Kamis, 22 September 2016

Bab 1


Bab I
Pendahuluan


  1. Latar Belakang


Manusia merupakan salah satu makhluk Allah SWT dengan wujud dan susunan paling berbeda dengan makhlukyag lainnya,yang mana salah satu kelebihan dari mereka adalah dengan diberikanya akal pikiran dan juga hati nurani sebagai tanda kesempurnan dai selai makhlukNYA. Dalam Al Qur’an surat al baqarah; 30 Allah SWT menjelaskan yang namanya manusia adalah khalifah di bumi atau sering disebut dengan khalifatullah (perwakilan dariAlah SWT di bumi alam semesta ini) sehingga sebagai perwakiannya tentu mereka memerlukan suatu hal sebagai bekal untuk memelihara bumi ini. Romo K.H. Hasyim Asy ‘Ari menyatakan bahwasanya manusia merupakan sosok makhluk yang memiliki lima prinsip yaitu hifdzhuddiin, hifdzul ‘Aql, hifdzhunNasl, hifdzhulmaal, dan hifdzhunnafs. Oleh karenanya dalam memenuhi semua prinsip tersebut dan semua definisi yang ada maka satu hal yang harus dipenuhi oleh semua manusia adalah pengalaman pendidikan.1

Pendidikan adalah suatu proses yang dilakukan dengan beberapa proses dan strategi tertentu juga media dan terjadi suatu perubahan dalam diri manusia, baik perubahan psikis, biologis, emosional, kecerdasan, dan juga cara pandang mereka untuk menyelesaikan seuatu permasalahan di dunia. Pendidikan adalah salah satu aspek yang bisa digunakan sebagai sarana dalam rangka pementukan sebuah karakter yang baik/buruk bagi setiap manusia sesuai dengan pengaruh dan apa yang menjadi input pada anak baik orang tua, keluarga, guru, lingkungan, teman bermain, dan bahkan dari segala macam fasitas yang digunakan mereka. Walaupun segitu banyaknya pengaruh dalam pendidikan, namun orang tua tetap sebagai pengaruh yang utama dalam pembentukan watak dan karakter bagi seorang anak karena orang tualah yang sedari mereka lahir selalu ada dan menanaman niai-nilai kehidupan bagi anak-anaknya. Pendidikan juga termasuk dalam hal yang harus didapatkan oleh semua manusia khususnya warga negara Indonesia sebagai salah satu langkah untuk memperbaiki kehidupan kebangsaan ini. Sehingga apa yang dicita-citakan para leluuur bangsa bisa trcapai. Dalam proses penerimaan pendidikan seharusnya kita tidak boleh mebedakan dari mana asal dan bagaimana latar belakang keluarga mereka, namun begaimanapun baik buruknya warga negara mereka tetap memiliki hak mendapatkan pendidikan dalam rangka perwujudan prinsip kemanusiaan yang pernah disampaikan oleh Kyai Hasyim dalam awal pembahasan tadi. Manusia tidak mungkin bisa menjaga dan memelihara apa yang ada dalam dirinya jika tak pernah latihan dan belajar ilmu untuk mengetahuinya. Bahkan dalam Al Qur’an Alah SWT tak henti-hentiya memuliakan dan mengagungkan derajat orang-orang yag mamu menuntut ilmu.

Bangsa dan Negara Indonesia yang sangat dipahami oleh semua penjuru dunia dengan berjuta keaneka raamannya, tentu dalam pelaksanaan pendidikan akan dapat dijumpai metode dan strategi yang bermacam pula sesua dengan kebiasaan dan keadaan para warganya. Jika mereka berada dalam suatu lingkungan yang kental dengan tradisi dan budayanya memungkinkan menggunakan prinsip yang disebut dengan pendidikan pendidikan sosial budaya, jika mereka berada dalam lingkungan pesantren meeka pasti akan cenderung pada pendidikan akhlak, jika mereka berada dalam perkotaan pasti meeka mengenal yang namanya pendidikan kontemporer, dan ketika manusia yeng berada denangan segala lingkungan dan beranekaragamnya bahasa, budaya dan agama mereka akan menghadapi dan harus melalui proses yang disebut dengan pendidikan multikultural yang sering dibisbatkan sebagai proses pendidikan yang pas untuk dilaksanakan di Indonesia. Pendidikan yang disampaikan oleh beberapa ahli memang memiliki unsur yang sangat urgen dalam proses pembentukannya, terlebih pada masa sekarang ini pendidikan yang cenderung dilihat hanya pada yang kasat mata tidak lagi mengandalkan pada pengetahuan ataupun materi yang diajarkan. Anak-anak pada masa sekarang ini cenderung pada sisi afektif dan mengessasmpingkan kognitif atau dalam segi Pendidikan Agama Islam disebut dengan nama uswatun hasanah, atau disebut dengan pendidikan akhlak dan moral. Ketika sorang anak dilahirkan oleh Allah lewat manusia mulai pada saat itulah tanggungjawab sebagai orang tua mulai bertambah untuk membibing bayi tersebut dan mendidiknya untuk menjadi sosok manusia yang sesuai dengan fitrahnya yaitu ta’abbud ilallah(beribadah kepada Allah) diantaranya lewat diadzani pada telinga kanan dan diiqomahkan pada telinga kiri saat bayi tersebut baru dilahirkan oleh sang ibu. Hasil dari apa yang meletak pada anak ditentukan juga oleh tingkat religiusan orang tua sebagaimana posisi anak yang dikatakan oleh Hadari Nawawi yentang fakta pada anak yaitu, pendidikan merupakan piranti pokok yang dipilih untuk memberikan perhatian, bimbingan dan arahan kepada anaknya. Hal tersebut lebih terlihat jelas manakala rumusan pendidikan secara konsepsional ditujukan untuk memenuhi kebutuhan sang anak, hal ini kemudian menjadi unsur pokok pendidikan yang nantinya kembali pada kedua orang tua masing-masing anak.2

Masyarakat pada umumnya banyak yang mengatakan merupakan sekelompok orang yang hidup bersama dalam suatu tempat tertentu dan memiliki kebiasaan serta adat yang menjadi cirikhas mereka dengan kelompok lain serta memiliki tujuan yang sama yaitu menjaga dan mencapai keadilan serta kesejahteraan bersama melalui sistem yang ada. Disisi lain juga ada yang mengatakan bahwasanya masuarakat adalah sekelompok orang yang menginginkan kehidupan secara bebas dan sistemik namun tetap dalam koridor kebersamaan. Pendefiinisian tersebut memang tidak dapat dipungkiri apabila para tokoh banyak yang berpendapat bahwa masyarakat merupakan salah satu unsur pendidikan kedua setelah keluarga yang mana masyarakat dan lingkungan itu mempengaruhi anak lewat beberapa kebiasaan dan juga pandangan-pandangan yang umum terkait mindsat dan juga perilaku anak. Masyarakat yang pada umumnya memiliki keheterogenan yang sangat kompleks terkadang memang sempat membingungkan sang anak untuk menentukan akan seperti apa dia dalam hidup bermasyarakat, dan disinilah peran orang tua untuk selalu mengarahkan dan memfilter pada anak sehingga apa yang dipilih anak tidaklah keliru terlebih sampai menyimpang jauh dari aturan baik formal ataupun nonformal. Ketika seorang anak hidup dalam lingkungan yang mayoritas disana orang-orangnya berperilaku keras dan juga bebas, tidak menutup kemungkinan sang anak manusia itu akan berbuat seperti mereka dan juga bisa lebih parah. Disisi lain ada juga anak manusia yang hidup dalam masyarakat yang kebanyakan berperilaku baik, sopan dan bahkan ahli dalam hal keagamaan itu juga nanti akan mempengaruhi sang anak untuk berfikir dan perilaku seperi mereka dengan akhlak baik juga sangat haus akan ilmu agama. Kedua keadaan tersebut itu memang snagatlah dua sisi yang sangat kontrofersial yang vital bagi pola fikir anak. Disinilah peran orang tua akan mengarahkan anak yang masuk pada golongan negatif agar ia meninggalkan hal itu dan mengarahkan pada perkara yang baik, begitu juga ketika anak memilih pada konteks kedua yang cenderung berfokus pada hal-hal positif tersebut orangtua menyadarkan siapa dirinya dan keluarga sehingga ia bisa menjaga kestabilitasian pemikiran, perbuatan, dan keinginan anak agar tidak over pada keshalehan dan juga keagamaan dikarenakan mungkin latar belakang keluarga ataupun ekonomi orang. Akan tetapi dari berbagai uraian diatas tetap menunjukkan bahwa anak akan tumbuh dan berkembang sesuai dengan keadaan dan tempat serta waktu dimana dan kapan ia berada untuk mnyongsong pola fikir dan perbuatan dimasa depan, jikalau ia berada dalam lingkungan dan masyarakat yang positif maka ia cenderung mengikut pada hal-hal pisitif namun tak dapat dipungkiri untuk berbuat negatif lantaran beban dan tekanan yang tak dapat diselesaikan baik lewat pribad, teman, keluarga, maupun kedua orang tua. Begitu juga sebaliknya. Karena bagaimanapun juga lingkungan dan masyarakat menempati posisi steakholder yang kedua dalam perkembangan dan pendidikan manuasia.3

Dalam perkembangan ilmu sosial dan budaya diungkapkan bahwasanya keluarga adalah unsur penting yang bersandingan dengan orangtua dalam pendidikan anak secara langsung dan tidak langsung. Dikatakan berperan langsung terhadap anak/Manusia karena setiap apapun yang dilakukan dan diucapkan orang tua selalu terlihat langsung karena mereka hidup bersama dalam satu lingkup keluarga dan tempat tinggal(rumah). Sedangkan ketidaklangsungan pendidikan orang tua dan keluarga terhadap anak dapat dilihat melalui salah satu aspek pergaulan yang hampir semua manusia dan orang tua selalu menganjurkan anaknya tentang dengan siapa sang anak harus bergaul dan berteman ataupun harus seperti apa ia bertindak saat berbicara dan berbuat terhadap orang yang dijumpainya. Biasanya ketika anak hidup dilingkungan keluarga dan orang tua yang selalu membudayakan tatacara berpakaian dan bertutur yang baik maka anak itupun dalam perkembangannya bisa sama seperti yanf ditransferkan orang tua semasa belum tercampur dengan virus lingkungan dan masyarakat teman sejawat yang menemaninya. Sebagaimana sering kita jumpai saat-saat orang tua yang ketika bicara dengan anak menggunakan bahasa indonesia maka secara otomatis saat anak tumbuh dewasa akan menirukan cara bicaranya, namun ketika sejak masih kanak-kanak orang tua bicara pada anak menggunakan bahasa jawa yang halus dan sopan maka secara tidak langsung anak manusia itupun akan berbicara sebagaimana yang dicontohkan orang tuanya. Bahkan dalam ajaran islampun dijelaskan pendidikan orang tua terhadap anak bukan hanya saat anak sudah lahir ke dunia, melainkan mulai sejak memilih pasangan suami/istrinya itu sudah mulai satu tahap pendidikan terhadap anak manusia yang akan dilahirkan oleh ibunya. K.H Anwar Zahid dan K.H. Zaenuddin M.Z mengatakan dalam ceramahnya tentang bab nikah ketika seorang manusia akan menikahi manusia yang dipilihnya ada pertimbangan-pertimbangan tertentu yakni agama, nasab, harta, dan keturunannya, atau dalam orang jawa sering disebutkan dengan bibit, bebet, dan bobotnya. Dari beberapa aspek tersebut beliau mengatakan aspek yang paling menjamin untuk kedepannya adalah agamanya, jika orng itu baik agamanya insya allah pasangan kita akan baik seluruhnya. Dan pertimbangan yang paling harus diutamakan adalah agama, karean misalnya kita memilih harta yang dimilikinya tidaklah akan ada selamanya, jika kita mengutamakan nasab maka nasab tidak akan berlanjut selagi orangnya tak bisa menyesuaikan dengan nasab asalnya dan bisa berubah sesuai dengan manusia yang dipilih kita, dan jika kita memilih berdasarkan pertimbangan cantik/ganteng rupanya maka rupa manusia itu tidaklah abadi dan akan semakin keriput luntur kecantikannya/kegantengannya beriringan dengan zaman dan waktu yang dilewatinya. Namun jika kita memilih seseprang itu berdasarkan agamanya yang baik maka semuanya akan baik pula jika tadinya nasab yang buruk itu ia miliki akan terankat karena ia memiliki agama yang baik dan agamapun akan kita bawa selamanya dan bahkan menjamin kehidupan kita mulai di dunia hingga di akhirat dan akan dibawa oleh pemiliknya sampai ke surga Allah SWT. Mulai saat itulah para calon orang tua sudah mulai pendidikan untuk calon anak yang akan dilahirkan dan berlanjut hingga manusia itu dewasa. Sebagaimana contoh pada akhir-akhir zaman ini didaerah Kabupaten Tegal ada sepasang suami istri dan sudah memiliki anak, yang menurut pantauan para tetangga dulu ketika sang ibu itu hamil dan menyusui anakanya, ia sangat jarang sekali dan bahkan hampir tak pernah membaca bacaan yang baik seperti shalawat ataupun bacaan qur’an bahkan nyanyiannya lagu dangdut dan lagu yang bukan islami lainnya sehingga ketika sang anak sudah tumbuh dewasa hingga 5 tahun dan 8 tahun sang anak pun selalu berkata kata-kata yang kasar kepada teman sebaya dan bahkan kepada orang tuanya juga neneknyapun ia terkadang berani melawan juga membentaknya padahal seharusnya hal itu tak seharusnya dilakukan oleh setiap anaka manusia. Disisi lain juga ada salah satu anak yang masih belum dewasa beberapa waktu yang lalu dikabarkan lewat media masa ia sudah hafal Al Qur’an 30 juz, dan ternyata ketika para pencari berita dan juga peneliti menelusup asl muasalnya dia, ternyata itu juga tak lepas dari didikan orang tuanya terutama ibunya. Berdasarkan berita ibu anak alhafidzh itu zaman beliau masih mengandungnya senantiasa membaca alqur’an secara istiqomah dengan bebearapa sekali waktu sang ibu mengkhatamkannya hinga selalu mwiridkan bacaan-bacaan yang baik secara istiqomah hingga berhasil mendidik sang anak dalam usia masih sangat relatif muda namun ia sudah hafal Al Qur’an 30 dengan fashih, subhanallah. Dari berbagai aspek dan uraian fakta tersebut memang hal yang paling berpengaruh pada perilaku anak adalah kedua orang tua melalui filter-filter yang dimiliki sang anak.

Teman sejawat atau teman seperjuangan yang sering difahami sebagai sosok subyek yang senantiasa tahu bagaimana dan seperti apa kita lantaran sering beradaptasinya kita dengan mereka, namun seberapapun kedekatan seorang manusia dan kita terhadap teman atau bahkan sahabat sebagai tempat curahan hati manusia dan juga sarana berkeluh kesah terhadap sesama, tetap tak dapat mengalahkan posisi kedekatan anak tehadap orang tuanya dan bagaimanapun atau sesring apapun kita curhat kepada teman kita orang tua akan lebih tahu siapa dan bagaimana kita walaupun kita sendiri sebagai anak tak pernah curhat masalah kita terhadap mereka. Mungkin teman itu tahu kita dari sisi luar yang sering kita tampakkan dan ceritakan pada mereka dan selain itu mereka taidak mengetahuinya, namun tak tahu apa yang tak kita ceritakan kepada mereka dan namun jika kita bertemu dengan orang tua walaupun kita tak berkata apapun beliau dan khususnya ibu akan lebih tahu apa yang dibutuhkan anaknya dan apa serta bagaimana yang terbaik untuk anaknya.

Individu merupakan hal yang melekat pada diri seorang manusia yang mana ia memiliki ciri tersendiri dan membedakan dengan individu yang lainnya.sedangkan self yang dijelaskan oleh Dr. H. Mahmud, M.Si bahwasanya self atau diri dan individu merupakan eksekutif kepribadian untuk mengontrol tindakan dengan mengikuti prinsip kenyataan atau rasional, untuk membedakan batin beberapa orang yang berada diluar sana. Sebuah individu umpamanya adalah sebuah subyek, tapi sekaligus obyek baik bagi lingkungannya maupun bagi dirinya sendiri. Dari individu yang memiliki prinsip dan pendirian atau pedoman dalam berperilaku maupun berbuat serta bertutur itulah nanti yang akan meahirkan konsep yang disebut dengan kepribadian.4 Sehingga individu yang hidup bersama Subyek lain dalam kata lain orang terdekat seperti orang tua akan mempengaruhi bagaimana ia akan bertutur kata, berfikir, maupun berbuat disetiap kehidupan dan bercengkrama dengan manusia sekitarnya. Individu-individu tersebut nantilah yang akan melahirkan beberapa kelompok besar dan juga sebagai generasi penerus hidup berbangsa sangat perlu untuk melakukan hal sedemikian rupa yang sautu proses alami dari orang tua ke anaknya ini penstransferan aspek nilai kehidupan sebagai bekal hidup berbangsa dan negara. Individu yang dibahas ini adalah individu yang seharusnya memiliki kepribadian yang sejak kecil memang ia selalu mendapat asupan dari uswah dan nasihah orang tua. Sehingga dari semua proses kehidupan dan juga aspek tersebut menjadikan timbulnya seuatu namaan atau julukan baru bahwasanya anak-anak adalah prodak secara langsung dan tidak langsung dari kedua orangtuanya. Anak dinilai sebagai prodak langsung orang tua itu dilihat dari proses kelahirannya yang berhubungan secara fisik mereka dan juga setiap nasehat serta arahan yang diberikan menjadi sebuah nilai semakin bertambah waktu akan tertanam dalam sanubari setiap anak manusia. Mungkin juga hal tersebut berpengaruh dan terjadi karena gizi. Katakanlah pada masa balita individu itu digarap betul oleh orang tuanya yang tahu betul bagaimana mempersiapkan individu anak menjadi sehat dan kreatif. Ia dididik untuk peka, berperilaku baik, sering dinasehati, dibelajari hidup brayan dengan tetangga dan masyarakat dengan uswah Bapak Ibunya.5

Religiusitas, personalitas, komunitas adalah suatu sifat tersendiri dalam self setiap manusia, yang pada nantinya mengantarkan diri mereka untuk selalu berbuat dan berkata sesuai dengan beberapa sifat yang melekat pada dirimereka sendiri. Religiusitas yang berarti keagamaan atau berfikir secara agamis dan sifatnya juga, itu biasanya mengarah pada hal-hal yang positif karena ketika orang berbicara religiusitas berarti manusia itu memiliki pandangan baik buruk diri sesuai dengan ajaran ayng dianutnya juga mengedepankan dengan tingkah laku dan perbuatan dalam berkehidupan. Dengan tingkat kereligiusutan orang tua yang tinggi seharusnya anak-anaknyapun memiliki kesamaan sifat yang sudah mendaging dalam diri orang tuanya, paling tidak sikap dan perilakunya mencedrminkan kereligiusitasan orangruanya, sehingga berasal dari segala aspek pengembang pemikiran dan juga permasalahan yang ada maka karya ini dtulis sebagai salah satu bahan dan pembuktian dari argumen yang selama ini telah remai dibicarakan oleh banyak manusia di bumi ini, yakni akan adanya pengaruh dari tingkat kreligiusiatan orangtua terhadap perilaku anak.

Dari beberapa uaraian tersebut dapat disimpulkan bahwasanya orangtua sebagai stimulus tapi tidak menekan anak maka tingkat kereligiusitasnya akan sangat berpengaruh pada perilaku anak yang selama ini dilalui bersama orang tuanya. Kereligiusitas yang melekat pada diri orangtua bukan sebagai profokator ataupun pemicu yang mengharuskan sang anak mengikuti apa yang diperinyahkan orangtua, melainkan sebagai sarana kewibawaan dan landasan dalam beruswah bagi anak-anaknya.

1 Biografi mbah Kyai Hasim Asy’ariy
2 Pemikiran pendidikan islam,Prof.Dr.H.Mahmud,M.Si, hal.125
3 ibid
4 Psikologi Pendidikan, Dr, H. Mahmud, M.Si., hal 365

5 Indonesia Bagian Dari Desa Saya, Emha Ainun Najib

Tidak ada komentar:

Posting Komentar