Bab
I
Pendahuluan
- Latar Belakang
Manusia merupakan salah satu makhluk Allah SWT
dengan wujud dan susunan paling berbeda dengan makhlukyag
lainnya,yang mana salah satu kelebihan dari mereka adalah dengan
diberikanya akal pikiran dan juga hati nurani sebagai tanda
kesempurnan dai selai makhlukNYA. Dalam Al Qur’an surat al baqarah;
30 Allah SWT menjelaskan yang namanya manusia adalah khalifah di bumi
atau sering disebut dengan khalifatullah
(perwakilan dariAlah SWT di bumi alam
semesta ini) sehingga sebagai perwakiannya tentu mereka memerlukan
suatu hal sebagai bekal untuk memelihara bumi ini. Romo K.H. Hasyim
Asy ‘Ari menyatakan bahwasanya manusia merupakan sosok makhluk yang
memiliki lima prinsip yaitu hifdzhuddiin,
hifdzul ‘Aql, hifdzhunNasl, hifdzhulmaal, dan hifdzhunnafs.
Oleh karenanya dalam memenuhi semua prinsip tersebut dan semua
definisi yang ada maka satu hal yang harus dipenuhi oleh semua
manusia adalah pengalaman pendidikan.1
Pendidikan adalah suatu proses yang dilakukan
dengan beberapa proses dan strategi tertentu juga media dan terjadi
suatu perubahan dalam diri manusia, baik perubahan psikis, biologis,
emosional, kecerdasan, dan juga cara pandang mereka untuk
menyelesaikan seuatu permasalahan di dunia. Pendidikan adalah salah
satu aspek yang bisa digunakan sebagai sarana dalam rangka pementukan
sebuah karakter yang baik/buruk bagi setiap manusia sesuai dengan
pengaruh dan apa yang menjadi input pada anak baik orang tua,
keluarga, guru, lingkungan, teman bermain, dan bahkan dari segala
macam fasitas yang digunakan mereka. Walaupun segitu banyaknya
pengaruh dalam pendidikan, namun orang tua tetap sebagai pengaruh
yang utama dalam pembentukan watak dan karakter bagi seorang anak
karena orang tualah yang sedari mereka lahir selalu ada dan menanaman
niai-nilai kehidupan bagi anak-anaknya. Pendidikan juga termasuk
dalam hal yang harus didapatkan oleh semua manusia khususnya warga
negara Indonesia sebagai salah satu langkah untuk memperbaiki
kehidupan kebangsaan ini. Sehingga apa yang dicita-citakan para
leluuur bangsa bisa trcapai. Dalam proses penerimaan pendidikan
seharusnya kita tidak boleh mebedakan dari mana asal dan bagaimana
latar belakang keluarga mereka, namun begaimanapun baik buruknya
warga negara mereka tetap memiliki hak mendapatkan pendidikan dalam
rangka perwujudan prinsip kemanusiaan yang pernah disampaikan oleh
Kyai Hasyim dalam awal pembahasan tadi. Manusia tidak mungkin bisa
menjaga dan memelihara apa yang ada dalam dirinya jika tak pernah
latihan dan belajar ilmu untuk mengetahuinya. Bahkan dalam Al Qur’an
Alah SWT tak henti-hentiya memuliakan dan mengagungkan derajat
orang-orang yag mamu menuntut ilmu.
Bangsa dan Negara Indonesia yang sangat dipahami
oleh semua penjuru dunia dengan berjuta keaneka raamannya, tentu
dalam pelaksanaan pendidikan akan dapat dijumpai metode dan strategi
yang bermacam pula sesua dengan kebiasaan dan keadaan para warganya.
Jika mereka berada dalam suatu lingkungan yang kental dengan tradisi
dan budayanya memungkinkan menggunakan prinsip yang disebut dengan
pendidikan pendidikan sosial budaya, jika mereka berada dalam
lingkungan pesantren meeka pasti akan cenderung pada pendidikan
akhlak, jika mereka berada dalam perkotaan pasti meeka mengenal yang
namanya pendidikan kontemporer, dan ketika manusia yeng berada
denangan segala lingkungan dan beranekaragamnya bahasa, budaya dan
agama mereka akan menghadapi dan harus melalui proses yang disebut
dengan pendidikan multikultural yang sering dibisbatkan sebagai
proses pendidikan yang pas untuk dilaksanakan di Indonesia.
Pendidikan yang disampaikan oleh beberapa ahli memang memiliki unsur
yang sangat urgen dalam proses pembentukannya, terlebih pada masa
sekarang ini pendidikan yang cenderung dilihat hanya pada yang kasat
mata tidak lagi mengandalkan pada pengetahuan ataupun materi yang
diajarkan. Anak-anak pada masa sekarang ini cenderung pada sisi
afektif dan mengessasmpingkan kognitif atau dalam segi Pendidikan
Agama Islam disebut dengan nama uswatun hasanah, atau disebut dengan
pendidikan akhlak dan moral. Ketika sorang anak dilahirkan oleh Allah
lewat manusia mulai pada saat itulah tanggungjawab sebagai orang tua
mulai bertambah untuk membibing bayi tersebut dan mendidiknya untuk
menjadi sosok manusia yang sesuai dengan fitrahnya yaitu ta’abbud
ilallah(beribadah kepada Allah)
diantaranya lewat diadzani pada telinga kanan dan diiqomahkan pada
telinga kiri saat bayi tersebut baru dilahirkan oleh sang ibu. Hasil
dari apa yang meletak pada anak ditentukan juga oleh tingkat
religiusan orang tua sebagaimana posisi anak yang dikatakan oleh
Hadari Nawawi yentang fakta pada anak yaitu, pendidikan merupakan
piranti pokok yang dipilih untuk memberikan perhatian, bimbingan dan
arahan kepada anaknya. Hal tersebut lebih terlihat jelas manakala
rumusan pendidikan secara konsepsional ditujukan untuk memenuhi
kebutuhan sang anak, hal ini kemudian menjadi unsur pokok pendidikan
yang nantinya kembali pada kedua orang tua masing-masing anak.2
Masyarakat pada umumnya banyak yang mengatakan
merupakan sekelompok orang yang hidup bersama dalam suatu tempat
tertentu dan memiliki kebiasaan serta adat yang menjadi cirikhas
mereka dengan kelompok lain serta memiliki tujuan yang sama yaitu
menjaga dan mencapai keadilan serta kesejahteraan bersama melalui
sistem yang ada. Disisi lain juga ada yang mengatakan bahwasanya
masuarakat adalah sekelompok orang yang menginginkan kehidupan secara
bebas dan sistemik namun tetap dalam koridor kebersamaan.
Pendefiinisian tersebut memang tidak dapat dipungkiri apabila para
tokoh banyak yang berpendapat bahwa masyarakat merupakan salah satu
unsur pendidikan kedua setelah keluarga yang mana masyarakat dan
lingkungan itu mempengaruhi anak lewat beberapa kebiasaan dan juga
pandangan-pandangan yang umum terkait mindsat dan juga perilaku anak.
Masyarakat yang pada umumnya memiliki keheterogenan yang sangat
kompleks terkadang memang sempat membingungkan sang anak untuk
menentukan akan seperti apa dia dalam hidup bermasyarakat, dan
disinilah peran orang tua untuk selalu mengarahkan dan memfilter pada
anak sehingga apa yang dipilih anak tidaklah keliru terlebih sampai
menyimpang jauh dari aturan baik formal ataupun nonformal. Ketika
seorang anak hidup dalam lingkungan yang mayoritas disana
orang-orangnya berperilaku keras dan juga bebas, tidak menutup
kemungkinan sang anak manusia itu akan berbuat seperti mereka dan
juga bisa lebih parah. Disisi lain ada juga anak manusia yang hidup
dalam masyarakat yang kebanyakan berperilaku baik, sopan dan bahkan
ahli dalam hal keagamaan itu juga nanti akan mempengaruhi sang anak
untuk berfikir dan perilaku seperi mereka dengan akhlak baik juga
sangat haus akan ilmu agama. Kedua keadaan tersebut itu memang
snagatlah dua sisi yang sangat kontrofersial yang vital bagi pola
fikir anak. Disinilah peran orang tua akan mengarahkan anak yang
masuk pada golongan negatif agar ia meninggalkan hal itu dan
mengarahkan pada perkara yang baik, begitu juga ketika anak memilih
pada konteks kedua yang cenderung berfokus pada hal-hal positif
tersebut orangtua menyadarkan siapa dirinya dan keluarga sehingga ia
bisa menjaga kestabilitasian pemikiran, perbuatan, dan keinginan anak
agar tidak over pada keshalehan dan juga keagamaan dikarenakan
mungkin latar belakang keluarga ataupun ekonomi orang. Akan tetapi
dari berbagai uraian diatas tetap menunjukkan bahwa anak akan tumbuh
dan berkembang sesuai dengan keadaan dan tempat serta waktu dimana
dan kapan ia berada untuk mnyongsong pola fikir dan perbuatan dimasa
depan, jikalau ia berada dalam lingkungan dan masyarakat yang positif
maka ia cenderung mengikut pada hal-hal pisitif namun tak dapat
dipungkiri untuk berbuat negatif lantaran beban dan tekanan yang tak
dapat diselesaikan baik lewat pribad, teman, keluarga, maupun kedua
orang tua. Begitu juga sebaliknya. Karena bagaimanapun juga
lingkungan dan masyarakat menempati posisi steakholder yang kedua
dalam perkembangan dan pendidikan manuasia.3
Dalam perkembangan ilmu sosial dan budaya
diungkapkan bahwasanya keluarga adalah unsur penting yang
bersandingan dengan orangtua dalam pendidikan anak secara langsung
dan tidak langsung. Dikatakan berperan langsung terhadap anak/Manusia
karena setiap apapun yang dilakukan dan diucapkan orang tua selalu
terlihat langsung karena mereka hidup bersama dalam satu lingkup
keluarga dan tempat tinggal(rumah). Sedangkan ketidaklangsungan
pendidikan orang tua dan keluarga terhadap anak dapat dilihat melalui
salah satu aspek pergaulan yang hampir semua manusia dan orang tua
selalu menganjurkan anaknya tentang dengan siapa sang anak harus
bergaul dan berteman ataupun harus seperti apa ia bertindak saat
berbicara dan berbuat terhadap orang yang dijumpainya. Biasanya
ketika anak hidup dilingkungan keluarga dan orang tua yang selalu
membudayakan tatacara berpakaian dan bertutur yang baik maka anak
itupun dalam perkembangannya bisa sama seperti yanf ditransferkan
orang tua semasa belum tercampur dengan virus lingkungan dan
masyarakat teman sejawat yang menemaninya. Sebagaimana sering kita
jumpai saat-saat orang tua yang ketika bicara dengan anak menggunakan
bahasa indonesia maka secara otomatis saat anak tumbuh dewasa akan
menirukan cara bicaranya, namun ketika sejak masih kanak-kanak orang
tua bicara pada anak menggunakan bahasa jawa yang halus dan sopan
maka secara tidak langsung anak manusia itupun akan berbicara
sebagaimana yang dicontohkan orang tuanya. Bahkan dalam ajaran
islampun dijelaskan pendidikan orang tua terhadap anak bukan hanya
saat anak sudah lahir ke dunia, melainkan mulai sejak memilih
pasangan suami/istrinya itu sudah mulai satu tahap pendidikan
terhadap anak manusia yang akan dilahirkan oleh ibunya. K.H Anwar
Zahid dan K.H. Zaenuddin M.Z mengatakan dalam ceramahnya tentang bab
nikah ketika seorang manusia akan menikahi manusia yang dipilihnya
ada pertimbangan-pertimbangan tertentu yakni agama, nasab, harta, dan
keturunannya, atau dalam orang jawa sering disebutkan dengan bibit,
bebet, dan bobotnya. Dari beberapa aspek tersebut beliau mengatakan
aspek yang paling menjamin untuk kedepannya adalah agamanya, jika
orng itu baik agamanya insya allah pasangan kita akan baik
seluruhnya. Dan pertimbangan yang paling harus diutamakan adalah
agama, karean misalnya kita memilih harta yang dimilikinya tidaklah
akan ada selamanya, jika kita mengutamakan nasab maka nasab tidak
akan berlanjut selagi orangnya tak bisa menyesuaikan dengan nasab
asalnya dan bisa berubah sesuai dengan manusia yang dipilih kita, dan
jika kita memilih berdasarkan pertimbangan cantik/ganteng rupanya
maka rupa manusia itu tidaklah abadi dan akan semakin keriput luntur
kecantikannya/kegantengannya beriringan dengan zaman dan waktu yang
dilewatinya. Namun jika kita memilih seseprang itu berdasarkan
agamanya yang baik maka semuanya akan baik pula jika tadinya nasab
yang buruk itu ia miliki akan terankat karena ia memiliki agama yang
baik dan agamapun akan kita bawa selamanya dan bahkan menjamin
kehidupan kita mulai di dunia hingga di akhirat dan akan dibawa oleh
pemiliknya sampai ke surga Allah SWT. Mulai saat itulah para calon
orang tua sudah mulai pendidikan untuk calon anak yang akan
dilahirkan dan berlanjut hingga manusia itu dewasa. Sebagaimana
contoh pada akhir-akhir zaman ini didaerah Kabupaten Tegal ada
sepasang suami istri dan sudah memiliki anak, yang menurut pantauan
para tetangga dulu ketika sang ibu itu hamil dan menyusui anakanya,
ia sangat jarang sekali dan bahkan hampir tak pernah membaca bacaan
yang baik seperti shalawat ataupun bacaan qur’an bahkan nyanyiannya
lagu dangdut dan lagu yang bukan islami lainnya sehingga ketika sang
anak sudah tumbuh dewasa hingga 5 tahun dan 8 tahun sang anak pun
selalu berkata kata-kata yang kasar kepada teman sebaya dan bahkan
kepada orang tuanya juga neneknyapun ia terkadang berani melawan juga
membentaknya padahal seharusnya hal itu tak seharusnya dilakukan oleh
setiap anaka manusia. Disisi lain juga ada salah satu anak yang masih
belum dewasa beberapa waktu yang lalu dikabarkan lewat media masa ia
sudah hafal Al Qur’an 30 juz, dan ternyata ketika para pencari
berita dan juga peneliti menelusup asl muasalnya dia, ternyata itu
juga tak lepas dari didikan orang tuanya terutama ibunya. Berdasarkan
berita ibu anak alhafidzh itu zaman beliau masih mengandungnya
senantiasa membaca alqur’an secara istiqomah dengan bebearapa
sekali waktu sang ibu mengkhatamkannya hinga selalu mwiridkan
bacaan-bacaan yang baik secara istiqomah hingga berhasil mendidik
sang anak dalam usia masih sangat relatif muda namun ia sudah hafal
Al Qur’an 30 dengan fashih, subhanallah. Dari berbagai aspek dan
uraian fakta tersebut memang hal yang paling berpengaruh pada
perilaku anak adalah kedua orang tua melalui filter-filter yang
dimiliki sang anak.
Teman sejawat atau teman seperjuangan yang sering
difahami sebagai sosok subyek yang senantiasa tahu bagaimana dan
seperti apa kita lantaran sering beradaptasinya kita dengan mereka,
namun seberapapun kedekatan seorang manusia dan kita terhadap teman
atau bahkan sahabat sebagai tempat curahan hati manusia dan juga
sarana berkeluh kesah terhadap sesama, tetap tak dapat mengalahkan
posisi kedekatan anak tehadap orang tuanya dan bagaimanapun atau
sesring apapun kita curhat kepada teman kita orang tua akan lebih
tahu siapa dan bagaimana kita walaupun kita sendiri sebagai anak tak
pernah curhat masalah kita terhadap mereka. Mungkin teman itu tahu
kita dari sisi luar yang sering kita tampakkan dan ceritakan pada
mereka dan selain itu mereka taidak mengetahuinya, namun tak tahu apa
yang tak kita ceritakan kepada mereka dan namun jika kita bertemu
dengan orang tua walaupun kita tak berkata apapun beliau dan
khususnya ibu akan lebih tahu apa yang dibutuhkan anaknya dan apa
serta bagaimana yang terbaik untuk anaknya.
Individu merupakan hal yang melekat pada diri
seorang manusia yang mana ia memiliki ciri tersendiri dan membedakan
dengan individu yang lainnya.sedangkan self yang dijelaskan oleh Dr.
H. Mahmud, M.Si bahwasanya self atau diri dan individu merupakan
eksekutif kepribadian untuk mengontrol tindakan dengan mengikuti
prinsip kenyataan atau rasional, untuk membedakan batin beberapa
orang yang berada diluar sana. Sebuah individu umpamanya adalah
sebuah subyek, tapi sekaligus obyek baik bagi lingkungannya maupun
bagi dirinya sendiri. Dari individu yang memiliki prinsip dan
pendirian atau pedoman dalam berperilaku maupun berbuat serta
bertutur itulah nanti yang akan meahirkan konsep yang disebut dengan
kepribadian.4
Sehingga individu yang hidup bersama Subyek lain dalam kata lain
orang terdekat seperti orang tua akan mempengaruhi bagaimana ia akan
bertutur kata, berfikir, maupun berbuat disetiap kehidupan dan
bercengkrama dengan manusia sekitarnya. Individu-individu tersebut
nantilah yang akan melahirkan beberapa kelompok besar dan juga
sebagai generasi penerus hidup berbangsa sangat perlu untuk melakukan
hal sedemikian rupa yang sautu proses alami dari orang tua ke anaknya
ini penstransferan aspek nilai kehidupan sebagai bekal hidup
berbangsa dan negara. Individu yang dibahas ini adalah individu yang
seharusnya memiliki kepribadian yang sejak kecil memang ia selalu
mendapat asupan dari uswah dan nasihah orang tua. Sehingga dari semua
proses kehidupan dan juga aspek tersebut menjadikan timbulnya seuatu
namaan atau julukan baru bahwasanya anak-anak adalah prodak secara
langsung dan tidak langsung dari kedua orangtuanya. Anak dinilai
sebagai prodak langsung orang tua itu dilihat dari proses
kelahirannya yang berhubungan secara fisik mereka dan juga setiap
nasehat serta arahan yang diberikan menjadi sebuah nilai semakin
bertambah waktu akan tertanam dalam sanubari setiap anak manusia.
Mungkin juga hal tersebut berpengaruh dan terjadi karena gizi.
Katakanlah pada masa balita individu itu digarap betul oleh orang
tuanya yang tahu betul bagaimana mempersiapkan individu anak menjadi
sehat dan kreatif. Ia dididik untuk peka, berperilaku baik, sering
dinasehati, dibelajari hidup brayan dengan tetangga dan masyarakat
dengan uswah Bapak Ibunya.5
Religiusitas, personalitas, komunitas adalah suatu
sifat tersendiri dalam self setiap manusia, yang pada nantinya
mengantarkan diri mereka untuk selalu berbuat dan berkata sesuai
dengan beberapa sifat yang melekat pada dirimereka sendiri.
Religiusitas yang berarti keagamaan atau berfikir secara agamis dan
sifatnya juga, itu biasanya mengarah pada hal-hal yang positif karena
ketika orang berbicara religiusitas berarti manusia itu memiliki
pandangan baik buruk diri sesuai dengan ajaran ayng dianutnya juga
mengedepankan dengan tingkah laku dan perbuatan dalam berkehidupan.
Dengan tingkat kereligiusutan orang tua yang tinggi seharusnya
anak-anaknyapun memiliki kesamaan sifat yang sudah mendaging dalam
diri orang tuanya, paling tidak sikap dan perilakunya mencedrminkan
kereligiusitasan orangruanya, sehingga berasal dari segala aspek
pengembang pemikiran dan juga permasalahan yang ada maka karya ini
dtulis sebagai salah satu bahan dan pembuktian dari argumen yang
selama ini telah remai dibicarakan oleh banyak manusia di bumi ini,
yakni akan adanya pengaruh dari tingkat kreligiusiatan orangtua
terhadap perilaku anak.
Dari beberapa uaraian tersebut dapat disimpulkan
bahwasanya orangtua sebagai stimulus tapi tidak menekan anak maka
tingkat kereligiusitasnya akan sangat berpengaruh pada perilaku anak
yang selama ini dilalui bersama orang tuanya. Kereligiusitas yang
melekat pada diri orangtua bukan sebagai profokator ataupun pemicu
yang mengharuskan sang anak mengikuti apa yang diperinyahkan
orangtua, melainkan sebagai sarana kewibawaan dan landasan dalam
beruswah bagi anak-anaknya.
1
Biografi mbah Kyai Hasim Asy’ariy
2
Pemikiran pendidikan islam,Prof.Dr.H.Mahmud,M.Si, hal.125
3
ibid
4
Psikologi Pendidikan, Dr, H. Mahmud, M.Si., hal 365
5
Indonesia Bagian Dari Desa Saya, Emha Ainun Najib
Tidak ada komentar:
Posting Komentar