- Pikiran pokok
- Fenomenologi
Sebagai
seorang pendiri aliran Fenomenologi, Husserl telah memperbaharui
filsafat abad kita secara mendalam. Sekarang ini fenomenologi dikenal
lebih umum dan terpopuler pada tahun 50-an. Orang yang merasa
tertarik dengan deskripsi fenomenologi konkrit seperti diberikan
fenomenolog kemudian hari, khususnya diprancis seperti J.-P.Sartre,
M. Merleau-Ponty, P.ricocur, dan seorang psikolog belanda F.
Buytenjik akan merasa kecewa bila ia menghadapi karya-karya
fenomenologi sendiri.1
Husserl memang memaksudkan fenomenologi sebagai suatu disiplin
filosofis yang akan melukiskan segala bidang pengalaman manusia,
ytetapi ia sendiri memusatkan perhatian dan tenaganya pada pendasaran
disiplin baru ini.
Menurut
Husserl, “prinsip segala prinsip” ialah bahwa intuisi
langsung(dengan tidak menggunakan perantara apapun juga) dapat
dipakai sebagai kriterium terakhir di bidang filsafat.2
Husserl menyimpulkan bahwa kesadaran harus menjadi dasar filsafat,
lantyaran hanya dengan kesadaran secara langsung diberikan kepada
saya selaku subyek, seperti akan kita lihat lagi. Filsafatnya
mengalami perkembangan terus menerus sampai akhir hidupnya dan ia
pernah mengatakan bahwa ia adalah einewige
Anfanger, seorang
pemula abadi. Jika ia terbentur pada kesulitan baru, ia tidak
membuang pemikiran sebelumnya, tetapi seluruh permasalahannya
diselidiki kembali pada taraf yang lebih mendalam. Husserl bercita
–cita mendasari ilmu filsafast dengan dasar yang rigorus( rigorus
science) dan kepala ilmu itu adalah fenomenologi.
Berdasarkan
artikel artikel tersebut maka Husserl merumuskan bahwa Fenomenologi
adalah ilmu pengetahuan (logos)
tentang apa yang nampak. Jdi, seperti sudah tersirat didalam namanya,
fenomenologi mepelajari apa yang tampak atau apa yang menampakkan
diri atau fenomen. Tetapi dengan itu dimaksudkan Husserl sesuatu yang
ada pada waktu itu sama sekali baru.2
Menurut Kant kita manusia hanya mengenal fenomenon
dan bukan numenon,
kita hanya mengenal fenomen-fenomen (Erscheinungen)
dan bukan realitas itu sendiri (das
Dingan sich). Bagi
Kant yang tampak bagi kita adalah semacam tirai yang menyelubungi
realitas di belakangnya. Yang dimasudkan Husserl dengan fenomen
adalah sesuatu yang sama sekali lain. Bagi Husserl, fenomen ialah
realitas sendiri yang nampak. Baginya tidak ada tirai/selubung yang
memisahkan kita dari realitas; realitas itu sendiri tampak bagi kita.
Fenomenologi adalah ilmu tentang esensi-esensi kesadaran dandan
esensi ideal dari obyek-obyek kesadaran. Setelah tahun 1908
fenomenologi Husserl menjadi “Fenomenologi TRasensental”. Dia
berpendaoat disini bahwakesadaran bukan bagian dari kenyataan,
melainkan asal dari kenyataan. Fenomenologi sangat orisinil, pola
filsafat yang tidak lagi mencari lagi esensi dibalik kenampakan,
melainkan berkonsentrasi penuh padapenampakan itu sendiri. Dan hampir
semua disiplin keilmuan mendapat inspirasi dari fenomenologi, antara
lain; psikologi,sosiologi,antropologi, sampai arsitektur, semuanya
memperoleh nafas baru dengan munculnya fenomenologi. Sebagai disiplin
ilmu, fenomenologi sudah menampakkan dirinya kuat-kuat dalam arus
besar pemikiran kontemporer, dan masa depannya sangat bergantung pada
seberapa jauh pengetahuankita untuk mendalami dan mengembangkannya.4
Istilah
fenomenologi pertama kali digunakan oleh J.H Lembert (1728-1777),
kemudian istilah itu juga digunakan oleh Immanuel Kant, Heggel serta
sejumlah filosof yang lain dan merekapun mengartikan fenomenologi
secara berbeda. Baru Edmund Husserl menggunakan istilah fenomenologi
secara khusus dengan menunjukkan metode berfikir secara tepat.5
contohnya dalam karya heggel yang berjudul “Phenomenology of
spirit”, pemaknaan heggel dalam buku ini tentang teori “fenomena”
berbeda dengan teori Husserl. Menurut Heggel fenomena yang kita alami
dan nampak pada kita merupakan hasil kegiatan yang bermacam-macam dan
runtutan konsep kesadaran manusia serta bersifat relative terhadap
budaya dan sejarah. Husserl menolak pandangan Heggel mengenai
relativisme fenomena budaya dan sejarah. Namun ia menerima konsep
formal fenomenologi Heggel serta menjadikannya prinsip dasar untuk
perkembangan semua type fenomenologi. Menurut Husserl, fenomena
adalah realitas sendiri yang nampak, tidak ada selubung atau tirai
yang menisahkan subyek dengan kenyataan, karena realitas itu sendiri
yang nampak bagi subyek. Dengan pandangan seperti ini, Husserl
mencoba mengadakan semacam revolusi dalam filsafat barat. Sebagai
seorang ahli fenomenologi, Husserl mencoba menunjukkan bahwa dengan
metode fenomenologi mengenai pengarungan pengalaman biasa menuju
pengalaman murni, kita bisa mengetahui kepastiabn absolut dengan
susunan penting aksi-aksi sadar kita. Seperti berfikir dan mengingat,
dan pada sisi lain susunan penting obyek-obyek merupakan tujuan
aksi-aksi tersebut. Dengan demikian filsafat akan menjadi sebuah
“ilmu setepat-tepatnya” dan pada akhirnya kepastian akan diraih.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa fenomena dipandang dari dua sudut,
yakni Pertama,
fenomena selalu “menunjuk keluar” atau berhubungan dengan
realitas diluar fikiran. Kedua,
fenomena dari sudut kesadaran kita. Karena selalu berada dalam
kesadaran kita. Maka dalam memandang fenomena harus terlebih dahulu
melihat penyaringan (ratio), sehingga mendapatkan kesadaran yang
murni. Fenomenologi menghendaki ilmu pengetahuan secara sadar
mengarahkan untuk memperhatikan contoh tertentu tanpa prasangka
teoritis lewat pengalaman berbeda dan bukan lewat koleksi data yang
besar untuk suatu teori umum diluar substansi sesungguhnya.
Fenomenologi adalah ilmu tentang esensi-esensi kesadaran dan esensi
ideal dari obyek-obyek sebagai korelasi kesadaran.9
Husserl mengambil konsep filsafat sebagai ilmu yang regoris (sikap
fikiran dimana pertentangan pendapat boleh tidaknya seuatu tindakan
atau bersikeras mempertahankan pandangan yang sempit dan ketat).
Menurut
Husserl “prinsip segala prinsip” ialah bahwa hanya intuisi
langsung (dengan tidak menggunakan pengantara apapun juga) dapat
dipakai sebagai kriteria terakhir dibidang filsafat. Hanya saja apa
saja yang diberikan langsung kepada kita dalam pengalaman dapat
dianggap benar “sejauh diberikan”. Dari sini Husserl menyimpulkan
bahwa kesadaran harus menjadi dasar folsafat, karena hanya kesadaran
yang diberikan secara langsung kepada kita sebagai subjek. Maka
sebagai hasil dari metode fenomenologi Husserl adalah perhatian baru
untuk intensionalitas kesadaran, karena kesadaran kita tidak dapat
dibayangkan tanpa suatu yang disadari. Fakta bahwa kesadaran
mengarah pada obyek-obyek yang disebut Intensionalitas. Kiranya tidak
dapat mengatakan bahwa kesadaran mempunyai intensionalitas karena
kesadaran itu sebagai intensionalitasnya sendiri.
- Intensionalitas dan Konstitusi (constitution)
Salah
satu hal yang muncul dari hasil fenomenologi Husserl adalah perhatian
baru untuk intensionalitas kesadaran. Supaya ada kesadaran memang
diandaikain tiga hal, yaitubahwa ada sesuatu subyek yang terbuka
untuk obyek-obyek yang ada. Kesadaran menurut kodratnya itu bersifat
intensionalitas; intensionalutas adalah struktur hakiki kesadaran,8
dan justru karena kesadaran ditandai oleh intensionalitas, maka
febomen harus dimengerti sebagai apa yang menampakkan diri.3
Intensionalitas dan fenomen adalah dua hal yang korelatif, korelasi
ini berlaku bagi kesdaran dan realitas pada umumnya, tetapi juga
dalam berbagai aktus kesadaran dan realitas seperti pengalaman
estetis dan obyek estetis (karya
kesenian). Isti;ah
lain yang berkaitan dengan dua hal tersebut dan sering digunakan oleh
Husserl adalah Konstitusi,
Dengan konstitusi dimaksudkan proses tampaknya fenomen-fenomen kepada
kesadaran. Fenomen mengkonstITusi diri dalam kesadaran, kata Husserl.
Dan karena keterkautannya tersebut maka konstitusipun disebut sebagai
aktifitas kesadaran yang memungkinkan tampaknya realitas. Husserl
mengatakan dunia real dikonstitusi oleh kesadaran. Ada beberapa hal
yang penting dalam Intensionalitas Huserl, yakni;
“Lewat
intensioalitas terjadi obyektifikasi, artinya unsur-unsur dalam arus
kesadaran menunjuk kepada suatu obyek, terhimpun dalam suatu obyek
tertentu. Lewat intensionalitas terjadilaah identifkasi, bahwa
berbagai data yang tampil pada peristiwa bisa dihimpun pada obyek
sebagai hasil obyektifikasi. Intensionalitas juga saling
menghubungkan segi-segi suatu obyek dengan segi-segi yang
mendampinginya. Dan Intensionalitas mengadakan juga konstitusi.
Konstitusi merupakan proses munculnya proses-proses kepada
kesadaran.”
Dalam
melihat hakikat dengan intuisi ini, Husserl memperkenalkan
pendekatan reduksi, yakni penundaan segala pengetahuan yang ada
sebelum pengamatan itu dilakukan. Reduksi ini juga dapat dilakukan
sebagai penyaringan atau pengecilan. Reduksi ini merupakan salah satu
prinsip dasar sikap fenomenologis, dimana ntuk mengetahui sesuatu
seorang fenomenolog bersikap netral dengan tidak menggunakan
teori-teori /pengertian yang telah ada sehingga obyek diberi
kesempatan untuk berbicara tentang dirinya sendiri.
4.
Kritik Heiddeger terhadap Fenomenologi Hussserl
Pada
dasarnya Fenomenologi Husserl bercorak idealistic. Seruannya untuk
kembali kepada sumber yang semula terdapat pada objek kemudian
diarahkan pada sumber yang lain yakni subyek. “kembali kepada
sumber pada akhirnya sama dengan kembali kepada subyek atau
kesadaran. Melalui reduksi trasendental Husserl terus bergelut dengan
masakah esensi dan aktiitas kesadaran.
Apa
yang telah dilakukan sebenarnya sah-sah saja, kesadaran adalah
masalah yang mendasar dan penting dipahami. Pemahaman tentang esensi
kesadaran bisa dijadikan sebagai alternative solusi untuk menghadapi
krisis ilmu pengetahuan, misaknya dengan menjadikan pemahaman esensi
dan aktivitas manusiasebagaiu landasan untuk dibangunkanya teori
ilmiah tentang manusia.
Heiddeger
yang menyadari masalah iu tidak mau mengikuti anjuran Husserl untuk
kembali kepada subjek. Kembali kepada subjek sambil melupakan
objek,demikian Heiddeger berarti mengulang kesulitan yang sama
seperti dihadapi oleh idealism. Dalam dunia idealism subjek
ditempatkan sebagai sentral atau pusatnya dunia menjadi asal usul
terciptanya dunia. Namun bagaikana dunianya menciptakan subjek luput
dari perhatian idealisme. Yang menarik adalah sebuah realitas yang
lain, realitas yang bukan murni objek dan bukan pula murni subjek
melainkan sintesis dari subjek dan objek. Sintesis ini berupa
dinia-manusia yang oleh Heiddeger disebut ada dalam dunia.(merupakan
realitas asli manusia). Jalan yang harus ditempuh adalah memaha,mi
realitas dunia manusia sendiri, tempat manusia menciptakan diri dan
dunianya serta diciptakan oleh diri dan dunianya itu. Krisis ilmu
pengetahuan sepertI yang diisukan Husserl sebetulnya lebih bisa
dicari sumber dan alternative solusinya didalam realitas
ada-dalam-dunia. 4
Penutup
Dari
pemaparan di atas dapat kami simpulkan bahwa ciri khas pemikiran
Fenomenologi Husserl tentang bagaimana semestinya menemukan kebenaran
dalam filsafat terangkai dalam satu kalimat “Nach den sachen
selbst” (kembalilah kepada benda-benda itu sendiri).
Alhamdulillahirobbil`aalamin
akhirnya tugas makalah inipun dapat kami selesaikan tepat pada
waktunya. Dan kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah ikut berpartisipasi dalam penyusunan makalah ini. Bagaimana pun
juga kami sangat sadar bahwa karya ini masih sangat jauh dari
sempurna. Oleh karena itu kami mengharapkan kritikan dan masukan agar
kedepan dapat menjadi lebih baik lagi. Dan semoga apa yang kami
berikan dapat menjadi manfaat bagi kami sendiri dan para pembaca.
Terima Kasih.,,,.
Daftar
Pustaka
Bertens,
K,. Filsafat barat abad XX: inggris jerman , Jakarta : Gramedia, 1981
Abiding,
Zaenal.filsafat manusia, Bandung: PT REmaja Resda Karya
Ibid
.hal 111
http://www.slideshare.net/mazizaacrizal/fenomenologi-3572675
http://indonesiakomplit.wordpress.com/2011/01/28/fenomenologi-edmund-husserl/
1
Perlu diperhatikan, apa yang disajikan sebagai “metode
fenomenologi” kerap kali hampir tidak berkaitan lagi dengan
fenomenologi menurut konsepsi Husserl. Kalau begitu kata
“fenomenologis” dipakai dalam arti luas, sehingga kiranya
sinonim dengan “deskriptif”.
2 W.R Boyce Gibson, London
1967, hal 84. (“Melihat” secara langsung, bukan saja melihat
dalam arti pengalaman indrawi, tetapi melihat pada umumnya sebagai
kesadaran yang memberikan apa saja secara asli adalah sumber
pembenaran yang terakhir bagi semua pernyataan rasional.
2
DR.K. Bertens Filsafat Barat abad XX
4 Edmund Husserl
5http;//ruangmerindukandiadandia.wordpres.com/2010/02/14/fenomenologi-edmund-husserl
3
DR. K Bertens Filsafat barat abad XX
8 Istilah
“Intensionalitas” oleh Husserl diambil alih dari Brentano,
tetapi Brentano memiliki maksud lain dengan istilah ini, sehingga
ajaran intensionalitas boleh dianggap sebagai penemuanyang khas
Husserlian. Bandingkan: H. spiegelbregh, The phenomenological
movement, The Hague, 1965, jilid I, hal 107-108.
9 Belnard Delfgaauw,
filsafat abad 20, alih bahasa Soejono Soemargono (Yogyakarta: Tiara
Wacana 1988)
4
Zaenal Abidin, Filsafat Manusia:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar