- Biografi C.A Van Perseun
Cornelis Anthonie van peursen dilahirkan pada 8 Juli 1920 di Negeri
Belanda. Ia belajar hukum dan filsafat di Universitas Negeri Leiden.
Pada tahun 1948 ia meraih gelar doktor filsafat. Tahun 1948-1950 ia
menjabat sebagai wakil ketua hubungan internasional pada Kementrian
Pendidikan Belanda. Tahun 1950-1953 ia menjabat Lektor Filsafat pada
Universitas Negeri Utrecht, 1953-1960 ia menjadi Guru besar Filsafat
pada Universitas Negeri Gorningen dan sejak tahun 1960 pada
Universitas Negeri Leiden. Selain itu, sejak tahun 1963 Guru Besar
luar Epistemologi pada Vrije Universiteit di Amsterdam, serta member
kuliah tamu di Oxford, Munchen, Wina, Roma, Johanes berg, Nem Delhi,
Tokyo, Pricenton, dan California. Beberapa kali melakukan penataran
untuk dosen filsafat seluruh Indonesia pada Universitas Gajah Mada di
Yogyakarta. Diantara buku-bukunya yang dierjemahkan dalam bahasa
Prancis, Jerman, Spanyol, Inggris, Jepang dan yang diterbitan dalam
bahasa Indonesia : Badan-Jiwa-Roh,Tuhan dan Strategi
Kebudayaan
- Pengertian Pendekatan Ilmiah non Positivistik
Pendekatan ilmiah
nonpositivistik merupakan suatu teori yang mana dalam prakteknya itu
selalu mengguanakan hal yang berkaitan dengan rasio dan bukan dengan
indera dan bersifat spekulaif. Non positivistik ini dalam perananya
selalu melakukan perbandingan segala yang dialami itu harus
benar-benar dapat diterima oleh akal manusia dan bukan oleh panca
indera yang dimilikinya. Pendekatan ini dalam proses pencarian
kebenaran adalah dengan melakukan suatu eksperimen-eksperimen dan
bukan dengan empirisme atau pengalaman.
Hal yang
terpenting dalam pendekatan ini adalah penggunaan penalaran yang
rasional dan penelitian yang apriori atau sebagai suatu ilmu yang
ketika sudah ada kebenaran dan kepastian yang dimilikinya itu
membutuhkan suatu observasi tang ditangkap oleh rasionalnya untuk
memperkuat dari pengetahuan ilmu tersebut. Pendekatan ilmiah ini
merupakan pendapat yang digunakan dalam memperoleh suatu ilmu
pengetahuan ini senantiasa berpacu pada akal dan rasionya, yakni
tidak melalui pengalaman-pengalaman yang dilalui oleh panca indra
manusia. Karena dengan demikian suatu ilmu pengetahuan dapat memiliki
kebenaran yang mutlak lewat hal yang sesuai dengan rasio manusia.
- Pemikiran dan Pendapat C.A Van Perseun
- Strategi Ilmu
- Heuristik dan Etika
Dalam perkembangan
ilmu, etika sangatlah berperan pada semua diskusi mengenai ilmu.
Kemungkinan mengerikan ilmu jadi semakin mngesankan sering juga makin
mengerikan, semua itu akandapat dinilai tergantung pada proses yang
nantinya mengandung Etika didalamnya yangberpean sebagai alat. Imu
lewat penerapan politik memuncak pada masalah etis, kendati etika
tidak termasuk kawasan ilmu sendiri yang relatif otonom.
Heuristik merupakan suatu jalan ataupun cara yang digunakan untuk
menemukan cara dalam menyelesaikan masalah. Heuristik ini sebagai
pendahulu dari ilmu. Ilmu sendiri antinya memerikan, menerangkan,
membuktikan, dan ini tida mencakup secara tersurat jalan yag dilalui
menuju suatu ilmu. Heuristik ini menarik suatu perhatian yang palig
histors,penting juga untuk sosiologi ilmu naun belum relevan secara
metodologis. Di luar ilmu, juga pada medan heuristik ini terdpat
sifat rasionalitas. kan tetapi rasionalitas itu masih melekat pada
skill dan terletak dapa ketrampila manusia.
Rasional pengetahuan dan keahlian pra ilmiah memiliki fungsi
heuristik dalam dunia kehidupan, yaitu menemukan suatu
penyelesaianpraktis dan penuh arti untuk masalah-masalah hidup dn
persoalan praktis dalam hidup sehari-hari. Kegiatan ini mengandaikan
bahwa orang menanggapi dunia ini serta kenyataan yang mendesak .
seperti mitos, adat sosial, upacara-upacara, dll. Heuristik
prtama-tama merupakan upaya menemukan penyelesaian dalam lingkup
praktek kehidupan sehari-hari, namun mungkin didalamnya terdapat
bibit ilmu yang lewat penerapan dapat menangani dunia harian dan
dengan demikian menjadi alasan bagi timbulnya utusan etis.
Heuristik Ilmu Etika
Dalam
dunia sehari-hari etika biasanya terdiri atas susunan kaidah-kaidah,
dan banyak putusan evaluatif dalam kawasan dunia teratur tertampung
dalam kaidah etis itu.
Strategi ini merupakan keseluruha kaidah untuk mencapai suatu
tujuan. Sedangkan dalam bentuk yang lebih modern dan lebih luwes,
merupakan prosedur kebijakan daripada suatu sistem lebih merpakan
kata kerja daripada kata benda.1
Menjelaskan kenyataan secara ilmia berlangsung dalam ruang lingkup
yang lebih luas dari pada strategi sebuah ilmu. Seluruh strategi ilmu
merupakan kerangka acuan, ruang rengrengan pembenaran atau keterangan
baru berlaku. Suatu sistem ilmiah tertentu menurut bangunanya yang
metodoligis merupakan endapan strategi ilmu. Prosedur yang ada,
memastikan fakta, menjalin hubungan, pembuktian, dan penjelasan,
merupakan context of justification, cara strategi dsuratkan.
Sistem ilmu mutlak perlu demi pemberitahuan, namun dapat diwujudkan
dengan memakai bentuk yang berbeda-beda untuk mencapai tujuan yang
sama. Sifat khas ilmu meuntut sebanyak mungkin keterbuktian umum
lewat metode menyatakan dan metode menjabarkan. Menuliskan merupakan
unsur mendasar untuk strategi suatu ilmu, karena hanya dengan
demikian, guyuban bertutur universe of discoursdapat
terwujud.
Untuk mengenal strategi suatu ilmu, kaidah yang mendalangi
tiap-tiap langkah, perlu mengerti bagaimana strategi itu terjadi,
jadi mengerti heuristik. Yang dimaksud heuristik adalah bukan medan
ilham genial, penemuan kebetulan, dan ide-ide yang berarti. Heurist
adalah pengertian akan wilayah lebih luas daripada hanya sistem
metodis ketat, pegertian akan jalanyang menuju kesahihan sistem.
Heuristik hanyalah syarat arti dalam arti luas perilaku rasional yang
mengandung dorongan ke sifat umum (universalitas) sebuah sistem.
Justu bentuk yang belum tertutup secar logis seperti diperlihatkan
oleh rengrengan heuristis memungkinkan orang memahami bahwa
dapatmuncul berbagai sistem kesahihan ilmiah yang
kadang-kadangberdampingan sebagai alternatif. Apabila heuristik
dengan relevansi metodologisnya tidak diakui maka tidak kemungkinan
untuk mengerti strategi luwes suatu ilmu. Maka, secara dogmatis
diakui suatu sistem pembenaran atau secara relativistis berhenti pada
pernyataan bahwa terdapat sejumlah sisitem. Agar lebih jelasnya
berikut adalah kaidah yang telah disebut ada awal pembahasa;
Kaidah pertama,
Setiap strategi ilmu yang masih giat pada pratahap heuristis
kemungkinan akan memperbaiki srategi yang sedang timbul.
Kaidah Kedua,
Menggapai kembali dari sistem ilmiah kepada praaggapan-praanggapan.
Kaidah Ketiga, Akibat
dari yang baru dikatakan.
Kaidah Keempat,
Proses terjadinya dan pembaruan suatu ilmu dimajukan oleh pengertian
akan masalah etis.
Kaidah Kelima, Perlu
dibicarakan secara khusus karena merupakan titik temu keempat kaidah
yang lain.
Etika yang dengan demikian mempengaruhi pengembanga ilmu, lewat
kaidah heuristis berperan dalam straegi ilmu. Hal ini berarti bahwa
dalam ilmu timbul metode (kaidah) dan fakta (kebenaran) baru
(inventivitas). Heuristik tugasnya semacam jembatan karena
menunjukkan hubungan mutlak antara ilmu dengan pengertian dan sikap
luar ilmu serta memperlihatkan keterlibatan ilmu baik pada kiblat
insani maupun pada kenyataan. Heuristik mununjukkan jalan menuju
terjadinya, genesis, sistem ilmiah yang metodis dibatasi.2
- Strategi Kebudayaan
a. Perkembangan
Kebudayaan dan Strateginya
Pada awalnya kebudayaan diartikan sebagai segala manifestasi
kehidupan manusia yang berbudi luhur dan bersifat rohani seperti
agama, filsafat, kesenian, ilmu pengetahuan, tata Negara dsb. Ciri
khas bagi pendapat serupa adalah perbedaan yang dibuat oleh bangsa
berbudaya yang beradab tinggi dan bangsa alam yang lebih primitif.
Pendapat-pendapat tersebut kemudian disingkirkan dan dewasa ini
kebudayaan diartikan sebagai manifestasi kehidupan setiap orang dan
setiap kelompok orang; berbeda dengan hewan, manusia dalam
kehidupannya itu tidak hanya diam saja di tengah-tengah alam
melainkan mereka selalu melakukan perubahan-perubahan yang mengarah
pada peradabannya. Kebudayaan meliputi segala bentuk perbuatan
manusia, seperti cara manusia menghayati kematian dan membuat
upacara-upacara untuk menyambut peristiwa dan untuk menyambut
peristiws itu, begitu juga mengenai kelahiran, seksualitas, sopan
santun makan, cara membuat sesuatu, serta kesenian dan ilmu
pengetahuan agama. Dulu kata kebudayaan diartikan sebagai kata benda
dan sekarang sudah berubah diartikan menjadi kata kerja.
Jadi, konsep kebudayaan diperluas dan didinamisir. Irama hidup kita
yang makin cepat tentu saja mempengaruhi perubahan tersebut. Dulu
kebudayaan ini dianggap hanya suatu hal yang bersangkutan pada
kelompok kecil saja dan bagi kelompok besar manusia itu dikenal
sebagai takdir, namun sekarang setiap orang mencoba mencampuri atau
menangani kekuatan yang turut dalam terbentuknya suatu kebudayaan.
Jalannya adalah dengan memikirkan sungguh-sungguh bagaimana masalah
kebudayaan ditangani, dikelola, dan diperalat. Bagan yang telah
disampaikan tadi mengandung benih-benih perkembangan kebudayaan serta
dapat diartikan bahwa kebudayaan janganlah dipandang dengan sebelah
titik tamat atau keadaan yang telah tercapai, melainkan terutama
sebagai sebuah penunuk jalan, sebuah tugas. Kebudayaan itu
diibaratkan sebuah cerita yang masih ada keberlanjutannya. Maka dari
itu kebudayaan dewasa ini haruslah dilukiskan sebagai suatu tahap,
suatu tujuan dalam cerita tentang sejarah perkembangan. Perkembangan
kebudayaan haruslah dievaluasi, maksudnya bahwa manusia selalu
mempersoalkan berlaku tidaknya paspor kebudayaan. Ia lalu menjadi
sadar bahwa sering kali ada seduatu yang tidak beres dan dengan
demikian mungkin dengan jatuh dan bangun kembali ia daoat mengalami
suatu kemajuan. Satu abad yang lalu Immanuel Kant menuliskan
menuliskan bahwa ciri khas kebudayaan terdapat dalam kemampuan
manusia untuk mengajarkan dirinya sendiri.3
Kebudayaan sebagai ketegangan imanensi dan transendensi dapat
dipandang sebagai ciri khas dari kehidupan manusia seluruhnya. Hidup
manusia berada pada tengah proses kehidupan (imanensi), tetapi selalu
juga muncul arus raya untuk menilai alamnya sendiri dan mengubahnya
(transendensi). Kebudayaan pada masa sekarang dipengaruhi oleh suatu
perkembangan yang pesat dan manusia modern sadar akan hal itu. Lebih
dari dulu manusia sadar akan kebudayaannya. Kesadaran itulah yang
menjadikan manusia kritis menilai kebudayaan yang sedang berlangsung.
Evaluasi serupa ini dapat menghasilkan secara praktis penyusunan
kembali kebudayaan sendiri. Faktor lain meng mempengaruhi
perkembangan itu menurut Kluckhohn adalah dunia yang secara
antropologis peka atau kesadaran manusia akan unsur-unsur persamaan
akan eksistensi kita sebagai manusia. Ketiga tahapan perkembangan
kebudayaan adalah tahap mistis, ontologis, dan tahap mistis. Tahap
mistis adalah sikap manusia yang merasakan dirinya terkepung oleh
kekuatan ghaib sekitarnya. Tahap ontologis adalah sikap manusia yang
tidak hidup lagi dalam kepuangan kekuasaan mistis dan bebas meneliti
segala hal yang ihwal. Tahap fungsional adalah sikap dan alam fikir
manusia yang makin nampak pada manusia modern. Setiap tahap dalam
strategi kebudayaan tidaklah selamanya selalu mengarahkan pada hal
yang positif, melainkan adakalanya menuju pada hal yang negatif.
Setiap tahap tidaklah lebih tinggi dari pada tahap sebelumnya,
melainkan hanya berlainan sifatnya. Secara singkat segi negatif itu
dapat diringkas sebagai berikut: dalam tahap mistis terlihat praktek
magi yakni usaha menguasai orang lain /proses alam dengan ilmu sihir.
Pada tahap ontologis substantialisme menunjukan kenegatifannya
usaha menjadikan manusia dan nilai-nilai menjadi semacam
benda/substansi yang terpecah. Akhirnya pada tahap fungsional
terdapat sisi negatif operasionalisme yakni diri kita
memperlakukan diri kita sendiri sebagai buah-buah catur dan
nomor-nomor dalam berkas kartu arsip.
Setiap kemajuan berdampingan dengan pergulatan batin dalam setiap
kebudayaan, semuanya selalu berlawanan dengan sikap positif seperti
membuka diri bagi orang lain, belajar mengadakan evaluasi atas
ssegala yang dihadapi dan mencari jawaban baru bagi
pertanyaan-pertanyaan lama. Pertandingan yang kita saksikan disini
sebenarnya adalah apa yang tadi disebut transendensi (membuka diri
bagi segala sesuatu yang mengatasi kita) dan imanensi (menutup diri,
tidak terbuka lagi). Akhirnya maksud dari penulisan ini adalah
memperlihatkan sedikit dari kemungkinan-kemungkinan yang terbuka
bagi strategi kebudayaan ini. Maka dari itu pelukisan tahap mistis
dan ontologis ini difungsikan hanya sebagai latar belakang agar
gambaran mengenai keadaan sekarang semakin jelas/ ketiga tahapan itu
haruslah diadikan sebagai flash back. 4
Penutup
Alhamdulillahirobbil `alamin
akhirnya penulisan makalah ini dapat terselesaikan tepat pada
waktunya. Seiring dengan proses penulisan makalah ini kami
mengucapkan terima kasih pada Bapak dosen mata kuliah filsafat ilmu
yang senantiasa membimbing dan mengarahkan kami dalam penulisan ini
sehingga kami dapat menyusun seperti apa yang sudah kami dapatkan.
Kami juga mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang ikut serta
dalam penulisan ini.
Kami menyadari dalam penulisan ini
masih banyak kesalahan dan kekurangan, oleh karenanya kami mohon maaf
atas segala kekhilafan dan saran serta kritik yang sifatnya membangun
selalu kami harapkan terutama untuk kebaikan pada penulisan karya
ilmiah selanjutnya.
Demikian penulisan makalah kami semoga
dapat digunakan sebagaimana mestinya dan dapat bermanfaat baki kami
sendiri dan semua pembacanya. Terima Kasih
Kesimpulan
Nama asli dari C.A
Van Peursen adalah Cornelis Anthonie van peursen, ia dilahirkan pada
8 Juli 1920 di Negeri Belanda. Ia meraih gelar doktor nya pada tahun
1948 dan dalam hidupnya ia senantiasa menjadi sosok yang berpengaruh
dalam perkembangan pendidikan terutama pada teori yang di
keluarkannya. Pendekatan ilmiah non positivistik adalah merupakan
teori yang dalam prakteknya selalu hal yang berkaitan dengan rasio
manusia, membandingkan segala yang dialami dan bukan dengan indera,
pendekatan ini juga memiliki sifat yang spekulatif.
Pemmikiran C.A Van
Peursen yang pertama adalah strategi ilmu merypakan suatu cara yang
digunakan dalam memperoleh suatu illmu atau bagaiman proses ilmu itu
bisa terbentuk dan ada melalui Heuristik dan Etika. Strategi
kebudayaan merupakan pemikiran nya adalah suatu cara atau proses
bagaimana proses dari kebudayaan itu terbentuk melalui beberapa
konsep yakni tahap mistis, ontologis, dan fungsional.
Kebudayaan
merupakan ketegangan imanensi dan transendensi atau manusia itu hidup
dalam lingkungan hiduo yang mengalami perubahan dan manusia itu akan
menilai dengan lingkungan yang ada serta melakukan
perubahan-perubahan untuk mencapai kemajuan dan peradaban.
Daftar Pustaka
Peursen, C.A Van, Strategi
Kebudayaan,
Peursen, C.A Van, Susunan Ilmu
Pengetahuan Sebuah Pengantar Filsafat Ilmu
Peursen, C.A Van, Hakikat Ilmu
Pengetahuan,
1
C.A Van Perseun, Susunan Ilmu Pengetahuan Sebuah Pengantar
Filsafat Ilmu, Hal;96-100
2
C.A Van Perseun, Susunan Ilmu Pengetahuan Sebuah Pengantar
Filsafat Ilmu, Hal;101-111
3
C.A Van Perseun, Susunan Ilmu Pengetahuan Sebuah Pengantar
Filsafat Ilmu, Hal;9-15
4
C.A Van Perseun, Susunan Ilmu Pengetahuan Sebuah Pengantar
Filsafat Ilmu, Hal;16-24
Tidak ada komentar:
Posting Komentar