gemuruh suara para santri dan juga becaan al qur’an ayah, ibu, kakek, dn nenek yakni Kyai Usman dan Nyai Layyinah. Sejak umur 3 bulan ia mulai sering minta digendong sang kakek untuk mengelilingi pondok pesantren menyaksikan para santri yang sedang memurojaah dan juga mentadris hasil pengajian mereka bersama kyainya. Selain itu sejak bisa merangkak, hasyim asy’ary sudah mulai dititipkan ayahnya pada santri yang sedang menghafal alqur’an ayat demi ayat hingga bersama para santri hyffadz inilah mbah Hasyim asy’ary menjalani hidup kecilnya mulai pagi hingga sore hari. Juga beliau sering duduk dipangkuan sang Kakek saat pembacaan kitab Ihya ‘Ulumuddin selepas shalat subuh berjamaah. Disisi lain beliau juga sering dibawa sang ayah saat hendak mengimami shalat, walau beliau belum faham makn agerakan dan bacaan shalat namun saat itu Hasyim asy’ary mengikuti gerakan sang ayah dan juga para santri. Inilah sekelumit bukti yang menunjukkan keakraban beliau dengan shalawat dan ayat suci alqur’an dan hal inilah yang kemudianmenjadi bekal beliau masa depan nanti sebagai pribadi yang cerdas dan peduli.


     Lantunan ayat suci akqur’an yang dibaca dengan tartil memiliki frekuensi dan gelombang panjang mempengaruhi otak secara positif. Memperdengarkan bacaan alqur’an dapat merangsang sel-sel otak bekerja optimal dan mencerdaskan anak. Sebelum peneletian itu ada KH Hasyim Asy’ary sudah mendapatkan pendidikan layak dari orang tuanya. Begitulah waktu terus-menrus menuntun hasyim kecil tumbuh dan berkembang dari detik-detik, menit-menit dan jam ke jam hingga hari menjadi minggu menjadi bulan menjadi tahun sampai ia berumur enam tahun. Di pesantren gedang itu sejak bisa mengrangkak , ayat-ayat qur’an mengeringi pertumbuhannya. Hasyim mendapatkan semua pendidikan yang diperlukan untuk menjadi seorang ulama besar. Setelah enam tahun barulah beliau dibawa ayahnya ke pesantren keras daerah jombang selatan.

Selasa, 22 November 2016

Mbah Hasyim vol.2

SUKA DIGENDONG OLEH SANG KAKEK

Masa kecil Kiai Hasim Asy’ary adalah masa kecil yang normal. Ia dibesarkan oleh limpahan kasih 
sayang yang tulus dan besar ibunya, ayahnya, para santri, dan terlebih sosok kyai bernama Kyai 
Usman kakek dari pihak ibunya. Saat berumur 3 tahun beliau senantiasa digendong sang kakek stiap 
sore untuk diajak berkeliling pondok pesantren melihat para santri yang sedang murojaah dan mentadris pengajiannya. Kyai usman sangat menyayangi Hasyim dan begitu juga sebaliknya, selama sekian panjang menanti kelahirannya akhirnya setelah Kyai Hasyim lahir terjawablah segala penantiannya Kyai Usman selama ini. Rasa kasih sayang mereka tidak hanya berlangsung pada masa kecil saja, melainkan hingga ia dewasapun masih melekat rasa kasih sayang tersebut, dan bahkan sampai suatu ketika hasyim hendak berpamitan pergi belajar ke pondok pesantren lain, justru yang menjadi pertimbangan Kyai Hasyi saat itu adalah sang kakek yakni Kyai Usman.
Ketika Kyai Asy’ari ayah Kyai Hasyim pindah ke sebuah desa yang bernama desa keras untuk membangun pesantrennya sendiri hasyim kecil masih sering pamitdan menginap di rumah kyai usman. Kedekatan antara kakek dan cucu ini sangatlah indah. Hasyim tidak perlu takut menyampaikan keinginannya kepada sang kakek, begitupun ketika sang kakek ketika melihat pemikirannya itu bagus akan mengatakan langsung kepada kyai ash’ari. Begitu juga sebaliknya sang ayah kepada sang kakek akan menyatakan langsung ketika ada ide-ide baru. Tidak hanya itu, setelah kyai Hasyim merantau ke berbagai pesantren dan sesekali pulang ke jombang, rumah kakeknya inilah yang pertama kali ia singgahi, baru kemudian menuju orang tuanya. Pemandangan ini kian menyejukkan kyai usman seolah ingin menunjukkan bahwa kedekatan antara kakek dan cucu ini tidak bias dipisahkan lagi. Maklum, kyai Usman sudah beumur sehinga lebih punya waktu untuk mendengar keluh kesah dari sang cucu dari pada orang tua hasyim yang sibuk.

Itulah kebiasaan Hasyim Asy’ari beserta kakeknya dimasa kecil. Hal ini seperti membuktikan teori tentang pendidikan dan pembelajaran sejak dini. Ketika anak sejak dini sudah dekat dengan orang baik, maka akan baik pula anak itu ketika dewasa. Wallahu ‘a’alam.

GusMus

menurutnya saya Gus Dur itu diutus Tuhan untuk mengajarkan Indonesia agar pandai 

berbeda dengan yang lain. Karena itu Gus Dur sangat Kontroversial, setiap sikap dan 

ucapannya menimbulkan kontroversi. Dengan begitu orang Indonesia akan belajar bagaimana 

berbeda dengan orang laih, itu sebetulnya hakikat kehadirannya di Indonesia


(gusMush)

Sabtu, 19 November 2016

rpp baru

RPP Q.S. ALI IMRAN AYAT 190-191

Disusun Guna Memenuhi Tugas Kelompok
Mata Kuliah Pembelajaran Al-Quran Hadis Di Madrasah/Sekolah
Dosen Pengampu : Dr. Mahmud Arif, M.Ag


Oleh:
Alimah ( 14410156 )
Binti Khoiriyah ( 14410157 )
Anis Hanifah ( 14410159 )
Zainab ( 14410161 )


PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2016
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ( RPP ) PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) KELAS XII TENTANG MENGHIDUPKAN HATI NURANI DENGAN BERFIKIR KRITIS DEMOKRATIS
Satuan Pendidikan : SMA N 8 Yogyakarta
Kelas /Semester : XII / Ganjil
Mata Pelajaran : Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti
Topik : Menghidupkan Hati Nurani dengan Berpikir Kritis Demokratis
Materi Pokok : Q.S. Ali-Imran (3) : 190-191
Alokasi Waktu : 1x 2 Jam Pelajaran (90 Menit)
Jumlah Pertemuan : 1 x Pertemuan

  1. Kompetensi Inti       
KI I : Menghayati dan mengamalkan  ajaran agama yang dianutnya
KI 2 : Mengembangkan perilaku (jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli, santun, ramah lingkungan,  gotong royong, kerjasama, cinta damai, responsif dan pro- aktif) dan menunjukan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan bangsa dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan   alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.
KI 3 : Memahami dan menerapkan pengetahuan faktual, konseptual, prosedural dalam ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan    wawasan kemanusiaan,  kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.
KI 4 : Mengolah,  menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak  terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri,   dan mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan.


  
  1. Kompetensi Dasar
    1. Menunjukkan sikap kritis dan demokratis sebagai implementasi dari pemahaman Q.S. Ali Imran (3) : 190-191 dan 159, serta hadits terkait.
    1. Menganalisis Q.S. Ali Imran (3): 190-191, dan Q.S. Ali Imran (3): 159, serta hadits  tentang berpikir kritis dan bersikap demokratis.
    1. Membaca Q.S. Ali Imran (3): 190-191 dan Q.S. Ali Imran (3): 159, sesuai dengan kaidah tajwid dan makhrajul huruf.
    2. Mendemonstrasikan hafalan Q.S. Ali Imran (3): 190-191 dan Q.S. Ali Imran (3): 159 dengan lancar

B.   Indikator Pencapaian Kompetensi

  1. Mampu menunjukkan sikap kritis sebagai implementasi dari pemahaman Q.S. Ali Imran (3) : 190-191 dan hadits terkait.
  2. Mampu  Menganalisis Q.S. Ali Imran (3): 190-191, dan  hadits  tentang berpikir kritis dan bersikap demokratis.
  3. Mampu Membaca Q.S. Ali Imran (3): 190-191 sesuai dengan kaidah tajwid dan makhrajul huruf.
  4. Mampu Mendemonstrasikan hafalan Q.S. Ali Imran (3): 190-191 dengan lancer.

C.   Tujuan Pembelajaran
Setelah dilaksanakan kegiatan pembelajaran  melalui model pembelajaran Saintifik   kooperatif rool play,diskusi, ceramah siswa dapat :
  1. Menganalisis Q.S. Ali Imran (3): 190-191 dan  hadits  tentang berpikir kritis dan bersikap demokratis.
  2. Membaca Q.S. Ali Imran (3): 190-191 sesuai dengan kaidah tajwid dan makhrajul huruf.
  3. Mendemonstrasikan hafalan Q.S. Ali Imran (3): 190-191  dengan lancer.
  4. Mengembangkan perilaku (jujur, disiplin, tanggungjawab,  gotong royong, kerjasama, cinta damai, responsif dan proaktif)

D.   Materi Pembelajaran

1.    Materi Fakta (sesuatu yang dapat diindera)
Q.S. Ali Imran (3): 190-191, dan hadits  tentang berpikir kritis dan bersikap
2.    Materi Konsep (gabungan antar fakta yang saling berhubungan)
Pengertian berfikir kritis
3.    Materi Prinsip (generalisasi hubungan antar konsep-konsep yang berkaitan: hukum, teori, azas)
Tujuan antara Pendidikan Agama Islam adalah Materi Pendidikan Agama Al-Islam
4.    Materi Prosedur (sederetan langkah yang sistematis dalam menerapkan prinsip)
Cara Mempelajari Agama Islam
Azas Filosofis dalam Pendidikan Agama Islam
Kedudukan Akal dalam memahami Al-Islam
Rasionalitas dalam Beragama
Bacalah ayat-ayat berikut dengan tartil dan renungkanlah maknanya serta perhatikan adab dan sopan santun membaca Al Qur’an.

Q.S. Ali-Imran (3) : 190-191,
Artinya :
190. Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal,
191. (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka.

E.   Metode Pembelajaran
·         Saintifik
·         Kooperatif
·         rool play,diskusi, group to group presentasi, ceramah


F.    Media Pembelajaran

Media
·      Video Pembelajaran
·      CD Pembelajaran Tajwid Interaktif
Alat
·      Komputer / Laptop
·      LCD Projector

H.  Sumber Belajar:
 
      Sumber Belajar :    
·         Buku PAI Kls XII Kemdikbud
·         Al-Quran dan Al-Hadits
·         Buku tajwid
·         Kitab tafsir Al-Qur’an
·         Buku lain yang menunjang
·         Multimedia interaktif dan Internet

I.      Kegiatan Pembelajaran

Kegiatan
Deskripsi
Alokasiwaktu

Pendahuluan
  • Memberikan salam
  • Menanyakan kepada siswa kesiapan dan kenyamanan untuk belajar
  • Menanyakan kehadiran siswa
  • Mempersilakan salah satu siswa memimpin doa
  • Tanya jawab materi sebelumnya
  • Menyampaikan tujuan pembelajaran melalui power point.

10 menit

Inti
·         Mengamati
·         Menyimak bacaan, membaca, mengidentifikasi hukum bacaan (tajwid), dan mencermati isi kandungan  Q.S. Ali Imran (3): 190-191, dan hadits tentang berpikir kritis
·         Menanya
·         Menanyakan cara membaca Q.S. Ali Imran (3) : 190-191
·         Mengajukan pertanyaan terkait hukum tajwid, asbabun nuzul, dan isi kandungan Q.S. Ali Imran (3) : 190-191, dan hadits terkait.
·         Mengumpulkan data/eksplorasi
·         Mendiskusikan materi tentang Q.S. Ali Imran (3) : 190-191,  sesuai dengan hukum  bacaan tajwid;
·         Menterjemahkan  Q.S. Ali Imran (3) : 190-191, dan hadits terkait;
·         Menganalisis asbabun nuzul/wurud dan kandungan  Q.S. Ali Imran (3) : 190-191, dan  hadits terkait.
·         Mengasosiasi
·         Membuat kesimpulan dari kandungan Q.S. Ali Imran (3) : 190-191,
·         Mengkomunikasikan:
      Mendemonstrasikan materi tentang Q.S. Ali Imran (3) : 190-191 kepada kelompok lain.

70 menit

Penutup
  • Klarifikasi/kesimpulan siswa dibantu oleh guru menyimpulkan materi
  • Evaluasi untuk mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran
  • Siswa melakukan refleksi tentang pelaksanaan pembelajaran
  • Mengucapkan salam

10 menit

J.   Penilaian          
1.Prosedur  :
a.Penilaian proses belajar mengajar oleh guru
   b.Penilaian hasil belajar (tes lisan/ tertulis berbentuk Esay)
     2.Alat Penilaian (Soal terlampir)
   
Aspek afektif
Isilah pernyataan-pernyataan berikut sesuai dengan sikapmu yang sebenarnya dengan cara mencontreng ( √ ) pada kolom yang tersedia

INTERNALISASI AKHLAK MULIA
No
Pernyataan
setuju
tidak setuju
tidak tahu
Alasan
1
bahwa Allah lah yang telah memberikan potensi pada diri Anda
……
……
..
……
 2
Anda sadar bahwa otak anda adalah karunia besar dari Allah
……
……
..
……
 3
Anda meyadari bahwa otak manusia tanpa bimbingan wahyu Allah akan dapat mengungkap tabir segala hal termasuk persoalan  ghaib
……
……
..
……
4
Pendidikan al-Islam tidak menghasilkan perubahan prilaku ke arah yang lebih baik
……
……
..
……
5
Allah sebagai Tuhan Yang Maha Tahu dan Maha Suci dari kealpaan berbuat salah
..
.
.
..

Lampiran 2 : Format Penilaian Proses bealajar
FORMAT PENGAMATAN SIKAP
No
Nama Siswa
Disiplin
Tanggung jawab
Peduli
Kerja keras
a
b
c
A
b
c
a
b
c
a
b
c
1













2













3













4













5














INDIKATOR KOMPETENSI INTI 1 DAN 2
1.      Disiplin
·         Selalu hadir di kelas tepat waktu
·         Mengerjakan LKS sesuai petunjuk dan tepat waktu
·         Mentaati aturan main dalam kerja mandiri dan kelompok
2.      Tanggung jawab
Berusaha menyelesaikan tugas dengan sungguh-sungguh
·         Bertanya kepada teman/guru bila menjumpai masalah
·         Menyelesaikan permasalahan yang menjadi tanggung jawabnya
·         Partisipasi dalam kelompok
3.      Peduli
·         Menjaga kebersihan kelas, membantu teman yang membutuhkan
·         Menunjukkan rasa empati dan simpati untuk ikut menyelesaikan masalah
·         Mampu memberikan ide/gagasan terhadap suatu masalah yang ada di sekitarnya
·         Memberikan bantuan sesuai dengan kemampuannya
4.      Kerja keras
·         Mengerjakan LKS dengan sungguh-sungguh
·         Menunjukkan sikap pantang menyerah
·         Berusaha menemukan solusi permasalahan yang diberikan

PEDOMAN PENILAIAN:

·         Penilaian dilakukan dengan cara membandingkan karakter siswa pada kondisi awal dengan pencapaian dalam waktu tertentu.
·         Hasil yang dicapai selanjutnya dicatat, dianalisis dan diadakan tindak lanjut.
1.      Tugas
Menghafal Q.S. Ali Imran (3) : 190-191, dan  hadits terkait dengan cara mengisi lis  ( lembar tugas hafalan).
2.      Observasi
Mengamati pelaksanaan diskusi dengan menggunakan lembar observasi yang memuat:
·         isi diskusi (kandungan ayat dan hukum bacaan)
·         sikap yang ditunjukkan peserta didik terkait dengan  tentang berpikir kritis dan bersikap demokratis.
3.      Portofolio
·         Melaporkan hasil obervasi berupa paparan tentang kandungan  Q.S. Ali Imran (3) : 190-191, dan  hadits terkait;
·         Membuat paparan analisis dan identifikasi hukum bacaan yang ada pada  Q.S. Ali Imran (3) : 190-191
·         Membuat laporan perkembangan hafalan Q.S. Ali Imran (3) : 190-191, dan hadist terkait.
1.      Tes tulis
·         Menyalin Q.S. Ali Imran (3) : 190-191, dan mengidentifikasi hukum bacaan tajwidnya;
·         Menjawab soal-soal tentang isi kandungan Q.S. Ali Imran (3) : 190-191, dan hadist terkait.
2.      Tes lisan
Membaca dan menghafal Q.S. Ali Imran (3) : 190-191, dan hadits terkait