Senin, 26 September 2016

perbedaangender

PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
            Isu tentang gender telah menjadi bahasan analisis sosial, menjadi pokok bahasan dalam wacana perdebatan mengenai perubahan sosial dan juga menjadi topik utama dalam perbincangan mengenai pembangunan dan perubahan sosial. Bahkan, beberapa waktu terakhir ini, berbagai tulisan, baik di media massa maupun buku-buku, seminar, diskusi dan sebagainya banyak membahas tentang protes dan gugatan yang terkait dengan ketidakadilan dan diskriminasi terhadap kaum perempuan. Ketidakadilan dan diskriminasi itu terjadi hampir di semua bidang, mulai dari tingkat internasional, negara, keagamaan, sosial, budaya, ekonomi, bahkan sampai tingkatan rumah tangga.
            Gender dipersoalkan karena secara sosial telah melahirkan perbedaan peran, tanggung jawab, hak dan fungsi serta ruang aktivitas laki-laki dan perempuan dalam masyarakat. Perbedaan tersebut akhirnya membuat masyarakat cenderung diskriminatif dan pilih-pilih perlakuan akan akses, partisipasi, serta kontrol dalam hasil pembangunan laki-laki dan perempuan. 
            Dari penyiapan pakaian pun kita sudah dibedakan sejak kita masih bayi. Juga dalam hal mainan, anak laki-laki misalnya: dia akan diberi mainan mobil-mobilan, kapal-kapalan, pistol-pistolan, bola dan lain sebagainya. Dan anak perempuan diberi mainan boneka, alat memasak, dan sebagainya. Ketika menginjak usia remaja perlakuan diskriminatif lebih ditekankan pada penampilan fisik, aksesoris, dan aktivitas. Dalam pilihan warna dan motif baju juga ada semacam diskriminasi. Warna pink dan motif bunga-bunga misalnya hanya “halal” dipakai oleh remaja putri. Aspek behavioral lebih banyak menjadi sorotan diskriminasi. Seorang laki-laki lazimnya harus mahir dalam olah raga, keterampilan teknik, elektronika, dan sebagainya. Sebaliknya perempuan harus bisa memasak, menjahit, dan mengetik misalnya. Bahkan dalam olahraga pun tampak hal-hal yang mengalami diskriminasi tersendiri.

Rumusan masalah:
  1. Apa pengertian dan perbedaan antara gender dan sex?
  2. Apa saja faktor penyebab ketidaksetaraan gender?
  3. Apa saja manifestasi ketidaksetaraan gender?
  4. Isu isu gender dalam beberapa bidang (hukum adat, perundangan, pendidikan, pekerjaan)
  5. Bagaimana caranya untuk menuju keadilan dan kesetaraan gender?

Tujuan:
  1. Memahami definisi gender, jenis kelamin ( sex ), perbedaan gender dan sex.
  2. Memahami ketidakadilan dan ketidaksetaraan gender, bentuk ketidakadilan dan kesenjangan gender dan manifestasinya.
  3. Mengenali, mengidentifikasi dan mengaitkan bentuk-bentuk ketidakadilan gender dalam relasi laki-laki dan perempuan.

PEMBAHASAN

  1. Pengertian dan Perbedaan Gender dan Sex
Istilah gender menurut Oakley (1972) adalah perbedaan kebiasaan atau tingkah laku antara perempuan dan laki-laki yang dikonstruksikan secara sosial, yang dibuat oleh laki-laki dan perempuan itu sendiri, hal tersebut merupakan bagian dari kebudayaan.1
Dalam konsep gender ini perbedaan laki-laki dan perempuan itu didasarkan pada budaya yang berdasarkan pada nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku di masyarakat, sehingga antara sekelompok masyarakat yang satu dengan yang lainnya itu bisa berbeda. Contoh : Masyarakat daerah Minang dikenal dengan budaya matrilineal, sehingga dalam hal perkawinan kebiasaan yang meminang adalah pihak dari mempelai perempuan, demikian juga tanggung jawab ekonomi keluarga dan pewarisan harta keluarga menggunakan garis ibu. Sementara pada kelompok masyarakat lain pada umumnya mempunyai budaya patrilineal sehingga terjadi kebiasaan sebaliknya yaitu pihak laki-laki (garis ayah) lebih menentukan.2
Perbedaan dalam hal pembagian peran dalam mayarakat tertentu juga terjadi. Misalnya dalam masyarakat Jawa tidak pernah menjumpai perempuan bekerja sebagai buruh bangunan, namun pada masyarakat Bali sudah sering di jumpai permpuan bekerja pada bidang ini. Demikian juga pada pertanian di Jawa pada umumnya mencangkul lahan dilakukan oleh laki-laki, namun pada masyarakat tetangga di lereng Gunung Bromo (Jawa Timur) pekerjaan mencangkul justru lebih banyak dilakukan oleh perempuan. Jadi dalam gender tersebut terdapat perbedaan antara sekelompok masyarakat yang satu dengan yang lainnya, dan sangat mungkin terjadi perubahan bila nilai-nilai dan norma yang di anut masyarakat berkembang atau berubah.3
Sex secara etimologi adalah jenis kelamin. Sedangkan menurut istilah sex adalah berkenaan dengan perbedaan secara biologis dan fisiologis antara pria dan wanita yang dilihat secara anatomis dan reproduksi.4 Dalam hal ini sex dapat dikatakan bahwasannya sudah merupakan kudrat dari Tuhan, sehingga tidah dapat dipertukarkan dengan apapun. Misalnya dalam hal reproduksi, perempuan memiliki organ reproduksi berupa ovum, sel telur,vagina dan payudara. Laki-laki memiliki organ reproduksi berupa testis, sperma dan penis.5
Istilah sex mengacu pada perbedaan biologis, sedangkan istilah gender mengacu pada konstruksi sosial tentang peran, tugas dan kedudukan perempuan dan laki-laki. Jadi sex itu bersifat mutlak tidak dapat dirubah sedangan gender itu bisa berubah asalkan sesuai dengan nilai-nilai dan norma budaya di suatu masyarakat tersebut.
Perbedaan antara gender dan sex sebagai berikut :6

No
Karakteristik
Sex
Gender
1.
Sumber pembeda
Tuhan
Manusia (masyarakat)
2.
Unsur
Biologis (alat reproduksi)
Kebudayaan (tingkah laku)
3.
Sifat
Kodrat tertentu, tidak dapat dipertukarkan
Harkat, martabat,dapat dipertukarkan
4.
Dampak
Terciptanya nilai-nilai kesempurnaan, kenikmatan, kedamaian dll, sehingga menguntungkan kedua belah pihak.
Terciptanya norma tentang “pantas” atau “tidak pantas”. Laki-laki sering dianggap tidak pantas melakukan pekerjaan rumah tangga, perempuan tidak pantas jadi pemimpin dll, sehingga mengalahkan salah satu pihak, terutama pihak perempuan.
5.
Keberlakuan
Sepanjang masa, dimana saja, tidak mengenal pembedaan kelas
Dapat berubah, musiman dan berbeda antara kelas

  1. Faktor-faktor penyebab ketidaksetaraan gender
Ketidaksetaraan gender antara lain disebabkan oleh mitos yang berlangsung turun temurun di masyarakat. Mitos tersebut pada masyarakat Jawa misalnya adalah perempuan itu mempunyai fungsi 3M: Masak,Macak,Manak (memasak, berhias, hamil dan melahirkan). Dari 3M tersebut Manak (hamil dan melahirkan) harus dipertahankan karena itu merupakan kodrat dari Allah. Sedangkan yang 2M lainnya itu seharusnya merupakan peran yang dapat dipertukarkan antara laki-laki dan perempuan.7 Disini terlihat bahwasannya kedudukan laki-laki lebih tinggi dari pada perempuan, laki-laki lebih dihormat dan disegani. Misalnya laki-laki selalu dianggap bertindak berdasarkan rasional sedangkan kaum perempuan selalu mendahulukan perasaan. Kebanyakan mitos-mitos yang muncul di masyarakat akan menguntungkan kaum laki-laki dan mendiskreditkan kaum perempuan.8
Faktor lain yang membentuk ketidaksetaraan gender adalah sistem kapitalis yang berlaku, yaitu siapa yang mempunyai modal besar itulah yang menang. Laki-laki secara fisik lebih kuat dari pada perempuan sehingga akan mempunyai peran dan fungsi yang lebih besar dalam berbagai aspek kehidupan. Misalnya saja caleg laki-laki dan perempuan, meskipun perempuan sudah diberi kuota 30% sejak pemilu tahun 2004, namun dalam persaingan kalah dengan laki-laki yang mempunyai uang jauh lebih banyak, karena selama ini laki-laki sudah berada di peran publik dan berkesempatan memproleh banyak uang. Sedangkan permpuan baru sebagai pemula yang tadinya hanya sekedar menjadi ibu rumah tangga. Sudah menjadi rahasia umum bahwa pemilih sering dapat “dibeli” dengan sedikit uang dalam amplop, tentu “pembeli” suara adalah Caleg dengan kapital besar.9
Usaha yang harus dilakukan untuk mencapai kesetaraan gender nampaknya bukan hanya bersifat individual, namun harus secara bersama dan bersifat institusional, utamanya dari pihak-pihak yang memiliki wewenang kekuasaan dan memegang peran dalam proses pembentukan gender. Negara atau pemerintah mempunyai peran penting dan andil dalam keseimbangan gender.10
  1. Ketidakadilan dan ketidaksetaraan gender
Perbedaan gender telah melahirkan sikap untuk berlaku tidak adil, mendominasi bahkan menganggap pihak lain sebagai musuh, ketidakadilan yang bermula dari ketidakadilan gender ini merupakan kondisi tidak adil akibat sistem dan struktur sosial di mana baik laki-laki maupun perempuan yang menjadi korban dari sistem tersebut. Berbagai pembedaan peran dan kedudukan antara laki-laki dan perempuan baik secara langsung ( perlakuan dan sikap ) maupun tidak langsung ( dampak peraturan dan kebijakan ). Telah menimbulkan berbagai ketidakadilan yang kemudian mengakar dalam sejarah peradaban, adat, norma, nilai dan struktur yang ada di masyarakat. 11
Ketidakadilan gender terjadi karena adanya keyakinan atau diperkuat dengan unsur pembenaran yang ditanamkan sepanjang peradaban manusia dalam berbagai bentuk. Ketidakadilan gender lebih banyak menimpa perempuan, tetapi hal demikian tidak menutup kemungkinan bahwasannya laki-laki pun mengalami ketidakadilan. Atau, laki-laki menerima dampak ketidakadilan gender yang menimpa perempuan. 12
Ketidaksetaraan gender adalah suatu kondisi dan status yang tidak setara antara perempuan dan laki-laki untuk memperoleh kesempatan serta menikmati hak-haknya sebagai manusia, sehingga salah satu atau keduanya tidak dapat berperan aktif dalam pembangunan. Ada penilaian dan pengahargaan yang tidak setara oleh masyarakat dalam hubungan kerjasama antara laki-laki dan perempuan.13
Bentuk-bentuk ketidakadilan gender
Terdapat banyak bentuk ketidakadilan gender yang terdapat dimasyarakat, beragam bentuk ketidakadilan itu lebih banyak menimpa perempuan dibandingkan dengan laki-laki.
  1. Marjinalisasi (peminggiran/pemiskinan) perempuan
Hal ini banyak terjadi di masyarakat. Namun pemiskinan perempuan maupun laki-laki yang di sebabkan karena perbedaan jenis kelaminnya. Contoh yang paling kasat mata terjadi dalam dunia industri dan politik. Dalam industri kebanyakan tenaga kerja wanita itu tersingkirkan. Karena teknologi tersebut tidak menghendaki kehadirannya. Akhirnya para pekerja perempuan tersingkir dan masuk kesektor-sektor yang tidak berteknologi, karena hanya mengandalkan ketelitian,kecekatan dan fisik, bukan kadar intelektual. Kesejahteraan perempuan kian menurun karena ia diupah rendah. Olah karenanya tidak mengherankan bila data statistik indonesia mengungkapkan kemiskinan dialami 70% oleh perempuan. Fakta ini banyak kita dapat di industri-industri berskala besar , seperti industri rokok. Disini terdapat banyak perempuan yang hanya bekerja sebagai buruh pelinting rokok.14
  1. Sub ordinasi
Sub ordinasi adalah keyakinan bahwa salah satu jenis kelamin dianggap lebih penting, lebih su perior lebih intelektual,sedangkan jenis kelamin lainnya dianggap tidak penting, hanya komplemen (pelengkap), inferior, dan lebih emosional. Di wilayah domestik (rumah tangga) perempuan hanya di tempatkan sebagai pendamping suami. Fenomena ini jelas terlihat dan berakar kuat dalam tradisi, nilai, norma masyarakat, sehingga tidak heran lagi bila kemudian muncul kultur jawa bahwasannya wanita ateges kanca wingking (perempuan merupakan teman di belakang). Karena wanita artinya wani ditata (wanita artinya mau diatur).15
Oleh karena posisinya tersebut perempuan menjadi tidak penting untuk diajak secara bersama-sama terlibat dalam berbagai aspek pembangunan. Alasannya karena perempuan itu kurang dalam intelektualnya, dan lebih banyak kadar emosionalnya. Karena alasan tersebut perempuan dijauhkan dari struktur kepemimpinannya.16
  1. Pelabelan (Steriotipe)
Pelabelan (Steriotipe) merupakan sebutan yang dilekatkan pada perempuan yang memberikan citra negatif. Misalnya “perempuan itu sebagai penggoda, menimbulkan maksiat”. Pelabelan ini sangat merugikan kaum perempuan karena telah terjadi penyudutan dan prasangka eksistensi perempuan. Dampaknya, karena label tersebut perempuan perlu dicurigai keberadaannya, karena dimanapun tempat ia akan menimbulkan maksiat. Dampak dari label tersebut telah menggiring perempuan untuk tidak keluar malam agar tidak terjadi yang namanya pemerkosaan. Padahal pemerkosaan itu terjadi lantaran kaum laki-laki tidak bisa mengontrol atau menjaga nafsunya tersebut. Akan tetapi dalam hal ini lagi-lagi yang di salahkan adalah pihak perempuan, karena pihak perempuan sudah dilabel sebagai penggoda.17

  1. Kekerasan (Violence)
Berbagai kekerasan meluap di masyarakat, dan sebagian besar korbannya adalah perempuan. Kekerasan ini banyak terjadi dalam permasalahan rumah tangga yang biasanya disebut KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga). Dalam hal ini kekerasan tidak hanya dilakukan dalam tindakan kekerasan seperti memukul, bahkan menghina, mencacimaki itu juga termasuk dalam kategori tindakan kekerasan.18 Beberapa perilaku yang dapat dikategorikan dalam kekerasan gender diantaranya adalah sebagai berikut :
  • Pertama, bentuk pemerkosaan terhadap perempuan, termasuk juga dalam perkawinan. Perkosaan terjadi jika seseorang melakukan paksaan untuk mendapatkan pelayanan seksual tanpa kerelaan yang bersangkutan.
  • Kedua, tindakan pemukulan dan serangan fisik yang terjadi di rumah tangga (domestic violence), termasuk tindak kekerasan dalam bentuk penyiksaan terhadap anak-anak (child abuse).
  • Ketiga, bentuk penyiksaan yang mengarah pada organ alat kelamin (genital mutilation)
  • Keempat, kekerasan dalam bentuk pelacuran (prostitution). Pelacuran merupakan bentuk kekerasan terhadap perempuan yang diselenggarakan oleh suatu mekanisme ekonomi yang merugikan kaum perempuan.
  • Keenam, kekerasan dalam bentuk sterilisasi dalam KB (enforced sterilization). KB di banyak tempat ternyata telah menjadi sumber kekerasan terhadap perempuan.
  • Ketujuh, kekerasan terselubung (molestation), yakni memegang atau menyentuh bagian tertentu dari tubuh perempuan dengan berbagai cara dan kesempatan tanpa kerelaan si pemilik tubuh. Jenis kekerasan ini sering terjadi di tempat umum, terutama didalam bus.
  • Kedelapan, pelecehan seksual (sexual and emotional harrasment). Bentuk pelecehan seksual diantaranya adalah : menyampaikan lelucon kotor/jorok secara vulgar kepada seseorang dengan cara dirasakan dengan sangat ofensif; menyakiti atau membuat malu seseorang dengan omongan kotor; menginterogasi seseorang tentang kehidupan seksual pibadinya dan lain-lain.19

Berbicara mengenai pendekatan gender kurang lengkap sebelum membicarakan pendekatan feminis. Sebab dapat dikatakan bahwa gender itu sendiri adalah bagian dari feminis, diantaranya yang terpenting ada 4 yakni :
Feminisme liberal
Feminisme liberal adalah teori yang beranggapan bahwa latar belakang dan ketidakmampuan kaum wanita bersaing dengan laki-laki adalah karena kelemahan kaum wanita sendiri, yaitu akibat kebodohan dan irrasional yang berpegang teguh pada nilai-nilai tradisional. Maka akar kebebasan ( freedom ) dan kesamaan berakar pada rasionalitas dan pemisahan antara hidup dan privat publik.


Feminisme Radikal
Yaitu teori yang berpendapat bahwa akar penindasan laki-laki terhadap perempuan adalah jenis kelamin itu sendiri ( biologi ) dan ideologi patriakirnya. Dengan ungkapan lain, penindasan terhadap wanita terjadi karena dominasi laki-laki terhadap perempuan dan adanya kepercayaan di masyarakat bahwa laki-laki memang lebih mampu dari pada perempuan
Feminisme Marxisme
Adalah aliran yang berpendapat bahwa penyebab penindasan adalah bagian dari penindasan kelas dalam hubungan produksi, dan penindasan merupakan kelanjutan sistem eksploitasi yang bersifat struktur. Karena itu, mereka berpendapat, patriarki atau kaum laki-laki bukan permasalahan seperti yang dipegang kelompok radikal, tetapi sistem kapitalis. Maka penyelesaiannya adalah harus bersifat struktural, yaitu dengan melakukan perubahan struktur kelas. Perubahan struktur kelas inilah yang mereka sebut sebagai proses revolusi. Perubahan struktural belum cukup karena perempuan masih dirugikan dengan tanggung jawab domestik. Jalan keluarnya adalah urusan rumah tangga ditranformasikan menjadi urusan sosial, dan urusan menjaga, mendidik dan membesarkan anak menjadi urusan publik. Dengan perspektif ini diyakini emansipasi perempuan terjadi hanya jika perempuan terlibat dalam produksi dan berhenti mengurus rumah tangga.
Feminisme Sosial
Menurut teori ini sumber ketidakadilan adalah karena penilaian dan anggapan terhadap perbedaan biologi laki-laki dan perempuan (kontruksi sosial). Maka yang diperangi feminisme sosial adalah kontruksi visi dan ideologi masyarakat serta struktur dan sistem yang dibangun atas bias gender.
Feminisme islam
Menurut teori ini islam memberikan kesejajaran antara laki-laki dan perempuan dalam melakukan karya ( amal). Karena sesungguhnya, Allah melihat derajat manusia dari segi ketaqwaannya kepada Allah SWT. Menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan yang telah ditentukannya. Kemudian menjadikan Al-Quran dan Hadist sebagai pedoman dalam menjalankan kehidupan. Bahkan dalam islam sangat menjunjung tinggi perempuan. Walaupun ada surat dalam Al-Quran yang menyebutkan bahwasanya laki-laki sebagai pemimpin bagi perempuan. Namun, apabila dilihat dari sisi ilmiah maksud dari ayat tersebut bahwa, kaum laki-laki sebagai pelindung kaum wanita karena kemulyaannya dalam agama islam. Bahkan Rasulullah mengatakan surga berada di bawah telapak kaki ibu. Apakah tidak benar-benar terlihat bagaimana islam benar-benar memuliakan wanita.20

Isu isu gender dalam berbagai bidang :
  • Isu gender dalam hukum adat (Hukum Keluarga, Hukum Perkawinan Dan Hukum Waris)
            Hukum adat sebagai hukumnya rakyat Indonesia dan tersebar di seluruh Indonesian dengan corak dan sifat yang beraneka ragam. Hukum adat sebagai hukumnya rakyat Indonesia terdiri dari kaidah-kaidah hukum yang sebagian besar tidak tertulis yang dibuat dan ditaati oleh masyarakat dimana hukum adat itu berlaku. Hukum adat terdiri dari berbagai lapangan hukum adat antara lain hukum adat pidana, tata negara, kekeluargaan, perdata, perkawinan dan waris. Hukum adat  dalam kaitan dengan isu gender adalah hukum kekeluargaan, perkawinan dan waris. Antara hukum keluarga, hukum perkawinan dan hukum perkawinan mempunyai hubungan yang sangat erat karena ketiga lapangan hukum tersebut merupakan bagian dari hukum adat pada umumnya dan antara yang satu dengan yang lainnya saling bertautan dan bahkan saling menentukan.
  • Isu gender dalam perundang-undangan
Perjuangan emansipasi perempuan Indonesia yang sudah dimulai jauh sebelum Indonesia merdeka yang dipelopori oleh R.A. Kartini, dan perjuangannya kemudian mendapat pengakuan setelah Indonesia merdeka. Pengakuan itu tersirat dalam Pasal 27 UUD’45 akan tetapi realisasi pengakuan itu belum sepenuhnya terlaksana dalam berbagai bidang kehidupan.21 Hal ini jelas dapat diketahui dari produk peraturan perundangan-undangan yang masih mengandung isu gender di dalamnya, dan oleh karenannya masih terdapat diskriminasi terhadap perempuan. Contoh Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, di mana seolah-olah undang-undang tersebut melindungi perempuan dengan mencantumkan asas monogami di satu sisi akan tetapi di sisi lain membolehkan bagi suami untuk berpoligami tanpa batas jumlah wanita yang boleh dikawin. Dalam membahas masalah diskriminasi terhadap perempuan maka yang dipakai sebagai dasar acuan adalah Ketentuan Pasal 1 U U No. 7 Tahun 1984, yang berbunyi sebagai berikut : Untuk tujuan konvensi yang sekarang ini, istilah “diskriminasi terhadap wanita” berarti setiap pembedaan, pengucilan atau pembatasan yang dibuat atas dasar jenis kelamin, yang mempunyai pengaruh atau tujuan untuk mengurangi atau menghapuskan pengakuan, penikmatan atau penggunaan hak-hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan pokok di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, sipil atau apapun lainnya oleh kaum wanita, terlepas dari status perkawinan mereka, atas dasar persamaan antara pria dan wanita. Mencermati ketentuan Pasal 1 tersebut diatas maka istilah diskriminasi terhadap perempuan atau wanita adalah setiap pembedaan, pengucilan atau pembatasan atas dasar jenis kelamin maka terdapat peraturan perundang-undangan yang bias jender seperti Undang-Undang Perpajakan, Undang-Undang Perkawinan, dan lain-lainnya.
  • Isu gender dalam pendidikan
Dalam berbagai masyarakat maupun dalam kalangan tertentu dalam masyarakat dapat kita jumpai nilai dan aturan agama ataupun adat kebiasaan yang tidak mendukung bahkan melarang keikutsertaan wanita dalam pendidikan formal. Ada nilai yang mengemukakan bahwa ” wanita tidak perlu sekolah tinggi-tinggi karena pada akhirnya akan ke dapur juga”. Ada yang mengatakan bahwa wanita harus menempuh pendidikan yang dianggap oleh orang tuanya sesuai dengan kodrat wanita dan ada yang berpandangan bahwa ”seorang gadis sebaiknya menikah pada usia muda agar tidak menjadi perawan tua”. Atas dasar nilai dan aturan demikian yang ada masyarakat yang mengizinkan wanita bersekolah tapi hanya sampai pada jenjang tertentu atau dalam jenis pendidikan tertentu saja. Ada pula masyarakat yang sama sekali tidak membenarkan anak gadisnya untuk bersekolah. Sebagai akibat ketidaksamaaan kesempatan demikian maka dalam banyak masyarakat dijumpai ketimpangan dalam angka partisipasi dalam pendidikan formal. Prestasi akademik maupun motivasi belajar sering bukan  merupakan penghambat partisipasi wanita, karena siswi yang berprestasi pun sering tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
  • Isu gender dalam pekerjaan
Apabila orang membahas pekerjaan yang dilakukan wanita maka yang dibayangkan mungkin hanyalah pekerjaan yang dijumpai di ranah publik: pekerjaan  di tempat kerja formal seperti pabrik dan kantor, pekerjaan dalam perekonomian formal. Pada umumnya orang melupakan bahwa di rumahpun wanita sering melakukan berbagai kegiatan yang menghasilkan dana. Ada yang menawarkan berbagai jenis jasa, ada yang melakukan perdagangan eceran, memproduksi hasil pertanian, kehutanan, perkebunan, peternakan maupun produk lain yang dipasarkan. Moore and Sinclair (1995) mendefinisikan dua macam segregasi jenis kelamin dalam angkatan kerja yaitu segregasi vertikal dan segregasi horizontal. Segregasi vertikal mengacu pada terkonsentrasinya pekerjaan wanita pada jenjang rendah pada organisasi, seperti misalnya jabatan pramuniaga, sales promotion girl, pramusaji, tenaga kebersihan pramugari, pengasuh anak, sekretaris, kasir, dan sebagainya. Sedangkan segregasi horizontal mengacu pada kenyataan bahwa pekerjaan wanita sering terkonsentrasi pada jenis pekerjaan yang berbeda dengan jenis pekerjaan laki-laki, memberi kesan seakan-akan jenis pekerjaan tertentu relatif tertutup bagi kaum wanita seperti misalnya di bidang ilmu pengetahuan alam dan technologi.
Keadilan dan Kesetaraan Gender
Keadilan dan Kesetaraan Gender adalah suatu kondisi yang adil dan setara dalam hubungan kerjasama antara perempuan dan laki-laki. Tolak ukuran yang perlu diperhatikan dalam KKG adalah terciptanya kesamaan kondisi dan status antara laki-laki dan perempuan dalam memperoleh kesempatan dan menikmati hak-haknya sebagai manusia sehingga dapat bersama-sama berperan aktif dalam pembangunan. Dengan demikian ada penilaian dana penghargaan yang antara laki-laki dan perempuan oleh masyarakat atas persamaan dan perbedaan serta pelbagai peran mereka. Prinsip penting untuk menciptakan KKG dalam masyarakat adalah melalui perjuangan dan upaya terus menerus tanpa henti, penerapannya harus memperhatikan strategi agar muatan isi dalam KKG dapat diterima oleh masyarkat. Strategi yang harus diperhatikan adalah secara bertahap melalui sosialisasi dan advokasi. Hasilnya memang tidak dapat dinikmati dalam tempo sekejab, tetapi “pelan tapi pasti”, bila mana proses sosialisasi dan advokasi terus berlangsung niscaya kondidi KKG dapat tercapai.22





KESIMPULAN
Dapat disimpulkan bahwa sex merupakan alat kelamin biologi (phisikal genital) atau jenis kelamin berdasarkan anatomi biologis yang tidak bisa dipertukarkan dan dirubah kecuali dengan operasi. Sedangkan gender adalah alat kelamin budaya (cultural genital) atau suatu konsep yang digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan antara laki laki dan perempuan dilihat dari segi sosial budaya. Dan faktor terbentuknya gender itu adalah bisa diklasifikasikan sebagai berikut :
1.terbentuk melalui sosialisasi
2.terbentuk melalui aparat ideologis (ideological apparatus)
3.terbentuk malalui pembedaan dan penindasan
4.terbentuk malalui mitos/budaya dan tradisi setempat
Kemudian manifestasi ketidakadilan gender yang sering dan kerap terjadi di masyarakat berupa marginalisasi, suboordinasi, stereotip, kekerasan (violence). sedangkan konsep gender dalam berbagai bidang seperti di dalam hukum adat, di berbagai macam daerah kedudukan wanita dan pria seakan akan berbeda, sedangkan dalam perundang undangan sudah jelas dikatakan bahwa antara pria dan wanita itu kedudukannya setara, namun dalam pengaplikasiannya di masyarakat tidak menunjukkan kesetaraan dan justru budaya patriarki yang nampak menonjol. Untuk bidang pendidikan sendiri secara tidak langsung muncul doktrin bahwa wanita tidak harus menuntut ilmu yang tinggi, karena pada nantinya juga mereka akan didapur dan merawat anak, dan dalam bidang pekerjaan untuk wanita selalu dinomor duakan. Langkah atau usaha yang harus dilakukan untuk mencapai kesetaraan gender nampaknya bukan hanya bersifat individual, namun harus secara bersama dan bersifat institusional, utamanya dari pihak-pihak yang memiliki wewenang kekuasaan dan memegang peran dalam proses pembentukan gender. Negara atau pemerintah mempunyai peran penting dan andil dalam keseimbangan gender.
Daftar Pustaka

  • Muawanah, Elfi, M. Pd, Pendidikan Gender dan Hak Asasi Manusia,Yogyakarta, Teras, 2009.
  • UUD’45 , Bab X tentang warga negara dan penduduk, pasal 27
  • Relawati, Rahayu, Konsep dan Aplikasi Penelitian Gender, Bandung, Muara Indah, 2011.
  • Darmawan, Andy, Pengantar Studi Islam, Yogyakarta, Pokja Akademika UIN Sunan Kalijaga, 2005.
  • Agama, Departemen(sekretariat Jendral), Sosialisasi Keadilan dan Kesetaraan Gender, 2005.
  • Abdi wisma tradisi, Modul PKD PMII Wisma Tradisi 2014, Yogyakarta, CV Lingkar Media, 2014.
1 Rahayu Relawati,”Konsep dan Aplikasi Penelitian Gender”,Muara Indah,Bandung:2011. Hal.4
2 Ibid.4
3 Ibid.4
4 Elfi Muawanah,M. Pd,”Pendidikan Gender dan Hak Asasi Manusia”,Teras,Yogyakarta:2009. Hal.1
5 Rahayu Relawati,”Konsep dan Aplikasi Penelitian Gender”,Muara Indah,Bandung:2011. Hal.3
6 Ibid.5
7 Ibid.6
8 Ibid.7
9 Ibid.7
10 Ibid.8
11 Departemen Agama (sekretariat Jendral),”Sosialisasi Keadilan dan Kesetaraan Gender”,2005, halm.8
12 ,.ibid,hlm.9
13 ,.ibid,hlm.9
14 ,.ibid,hlm.10
15 ,.ibid,hlm.11
16 ,.ibid,hlm.12
17 ,.ibid,hlm.12
18 , Abdi wisma tradisi, “Modul PKD PMII Wisma Tradisi 2014”,(Yogyakarta: CV Lingkar Media, 2014)hlm. 140
19 Ibid, hlm.141
20 Andy Darmawan”, Pengantar Studi Islam”,(Yogyakarta : Pokja Akademika UIN Sunan Kalijaga, 2005). hlm. 155
21 UUD’45 , Bab X tentang warga negara dan penduduk, pasal 27
22 ,.ibid, hlm. 14

Tidak ada komentar:

Posting Komentar