Realita
dan implementasi dari suatu kebijakan
Tujuan
pembuatan Undang-Undang guru dan dosen sebagai berikut:1
- Mengangkat martabat guru dan dosen
- Menjamin hak dan kewajiban guru dan dosen
- Meningkatkan kompetensi guru dan dosen
- Memajukan profesi serta karir guru dan dosen
- Meningkatan mutu pembelajaran
- Meningkatkan mutu pendidikan nasional
- Mengurangi kesenjangan ketersediaan guru dan dosen
- Mengurangi kesenjangan mutu pendidikan antar daerah
Dalam
UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dinyatakan secara tegas
bahwa hak dan kewajiban guru meliputi:
- Memperoleh penghasilan diatas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial;
- Mendapat promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja
- Memperoleh perlindungan dan melaksanakan tugas
- Memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi
- Memperoleh dan memanfaatkan sarana dan prasarana pembelajaran
- Memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas2
Implementasi
dari suatu kebijakan
- Sebelum dibuat Undang-Undang no 14 Tahun 2005
Sebelum dibuat Undang-Undang No 14 Tahun 2005,
guru kurang mendapat tempat yang proporsional dan profesional, karena
mereka lebih banyak diperlakukan sebagai komponen objek dan bukan
subjek insan pendidikan. 3
- Sesudah dibuat Undang-Undang no 14 Tahun 2005
Keluarnya UU No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen ini merupakan Jati diri sebagai tenaga pendidikan dan
kristalisasi pengakuan dan pernghargaan terhadap eksistensi guru
dalam proses pendidikan. Undang-Undang tersebut juga menjadi gambaran
bahwa pekerjaan seorang guru adalah pekerjaan profesional dan menjadi
pilihan profesi dalam hidupnya. Paling tidak Undang-Undang ini
menjadi langkah awal dalam menata dan meningkatkan kualitas
pendidikan nasional pada setiap jenjang dan tingkatan.4
Dengan adanya UU Guru dan Dosen mendapatkan
penghargaan yang layak untuk pengabdiannya terhadap bangsa dan
Negara. Selain itu, kompetensi serta profesionalitas guru semakin
meningkat.
Sayangnya banyak kelemahan mengenai UU Guru dan
Dosen ini:
- Sertifikasi atau tunjangan untuk Guru dan Dosen belum merata, khusunya bagi Guru yang hampir memasuki usia Pensiun. Mereka belum mengerti benar akan sistematika program sertifikasi dari pemerintah ini. Serta guru tersebut harus mengikuti serangkaian ujian-ujian yang dirasa sulit untuk usia tersebut. Ditambah lagi dengan pelaksanaan ujian yang menggunakan komputer atau internet yang belum tentu mereka kuasai.
- UU Guru dan Dosen cenderung menguntungkan guru dan dosen PNS. Sementara itu di Indonesia guru dan dosen Non PNS jumlahnya sangat banyak serta mengemban tugas dan tanggung jawab yang sama dengan guru dan dosen PNS.
- Jumlah peminat profesi guru dan dosen meningkat demi mengejar status sertifikasi.
- Sebagian guru dan dosen yang telah diberi amanat penting oleh pemerintah justru menyepelekan.
Diakses dari Radar Kaltara ( Radar Kalimantan
Utara ) dan diterbitkan pada Hari Selasa, 30 Agustus 2016
Kesejahteraan Guru Honorer masih
memprihatinkan. Di upah Rp 5.000 perjam.
Para
pahlawan tanpa jasa di daerah perbatasan mengadu nasibnya ke
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Nunukan, khususnya mengenai
kesejahteraan guru honorer. Para guru yang masih berstatus honor ini
menginginkan gajinya ingin disamakan dengan para honorer yang
bertugas di Satuan Perangkat Kerja Daerah (SKPD) Pemkab Nunukan.
Itu
dikatakan salah seorang perwakilan guru honorer yang tidak ingin
namanya dikorankan, sebab guru honorer diangkat berdasarkan Surat
Keputusan (SK) bupati Nunukan. Sehingga, ia menilai sama dengan
honorer yang bertugas di SKPD Pemkab Nunukan yang berdasarkan SK
bupati Nunukan.
“SK
kami dari bupati, tapi gaji bukan dari bupati. SK tersebut digunakan
untuk apa sebenarnya, apakah hanya untuk diakui sebagai guru di
Nunukan,” katanya.
Menurutnya,
upah guru honorer di perbatasan sangat memprihatinkan karena hanya
dibayar sesuai jam mengajar. Sedangkan, ada sekolah yang membayar
gajinya hanya Rp 5 ribu perjam. Guru honorer pun dianggap sulit
mendapat banyak jam mengajar karena pertimbangan lebih didahulukan
guru yang berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Bukan
hanya persoalan upah yang minim, tetapi terkadang para guru honorer
tidak pernah menikmati hasilnya tiap bulan. Terkadang hal ini membuat
para guru honorer harus melakukan banyak pinjaman, karena terkadang
gajinya dibayar tiap tiga bulan atau lima bulan sekali.
“Bayangkan
jika gajinya tidak sampai Rp 500 ribu, lalu tidak dibayar tiap bulan,
para guru honorer mau belanja gunakan apa,” ujar guru honorer
perempuan ini.
Ia
pun meminta, seluruh guru honorer lebih diperhatikan Pemkab Nunukan
untuk masalah kesejahteraan. Serta, tidak ada pembeda honorer yang
bertugas di SKPD ataupun honorer yang menjadi guru. Saat ini harapan
upah guru honorer hanya berasal dari Bantuan Operasional Sekolah
(BOS) Pemerintah Pusat.5
1
Undang-Undang Guru dan Dosen, ( Jakarta: Sinar Grafika, 2010 ), hlm.
52
2
Janawi, “Kompetensi Guru ( Citra Guru Profesional )”, Alfabeta,
(Bandung : 2012 ), hlm. 49
3
Prof. Dr. H. Mohammad Surya, Dr. Abdul Hasim, Drs. Rus Bambang
Suwarno, “ Landasan Pendidikan : Menjadi Guru yang Baik”,
Ghalian Indonesia, (Bogor : 2010 ), hlm. 64
4
Ibid, hlm. 32-33
Tidak ada komentar:
Posting Komentar