DAFTAR ISI
Halaman
Judul............................................................................................................
i
DAFTAR ISI 1
BAB I PENDAHULUAN 2
- Latar Belakang 2
- Rumusan Masalah 3
BAB II PEMBAHASAN 4
- Hakikat metode tahlili 4
- Ciri–ciri metode tahlili 5
- Contoh metode tahlili 6
- Hakikat metode ijmali................................................................................... 7
- Ciri–ciri metode ijmali.................................................................................. 7
- Contoh metode ijmali.................................................................................... 8
- Hakikat metode maudhu’i............................................................................. 9
- Ciri–ciri metode maudhu’i............................................................................ 9
- Contoh metode maudhu’i............................................................................. 9
BAB III ANALISIS 10
BAB IV
KESIMPULAN 11
BAB V PENUTUP 12
DAFTAR PUSTAKA 13
BAB
I PENDAHULUAN
- LATAR BELAKANG
Pembangunan umat Islam bahkan
pembangunan suatu kehidupan manusia, tidaklah mungkin dengan hanya
berpegang kepada pengalaman semata tanpa adanya petunjuk-petunjuk
dari ajaran Al Qur’an yang meliputi segala unsur kebahagiaan bagi
manusia. Dengan mudah kita dapat mengetahui, bahwa tidak mungkin
beramal dengan ajaran-ajaran Al Qur’an, terkecuali sesudah kita
memahami Al Qur’an, mengetahui isinya, prinsip-prinsip yang diatur.
Hal ini tidak mungkin dicapai, melainkan dengan mengetahui apa yang
ditunjukkan oleh lafadz-lafadz Al Qur’an. Maka untuk dapat
menguraikan lafadz-lafadz Al Qur’an yang bersifat global itu perlu
adanya upaya dan proses penafsiran Al Qur’an. Dengan demikian kita
dapat tetapkan bahwa tafsir adalah anak kunci perbendaharaan isi Al
Qur’an yang diturunkan untuk memeperbaiki keadaan manusia,
melepaskan manusia dari kehancuran dan menyejahterakan alam ini.
Kenyataan sejarah membuktikan bahwa
tafsir itu selalu berkembang seiring dengan derap langkah
perkembangan peradaban dan budaya manusia. Tafsir sebuah hasil dari
dialektika antara teks yang statis dan konteks yang dinamis memang
mau tidak mau harus mengalami perkembangan dan bahkan perubahan.
Setiap generasi akan mewarisi kebudayaan generasi-generasi
sebelumnya, kebutuhan suatu generasi berlainan dan hampir tidak sama
dengan kebutuhan generasi lain. Begitu pula perbedaan tempat dan
keadaan, tidak dapat dikatakan sama keperluan dan kebutuhannya,
sehingga timbullah penyelidikan dan pengolahan dari apa yang telah
didapat dan dilakukan oleh generasi sebelumnya, serta saling
tukar-menukar pengalaman yang di alami oleh manusia pada suatu daerah
dengan daerah yang lain, mana yang masih sesuai dipakai, mana yang
kurang sesuai dilengkapi, dan mana yang tidak sesuai lagi
dikesampingkan, sampai nanti keadaan dan masa membutuhkan. Demikian
pula halnya dengan Al
Qur’an, ia
berkembang mengikuti irama perkembangan zaman dan memenuhi kebutuhan
manusia dalam suatu generasi.
Hal itu yang membuat para peminat
studi Al Qur’an khususnya dan umat Islam pada umumnya dituntut
untuk selalu cerdas mengembangkan penafsiran Al Qur’an, sebab
setiap zaman memiliki kekhasannya sendiri-sendiri. Tiap-tiap generasi
melahirkan tafsir-tafsir Al Qur’an yang sesuai dengan kebutuhannya
masing-masing dengan tidak menyimpang dari
ketentuan-ketentuan
Agama Islam sendiri. Maka dari itu perlunya untuk mengetahui tentang
metode penulisan tafsir al-qur’an.
- RUMUSAN MASALAH
- Apa hakikat metode tahlili?
- Apa ciri-ciri metode tahlili?
- Contoh metode tahlili?
- Apa hakikat metode ijmali?
- Apa ciri-ciri metode ijmali?
- Contoh metode ijmali?
- Apa hakikat metode maudhu’i?
- Apa ciri-ciri metode maudhu’i?
- Contoh metode maudhu’i?
BAB
II PEMBAHASAN
- Metode-metode Tafsir Al Qur’an
- Tafsir Tahlili
Tafsir tahlili adalah
mengkaji ayat-ayat al-Qur'an dari segala segi dan maknanya, ayat demi
ayat dan surat demi surat, sesuai dengan urutan dalam mushaf
Utsmani. Untuk itu,
pengkajian metode ini kosa kata dan lafadz, menjelaskan arti yang
dikehendaki, sasaran yang dituju dan kandungan ayat, menjelaskan apa
yang dapat di-istnbath-kan dari ayat serta mengemukakan kaitan antara
ayat-ayat dan relevansinya dengan ayat sebelumnya dan sesudahnya.
Untuk itu ia merujuk kepada sebab-sebab turunnya ayat, hadits-hadits
Rasulullah saw dan riwayat dari para sahabat dan tabi'in.
Para
ulama membagi wujud tafsir al-Qur'an dengan metode tahlili menjadi
tujuh macam, yaitu: tafsir
bi al-ma'tsur, tafsir bi al ra'yi, tafsir shufi, tafsir fikih, tafsir
falsafi, tafsir fiqhi, tafsir 'ilmi dan tafsir adabi.
1.)
Tafsir bi al-Ma'tsur
Penafsiran (penjelasan) ayat
al-Qur'an terhadap maksud ayat al-Qur'an yang lain. Termasuk dalam
tafsir bi al-ma'tsur adalah penafsiran al-Qur'an dengan hadits-hadits
yang diriwayatkan dari Rasulullah saw. Penafsiran al-Qur'an dengan
pendapat para sahabat berdasarkan ijtihad
mereka dan penafsiran al-Qur'an dengan pendapat para tabi'in.
diantara kitab tafsir bi al-ma'tsur adalah kitab: jami'
al-Bayan fi tafsir al-Qur'an,
karangan Imam Ibnu Jarir al- Thabari.
2.
Tafsir bi al-Ra'yi
Penafsiran yang dilakukan mufassir
dengan menjelaskan ayat al-Qur'an berdasarkan pendapat atau akal.
Para ulama menegaskan bahwa tafsir bi
al-ra'yi ada yang
diterima dan ada yang ditolak. Suatu penafsiran bi al-ra'yi dapat
dilihat dari kualitas penafsirnya. Apabila ia memenuhi sejumlah
persyaratan yang dikemukakan oleh para ulama tafsir, maka diterimalah
penafsirannya. Jika tidak, maka ditolak penafsirannya. Di antara
kitab tafsir bi
al-ra'yi adalah
kitab: Madarik
tanzil wa Haqaiq al-ta'wil, karangan
al-ustadz Mahmud al-Nasafi.
3.
Tafsir Shufi
Penafsiran yang dilakukan para sufi
yang pada umumnya dikuasai oleh ungkapan mistik. Ungkapan-ungkapan
tersebut tidak dapat dipahami kecuali oleh orang-orang sufi yang
melatih diri untuk menghayati ajaran tasawwuf. Diantara kitab tafsir
shufi adalah kitab: Tafsir
al-Qur'an al-'Adzim, karangan
Imam al-Tusturi.
4.
Tafsir Fikih
Penafsiran ayat al-Qur'an yang
dilakukan (tokoh) suatu madzhab untuk dapat dijadikan sebagai dalil
atas kebenaran madzhabnya. Tafsir fikih banyak ditemukan dalam
kitab-kitab fikih karangan imam-imam dari berbagai madzhab yang
berbeda, sebagaimana kita temukan sebagian para ulama mengarang kitab
tafsir fikih adalah kitab: "Ahkam
al-Qur'an" karangan
al-Jasshash.
5.
Tafsir Falsafi
Penafsiran ayat-ayat al-Qur'an dengan
menggunakan teori-teori filsafat. Contoh kitab tafsir falsafi adalah
kitab: Mafatih
al-Ghaib yang
dikarang al-fakhr al-Razi. Dalam kitab tersebut ia menempuh cara ahli
filsafat dalam mengemukakan dalil-dalil yang didasarkan pada ilmu
kalam dan simantik (logika)
6.
Tafsir 'Ilmi
Penafsiran ayat-ayat kauniyah yang
terdapat dalam al-Qur'an dengan mengaitkannya dengan ilmu-ilmu
pengetahuan modern yang timbul pada masa sekarang. Diantara kitab
tafsir 'ilmi adalah kitab: al-Islam
Yata'adda, karangan
al-'Allamah Wahid al-Din Khan.
7.
Tafsir Adabi
Penafsiran ayat-ayat al-Qur'an dengan
mengungkapkan segi balaghah al-Qur'an dan kemu'jizatannya,
menjelaskam, makna-makna dan saran yang dituju al-Qur'an,
mengungkapkan hukum-hukum alam, dan tatanan kemasyarakatan yang
dikandungnya. Tafsir adabi merupakan corak baru yang menarik pembaca
dan menumbuhkan kecintaannya terhadap al-Qur'an serta memotivasi
untuk menggali makna-makna dan rahasia al-Qur'an. Di antara kitab
tafsir adabi adalah kitab tafsir al-Manar,
karya Muhammad
Abduh dan Rasyid Ridha.
Ciri-ciri
Tafsir Tahlili
Metode
Tafsir tahlili memiliki
ciri khusus yang membedakannya dari metode tafsir lainnnya, ciri-ciri
tersebut adalah :
1.
Mufasir menafsirkan ayat per
ayat sesuai dengan urutan dalam mushaf ustmani, yaitu
dimulai dari surat Al-Fatihah dan diakhiri oleh surat An-Nas.
2.
Mufasir menjelaskan makna yang
terkandung dalam Al-Qur’an secara komprehensif dan menyeluruh, baik
makna harfiah setiap kata maupun asbabun
nuzulnya.
3.
Bahasa yang digunakan
metode tahlili tidak
sesederhana yang dipakai metode tafsir ijmali.
Tafsir
Tahlily (Adaby): Al Maragy
QS.al-Bayyinah ayat 1 (Madaniyyah)
QS.al-Bayyinah ayat 1 (Madaniyyah)
لم
يكن الّذين كفروا من أهل الكتب والمشركين
منفكين حتّى تأتيهم البيّنة
Penjelasan:
`Orang-orang yang mengingkari risalah Muhammad saw dan meragukan kenabiannya, yakni kaum musyrikin dan Nasrani,
selamanya tidak akan mau meninggalkan pegangan mereka karena kekafiran yang sudah keterlaluan. Mereka telah meninggalkan kebenaran dan lebih menyukai pegangan yang diwariskan oleh nenek moyang mereka. Sekalipun pada kenyataannya nenek moyang itu tidak mengerti sama sekali permasalahan agama.
Rasulullah hadir di tengah-tengah mereka dengan membawa ajaran yang menggoncangkan terhadap ajaran yang sudah berakar di dalam keyakinan mereka, disamping sudah menjadi kebiasaan yang membudaya. Karenanya, mereka berupaya terus mencari alasan karena didorong oleh sikap ingkar mereka. Mereka mengemukakan hujjah yang mengatakan bahwa apa yang didatangkan Muhammad adalah sama dengan yang ada di tangan mereka dan bukan merupakan kebaikan jika apa yang didatangkan itu diikuti. Menurut mereka, dengan berpegang pada apa yang ada pada mereka dan berjalan sesuai dengan tata aturan nenek moyang mereka adalah lebih baik dan patut, bahkan lebih disukai oleh perasaan mereka karena dianggap akan membawa keselamatan.
`Orang-orang yang mengingkari risalah Muhammad saw dan meragukan kenabiannya, yakni kaum musyrikin dan Nasrani,
selamanya tidak akan mau meninggalkan pegangan mereka karena kekafiran yang sudah keterlaluan. Mereka telah meninggalkan kebenaran dan lebih menyukai pegangan yang diwariskan oleh nenek moyang mereka. Sekalipun pada kenyataannya nenek moyang itu tidak mengerti sama sekali permasalahan agama.
Rasulullah hadir di tengah-tengah mereka dengan membawa ajaran yang menggoncangkan terhadap ajaran yang sudah berakar di dalam keyakinan mereka, disamping sudah menjadi kebiasaan yang membudaya. Karenanya, mereka berupaya terus mencari alasan karena didorong oleh sikap ingkar mereka. Mereka mengemukakan hujjah yang mengatakan bahwa apa yang didatangkan Muhammad adalah sama dengan yang ada di tangan mereka dan bukan merupakan kebaikan jika apa yang didatangkan itu diikuti. Menurut mereka, dengan berpegang pada apa yang ada pada mereka dan berjalan sesuai dengan tata aturan nenek moyang mereka adalah lebih baik dan patut, bahkan lebih disukai oleh perasaan mereka karena dianggap akan membawa keselamatan.
- Tafsir Ijmali
Tafsir
Ijmali yaitu, penafsiran al-Qur'an dengan uraian singkat dan global,
tanpa uraian panjan lebar. Mufassir menjelaskan arti dan makna ayat
dengan uraian singkat yang dapat menjelaskan sebatas arti tanpa
menyinggung hal-hal selain arti yang dikehendaki. Hal ini dilakukan
terhadap ayat-ayat al-Qur'an ayat demi ayat dan surat demi surat,
sesuai urutan dalam mushaf
dalam kerangka uraian yang mudah dengan bahasa dan cara yang dapat
dipahami orang yang pintar dan orang yang bodoh dan juga orang
pertengahan antara keduanya.
Kadangkala mufassir dengan metode ini
menafsirkan al-Qur'an dengan lafadz al-Qur'an, sehingga pembaca
merasa bahwa uraian tafsirnya tidak jauh dari konteks al-Qur'an.
Kadangkala pada ayat tertentu ia menunjukkan sebab turunnya ayat,
peristiwa yang dapat menjelaskan arti ayat, mengemukakan hadits
Rasulullah atau pendapat ulama yang saleh. Dengan cara demikian,
dapatlah diperoleh
pengetahuan yang sempurna dan sampailah ia kepada tujuan dengan cara
yang mudah serta uraian yang singkat dan bagus.
Ciri-Ciri
Tafsir Dengan Metode Ijmali
1) Urutannya sesuai dengan urutan mushaf.
2) Mufassir langsung menafsirkan ayat al-Qur’an dari awal sampai akhir tanpa perbandingan dan penetapan judul
3) Setiap surat dibagi menjadi kelompok-kelompok ayat, lalu ditafsirkan secara ringkas dan global.
4) Sebagian lafal dari ayat menjadi pengait antara nash ayat dengan tafsirnya.
5) Lafal dan bahasanya tidak jauh dari nash Al-Quran.
6) Mufassir tidak banyak mengemukakan pendapat dan idenya
7) Mufassir tidak banyak memberikan penafsiran secara rinci tetapi ringkas dan umum, meskipun pada beberapa ayat tertentu memberikan penafsiran yang agak luas, namun tidak pada wilayah analitis.
1) Urutannya sesuai dengan urutan mushaf.
2) Mufassir langsung menafsirkan ayat al-Qur’an dari awal sampai akhir tanpa perbandingan dan penetapan judul
3) Setiap surat dibagi menjadi kelompok-kelompok ayat, lalu ditafsirkan secara ringkas dan global.
4) Sebagian lafal dari ayat menjadi pengait antara nash ayat dengan tafsirnya.
5) Lafal dan bahasanya tidak jauh dari nash Al-Quran.
6) Mufassir tidak banyak mengemukakan pendapat dan idenya
7) Mufassir tidak banyak memberikan penafsiran secara rinci tetapi ringkas dan umum, meskipun pada beberapa ayat tertentu memberikan penafsiran yang agak luas, namun tidak pada wilayah analitis.
Contoh dalam penafsiran Ijmaliy
ini dapat kita lihat pada tafsir al Jalalain karya Jalaluddin
al-Mahalli dan Jalaluddin as-Suyuthi, ketika menafsirkan surat al
Baqarah ayat 1 dan 2, Al- Jalalain mengemukakan : “الم”
misalnya dia
berkata : “Allah yang lebih tahu akan maksudnya”. Demikian pula
halnya saat menafsirkan Firman Allah “الكتاب”
hanya
menyatakan: “yang dibaca oleh Muhammad” ; ”لا
ريب ” berarti
“kebimbangan” ; “ﻔﻴﮫ”
maksudnya bahwa
ia benar-benar dari Allah. Kalimat negatif menjadi predikat dari
subyek “Kitab ini “, sedangkan kata-kata isyarat “ini”
dipakai sebagai penghormatan ; ” ﻫدﻯ
“ maksudnya
sebagai predikat kedua, artinya menjadi penuntun ; “
ﻠﻟﻣﺗﻘﻳﻥ
“ maksudnya
orang-orang yang mengusahakan diri mereka supaya menjadi takwa dengan
jalan mengikuti perintah dan menjauhi larangan dengan menjaga diri
dari api neraka.
- Tafsir Maudhu'i
Metode tafsir maudhu'i (tematik)
yaitu metode yang ditempuh seorang mufassir dengan cara menghimpun
seluruh ayat-ayat al-Qur'an yang berbicara tentang suatu masalah/
tema (maudlu)
serta mengarah kepada suatu pengertian dan satu tujuan, sekalipun
ayat-ayat itu (cara) turunnya berbeda, tersebar pada berbagai surat
dalam al-Qur'an dan berbeda pula waktu dan tempat turunnya.
Kemudian ia menentukan ayat-ayat
sesuai dengan masa turunnya, mengemukakan sebab turunnya sepanjang
hal itu dimungkinkan (jika ayat itu turun karena sebab tertentu),
menguraikan dengan sempurna menjelaskan makna dan tujuannya, mengkaji
terhadap seluruh segi dan apa yang dapat diistimbathkan
darinya, segi I'rabnya,
unsur-unsur
balaghahny,
segi-segi i'jaznya
(kemu'jizatannya)
dan lain-lain, sehingga satu tema dapat dipecahkan secara tuntas
berdasarkan seluruh ayat al-Qur'an itu dan oleh karenanya, tidak
diperlukan ayat-ayat lain.
Ciri metode maudhu’i
ialah menonjolkan tema. Judul atau topik pembahasan, sehingga tidak
salah jika dikatakan bahwa metode ini juga disebut metode topikal.
Tafsir
Mawdlu'y
Khusus mengenai harta mereka
Seperti ayat-ayat berikut ini:
Khusus mengenai harta mereka
Seperti ayat-ayat berikut ini:
ولاتقربوامال
اليتيم الا بالتى هي احسن حتى يبلغ أشدّه
Dan
janganlah kamu mendekati harta anak yatim kecuali dengan cara yang
lebih bermanfaat, hingga ia dewasa (surat al-An'am(6):152).
واتوااليتامى
أموالهم ولا تتبدلواالخبيث بالطّيّب
Dan berikanlah kepada anak-anak
yatim (yang sudah baligh) harta mereka, janganlah kamu menukar yang
baik dengan yang buruk (surat al-Nisa (4):2)
BAB
III
ANALISIS
Berdasarkan
pengertian dari ilmu tafsir Al-Quran dan perkembangannya dapat
diketahui, bahwasanya di samping terdapat ilmu tafsir juga terdapat
berbagai macam metode yang memiliki ciri khas tersendiri dan cara
penafsiran yang berbeda pula. Sehingga untuk menafsirkan surat demi
surat, ayat demi ayat dalam al-Quran dapat dilakukan dengan memilih
metode-metode yang telah banyak di gunakan oleh berbagai mufassir
tersebut. Dan di dalam berbagai metode itu pula dapat diketahui
bahwasanya setiap metode tidak hanya caranya yang berbeda tetapi juga
penggunanya.
BAB
IV
KESIMPULAN
Metode-metode
Tafsir Al Qur’an
- Tafsir Tahlili terdiri dari :
- Tafsir bi al-Ma'tsur
- Tafsir bi al-Ra'yi
- Tafsir Shufi
- Tafsir Fikih
- Tafsir Falsafi
- Tafsir 'Ilmi
- Tafsir Adabi
- Tafsir Ijmali
- Tafsir Maudhui
BAB
V
PENUTUP
PENUTUP
Demikian
makalah kami sampaikan, semoga bisa menambah wawasan kita bersama dan
bisa bermanfaat buat kita semua. Kritik dan saran yang bersifat
membangun kami harapkan guna penyempurnaan makalah ini. Atas
perhatiannya kami mengucapkan terima kasih.
DAFTAR
PUSTAKA
Al
Baghdady, Abdurrahman, 1988. Beberapa
Pandangan Mengenai Penafsiran Al Qur’an,
PT. Al Ma’arif. Bandung.
Agil
Husin al-Munawar, Said, 2003. Al-Qur'an
Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki.
Jakarta: Ciputat press.
Tafsir
dan Ilmu tafsir,
MGMP Tafsir Yogyakarta.
Muslim,
Shohih Muslim, bab fadlurromyi, hds.3541.
al
Qattan, Manna’ Khalil, 2013. studi
ilmu-ilmu Qur’an,
Pustaka Litera Antar Nusa. Bogor.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar