Jumat, 30 September 2016

Realita

Realita dan implementasi dari suatu kebijakan
Tujuan pembuatan Undang-Undang guru dan dosen sebagai berikut:1
  1. Mengangkat martabat guru dan dosen
  2. Menjamin hak dan kewajiban guru dan dosen
  3. Meningkatkan kompetensi guru dan dosen
  4. Memajukan profesi serta karir guru dan dosen
  5. Meningkatan mutu pembelajaran
  6. Meningkatkan mutu pendidikan nasional
  7. Mengurangi kesenjangan ketersediaan guru dan dosen
  8. Mengurangi kesenjangan mutu pendidikan antar daerah
  9. Meningkatkan pelayanan pendidikan yang bermutu
Dalam UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dinyatakan secara tegas bahwa hak dan kewajiban guru meliputi:
  1. Memperoleh penghasilan diatas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial;
  2. Mendapat promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja
  3. Memperoleh perlindungan dan melaksanakan tugas
  4. Memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi
  5. Memperoleh dan memanfaatkan sarana dan prasarana pembelajaran
  6. Memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas2
Implementasi dari suatu kebijakan
  1. Sebelum dibuat Undang-Undang no 14 Tahun 2005
Sebelum dibuat Undang-Undang No 14 Tahun 2005, guru kurang mendapat tempat yang proporsional dan profesional, karena mereka lebih banyak diperlakukan sebagai komponen objek dan bukan subjek insan pendidikan. 3

  1. Sesudah dibuat Undang-Undang no 14 Tahun 2005
Keluarnya UU No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen ini merupakan Jati diri sebagai tenaga pendidikan dan kristalisasi pengakuan dan pernghargaan terhadap eksistensi guru dalam proses pendidikan. Undang-Undang tersebut juga menjadi gambaran bahwa pekerjaan seorang guru adalah pekerjaan profesional dan menjadi pilihan profesi dalam hidupnya. Paling tidak Undang-Undang ini menjadi langkah awal dalam menata dan meningkatkan kualitas pendidikan nasional pada setiap jenjang dan tingkatan.4
Dengan adanya UU Guru dan Dosen mendapatkan penghargaan yang layak untuk pengabdiannya terhadap bangsa dan Negara. Selain itu, kompetensi serta profesionalitas guru semakin meningkat.
Sayangnya banyak kelemahan mengenai UU Guru dan Dosen ini:
  1. Sertifikasi atau tunjangan untuk Guru dan Dosen belum merata, khusunya bagi Guru yang hampir memasuki usia Pensiun. Mereka belum mengerti benar akan sistematika program sertifikasi dari pemerintah ini. Serta guru tersebut harus mengikuti serangkaian ujian-ujian yang dirasa sulit untuk usia tersebut. Ditambah lagi dengan pelaksanaan ujian yang menggunakan komputer atau internet yang belum tentu mereka kuasai.
  2. UU Guru dan Dosen cenderung menguntungkan guru dan dosen PNS. Sementara itu di Indonesia guru dan dosen Non PNS jumlahnya sangat banyak serta mengemban tugas dan tanggung jawab yang sama dengan guru dan dosen PNS.
  3. Jumlah peminat profesi guru dan dosen meningkat demi mengejar status sertifikasi.
  4. Sebagian guru dan dosen yang telah diberi amanat penting oleh pemerintah justru menyepelekan.
Diakses dari Radar Kaltara ( Radar Kalimantan Utara ) dan diterbitkan pada Hari Selasa, 30 Agustus 2016
Kesejahteraan Guru Honorer masih memprihatinkan. Di upah Rp 5.000 perjam.
Para pahlawan tanpa jasa di daerah perbatasan mengadu nasibnya ke Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Nunukan, khususnya mengenai kesejahteraan guru honorer. Para guru yang masih berstatus honor ini menginginkan gajinya ingin disamakan dengan para honorer yang bertugas di Satuan Perangkat Kerja Daerah (SKPD) Pemkab Nunukan.
Itu dikatakan salah seorang perwakilan guru honorer yang tidak ingin namanya dikorankan, sebab guru honorer diangkat berdasarkan Surat Keputusan (SK) bupati Nunukan. Sehingga, ia menilai sama dengan honorer yang bertugas di SKPD Pemkab Nunukan yang berdasarkan SK bupati Nunukan.
SK kami dari bupati, tapi gaji bukan dari bupati. SK tersebut digunakan untuk apa sebenarnya, apakah hanya untuk diakui sebagai guru di Nunukan,” katanya.
Menurutnya, upah guru honorer di perbatasan sangat memprihatinkan karena hanya dibayar sesuai jam mengajar. Sedangkan, ada sekolah yang membayar gajinya hanya Rp 5 ribu perjam. Guru honorer pun dianggap sulit mendapat banyak jam mengajar karena pertimbangan lebih didahulukan guru yang berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Bukan hanya persoalan upah yang minim, tetapi terkadang para guru honorer tidak pernah menikmati hasilnya tiap bulan. Terkadang hal ini membuat para guru honorer harus melakukan banyak pinjaman, karena terkadang gajinya dibayar tiap tiga bulan atau lima bulan sekali.
Bayangkan jika gajinya tidak sampai Rp 500 ribu, lalu tidak dibayar tiap bulan, para guru honorer mau belanja gunakan apa,” ujar guru honorer perempuan ini.
Ia pun meminta, seluruh guru honorer lebih diperhatikan Pemkab Nunukan untuk masalah kesejahteraan. Serta, tidak ada pembeda honorer yang bertugas di SKPD ataupun honorer yang menjadi guru. Saat ini harapan upah guru honorer hanya berasal dari Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Pemerintah Pusat.5


1 Undang-Undang Guru dan Dosen, ( Jakarta: Sinar Grafika, 2010 ), hlm. 52
2 Janawi, “Kompetensi Guru ( Citra Guru Profesional )”, Alfabeta, (Bandung : 2012 ), hlm. 49
3 Prof. Dr. H. Mohammad Surya, Dr. Abdul Hasim, Drs. Rus Bambang Suwarno, “ Landasan Pendidikan : Menjadi Guru yang Baik”, Ghalian Indonesia, (Bogor : 2010 ), hlm. 64
4 Ibid, hlm. 32-33

Tidak ada komentar:

Posting Komentar